MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Selasa, 29 November 2011

PUPUK HAYATI PENAMBAT NITROGEN



Beberapa tahun terakir ini harga pupuk kimia menongkat dengan tajam termasuk pupuk urea sebagai sumber N. Sulosi untuk mengatasi hal itu adalah dengan menggunakan pupuk organic dan hayati. Pupuk hayati adalah mikrobia ke dalam tanah untuk meningkatkan pengambilan hara oleh tanaman dari dlam tanah atau uadara. Umumnya digunakan mikrobia yang mampu hidup bersama (simbiosis) dengan tanaman inangnya. Keuntungan diperoleh oleh kedua pihak, tanaman inang mendapatkan tambahan unsur hara yang diperlukan, sedangkan mikrobia mendapatkan bahan organik untuk aktivitas dan pertumbuhannya. Mikrobia yang digunakan sebagai pupuk hayati (biofertilizer) dapat diberikan langsung ke dalam tanah, disertakan dalam pupuk organik atau disalutkan pada benih yang akan ditanam. Penggunaan yang menonjol dewasa ini adalah mikrobia penambat N dan mikrobia untuk meningkatkan ketersediaan P dalam tanah.

Mikrobia penambat nitrogen
Sumber utama N berasal dari gas N2 dari atmosfir. Kadar gas nitrogen di atmosfir bumi sekitar 79% dari volumenya. Walaupun jumlahnya sangat besar tetapi belum dapat dimanfaatkan oleh tanaman tingkat tinggi, kecuali telah menjadi bentuk yang tersedia. Proses perubahan tersebut (1). Penambatan oleh mikrobia dan jasad renik lain Jasad renik ada yang hidup simbiotis dengan tanaman-tanaman legum (kacang-kacangan) maupun tanaman non legum, (2). Penambatan oleh jasad-jasad renik yang hidup bebas di dalam tanah atau yang hidup pada permukaan organ tanaman seperti daun, dan (3). Penambatan sebagai oksida karena terjadi pelepasan muatan listrik di atmosfir.

Penambatan nitrogen oleh mikrobia
Selama berabad-abad penggunaan legum (kacang-kacangan) dalam pergiliran tanaman serta penggunaan pupuk kandang merupakan cara-cara yang penting dalam penyediaan nitrogen tambahan pada tanaman non legum. Meskipun masih merupakan sumber nitrogen yang besar sumbangannya bagi pertumbuhan tanaman, selama beberapa dekade sekarang ini sumber nitrogen kacang-kacangan dan pupuk kandang makin hari makin menurun peranannya. Jumlah nitrogen yang ditambat oleh rhizobia sangat bervariasi tergantung strain, tanaman inang serta lingkungannya termasuk ketersediaan unsur hara yang diperlukan. Selandia Baru merupakan negara yang sangat mementingkan penggunaan pupuk nitrogen berasal dari penambatan N dari atmosfir.

Banyak genus rhizobia yang hanya dapat hidup menumpang pada tanaman inang tertentu (spesifik). Sebagai contoh bakteri yang bersimbiosis dengan kedelai (soybean) umumnya tidak dapat bersimbiosis dengna tanaman alfalfa (medicago). Agar kemampuan menambat nitrogen tinggi maka tanaman inang harus dinokulasi dengan inokulan yang sesuai.Penambatan oleh rhizobia maksimum bila ketersediaan hara nitrogen dalam keadaan minimum. Dianjurkan untuk memberikan sedikit pupuk nitrogen sebagai starter, agar bibit muda memiliki kecukupan N sebelum rhizobia menetap dengan baik pada akarnya. Sebaliknya pemupukan nitrogen dengan jumlah besar atau terus menerus akan memperkecil kegiatan rhizobia sehingga kurang efektif.

Penambat N yang hidup bebas
Penambatan nitrogen dalam tanah dilakukan juga oleh jasad renik yang hidup bebas, artinya tidak bersimbiosis dengan tanaman inang. Jasad tersebut antara lain adalah ganggang hijau-biru (Chyanophiceae) dan bakteri yang hidup bebas. Bakteri yang hidup bebas ialah Rhodospirillum sp yang fotosintetis, Clostridium yang merupakan jasad anaerob serta Azotobacter dan Beiyerinckia yang aerob.

Ganggang biru hijau hidup pada berbagai lingkungan, bahkan pada permukaan batu di lahan gurun pasir yang gersang. Dia bersifat autotrof sempurna dan hanya memerlukan sinar matahari, air, nitrogen bebas, karbon dioksida dan garam-garam yang mengandung hara mineral penting. Karena ganggang memerlukan sinar matahari maka diduga hanya sedikit pengaruhnya terhadap penambahan unsur N dalam tanah pertanian yang diusahakan di dataran tinggi. Manfaat lain yang diperoleh dari ganggang hijau biru ini ialah terjadinya pelapukan secara biologi sehingga menjadi lebih terbukanya kehidupan lain pada permulaan genesa tanah.

Dipandang dari segi pertanian penambatan nitrogen oleh bakteri yang hidup bebas di dalam tanah mempunyai peranan lebih pentingdibandingkan ganggang hijau biru. Jasad-jasad ini, kecuali Rhodospirillum, menghendaki adanya sumber tenaga berupa sisa tanaman atau hewan. Sebagian tenaga hasil oksidasi ini digunakan untuk menambat nitrogen dari udara bebas. Kemampuan maksimum penambatan nitrogen oleh jasad ini berkisar 20 sampai 40 kg per hektar N per tahun.

Disamping bakteri penambat yang bersimbise ada mikroba yang hidup bebas mikrobia dan ganggang biru (blue green algae) yang mampu menambat N udara.

Memajukan Pertanian dengan Mikroba Spesial

Dahulu, sebelum Revolusi Hijau, semua pertanian adalah organik. Namun setelah timbulnya tuntutan pasokan pangan yang lebih besar dan kontinu, dilakukan Revolusi Hijau yang bertujuan meningkatkan produktivitas pertanian besar-besaran. Jalan yang ditempuh antara lain modernisasi alat-alat pertanian, penggunaan pupuk yang nutrisinya bisa diserap langsung oleh tanaman, pestisida kimia dan pemuliaan benih untuk menghasilkan panen yang lebih cepat dan melimpah. Produktivitas meningkat secara cepat, namun penggunaan bahan kimia seperti pupuk dan pestisida telah membuat petani enggan untuk memberikan asupan bahan organik seperti kompos dan pupuk kandang. Akibatnya tekstur tanah menjadi rusak dan lingkungan menjadi tidak kondusif untuk mikroba. Pada pertanian sebelum Revolusi hijau, peran mikroba teramat penting dalam pasokan nutrisi tanaman, dan keduanya amat terkait, sampai peran mikroba digantikan oleh pupuk kimia anorganik yang serba instan. Padahal peran mikroba tidak sekedar sebagai penyuplai nutrisi bagi tanaman namun masih banyak peran lain yang dimainkannya dalam ekosistem. Karena kurangnya mikroba dan bahan organik yang dibutuhkannya, hasil panen terus menurun dari tahun ke tahun.

Untuk mengembalikan produktivitas pertanian, dilakukan upaya untuk mengembalikan kondisi tanah. Upaya tersebut diantaranya adalah dengan pasokan mikroba menguntungkan ke dalam lahan dan pasokan bahan organik yang memadai. Pasokan mikroba tanpa disertai pasokan bahan organik hanya memberikan kemajuan sementara saja, karena mikroba sangat butuh bahan organik yang cukup. Dengan peningkatan kuantitas mikroba di tanah diharapkan kondisi tanah akan pulih dan akan mendukung produktivitas pertanian.

Adapun peranan mikroba serta jenis mikroba spesial yang berkaitan adalah diantaranya sebagai berikut:

1. Mikroba pemantap agregat
Untuk tanah yang agregasinya tidak terlalu labil dan teksturnya liat (sehingga agak mudah tererosi, kehilangan air dan unsur hara), penambahan bakteri seperti Azotobacter Chroococcum sp. dan Pseudomonas sp. dan ragi seperti Lipocymes starkeyi sp. ternyata dapat meningkatkan stabilitas agregat terhadap kekuatan air karena keberadaan mereka mendukung perekatan partikel tanah.

2. Mikroba pendorong serapan hara
Peningkatan serapan hara oleh tanaman dalam kaitannya dengan mikroba melalui dua hal:
a. Peningkatan kelarutan unsur hara yang dibutuhkan tanaman, baik yang berasal dari pupuk maupun mineral tanah. Unsur hara yang dapat ditingkatkan kelarutannya dan bakteri yang berkaitan diantaranya adalah fosfat (Bacillus sp), mangan (Corynebacterium sp dan Citrobacter freundii sp), besi (Leptospirillum sp, Thiobacillus ferrooxidans sp, Desulfovibrio sp), sulfur (T Ferrooxidans sp, Sulfolobus spp) dan silikat (Arthrobacter sp, Bacillus sp, Nocardia).
b. Peningkatan kemampuan akar menyerap hara dengan pembentukan akar rambut yang lebih banyak. Adapun mikroba yang sangat populer untuk keperluan ini adalah jamur mikoriza. Jamur ini bersimbiosis dengan akar tanaman dan menurut beberapa penelitian, mampu memperbaiki nutrisi tanaman seperti P dan unsur hara mikro seperti Zn, Cu, dan Fe (Tinker 1982).
c. Mengendalikan / mengatasi penyakit tanaman. Dalam lahan pertanian terdapat banyak mikroba yang menimbulkan penyakit pada tanaman seperti Agrobacterium radiobacter var. tumefaciens yang menimbulkan penyakit crown gall pada tanaman holtikultura. Untuk menangani penyakit tanaman yang disebabkan baik mikroba maupun binatang, dapat dilakukan pasokan mikroba yang antagonis seperti Trichoderma koningii Sp yang dijadikan sebagai biopestisida untuk jamur akar putih. Biopestisida ini telah tersedia secara komersial.
d. Memfiksasi N2 dari udara bebas menjadi NH3 sebagai pupuk nitrogen bagi tanaman. Mikroba pemfiksasi nitrogen seperti Azotobacter Spp dan Rhizobium memiliki kemampuan memasok N untuk tanaman, namun kinerjanya amat bergantung pada nutrisi yang tersedia, karena membutuhkan banyak gula. Mikroba pemfiksasi N ini banyak diproduksi secara komersial.
e. Menghasilkan fitohormon untuk tanaman. Mikroba seperti Azotobacter Chroococcum Sp memiliki kemampuan menghasilkan fitohormon atau zat pengatur tumbuh seperti auksin, gibberelin dan sitokinin.

Untuk mendayagunakan mikroba-mikroba spesial tersebut, maka sebaiknya dilakukan isolasi dari lahan yang bersangkutan untuk kemudian diperbanyak (seperti dengan menggunakan fermentor) dan kemudian dikembalikan kembali ke lahan yang sudah diberi pupuk organik secara mencukupi. Apabila ini sulit dilakukan bisa juga dengan menggunakan produk pupuk mikroba komersial yang sudah dioptimasi efektivitasnya. Alternatif lainnya, memberikan pupuk organik yang tepat untuk menicu pertumbuhan mikroba-mikroba menguntungkan yang diinginkan.

Sumber: Pupuk dan Teknologi Pemupukan Berbasis Hayati, dari Cawan Petri ke Lahan Petani, Didiek Hadjar Goenadi.

Cara Pemakaian dan Menghitung Kebutuhan Kompos

Cara pemakaian kompos, sebaiknya disesuaikan dengan keadaan jenis tanah dan kandungan C organik dalam tanah tersebut, disamping juga harus disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing jenis tanaman.
Tiap-tiap tanaman memerlukan kandungan bahan organik yang berbeda-beda. Tanaman sayuran apabila tidak dipupuk dengan pupuk organik sama sekali pertumbuhannya tidak akan sebaik tanaman yang mendapat pupuk organik. 
Tanaman bunga seperti antara lain Azalea atau Anthurium, pertumbuhannya akan sangat baik pada media yang 100 persen terdiri dari bahan organik. Apabila medianya tercampur dengan tanah, pertumbuhannya kurang optimal.  Beberapa tanaman lainnya akan tumbuh dengan baik apabila kompos ditambah dengan tanah dengan perbandingan 1:1. Disamping itu ada juga tanaman yang menghendaki kompos dicampur dengan tanah dan pasir dengan perbandingan  1 : 1 : 1.
Sementara itu tiap-tiap jenis tanah memiliki keadaan kesetimbangan kandungan bahan organik sendiri-sendiri. Pada tanah-tanah abu vulkanik (Andisol) seperti tanah di Lembang, kandungan C organik tanah (ideal),  tidak akan sama dengan kandungan C organik tanah (ideal) pada jenis tanah Inseptisol di Banjaran, misalnya. 
Sehingga jumlah pemberian pupuk organik pada tiap tanaman dan pada berbagai jenis tanah tidak akan sama.
Untuk menentukan tingkat kandungan C organik dalam tanah, harus dilakukan dengan analisa laboratorium.
Untuk mengetahui berapa kebutuhan pupuk C organik, dapat dilakukan dengan cara mempergunakan rumus sbb:
    Kebutuhan Kompos (C organik) = C organik Tanah x 1.724 x 20 cm x 10.000 m2
C organik tanah = ditentukan berdasarkan hasil analisa tanah di laboratorium
1.724: konstanta
20 cm: kedalaman lapisan olah tanah
10.000 m2: Luas areal

Sebagai ilustrasi, apabila hasil analisa laboratorium tanah diketahui kandungan C organik tanah di suatu tempat adalah 2.56 %, Maka menghitung kandungan C organik tanah dalam lapisan olah (20 cm) seluas 1 ha adalah:
Kandungan C organik lapisan olah tanah adalah  =  2.56 x 1,724 x 20 x 10.000  =  8.800 kg /ha = 8.8 ton / ha
Sementara itu ada juga yang mengelompokan tingkat kandungan  bahan organik tanah secara umum, seperti dapat dilihat pada tabel berikut:


Kandungan Organik
(% Berat Tanah)
Metoda Welkley - Black

Tingkat
Setara Dengan
Ton / ha
> 20
Sangat Tinggi
> 68.9
10 – 20
Tinggi
34.48 – 68.9
4 – 10
Sedang
13.79 – 34.48
2 -   4
Rendah
4.34 – 13.79
< 2
Sangat Rendah
< 4.34
Sumber: Metson (1961) dalam Brooker Tropical Soil Manual 1984

Dengan demikian rekomendasi pemberian pupuk organik dilakukan berdasarkan kekurangan kandungan C organik dalam tanah.  Sebagai ilustrasi dapat dikemukakan bahwa bila berdasarkan  analisa  laboratorium tanah, kandungan C organik tanah adalah 2.56 % setara dengan 8.8 ton / ha,  maka berdasarkan keadaan tingkat kesuburan C organik tanah, kandungan organik tanah berada pada tingkat rendah.
Berapa persisnya kebutuhan pupuk Organik, adalah sangat tergantung kepada jenis tanah dan jenis tanaman.  Keadaan ini baru akan diketahui dengan lebih akurat apabila dilakukan pengujian lapangan. Tetapi dengan bantuan panduan tingkat kesuburan tanah pada tabel 5 di atas, dapat diketahui secara umum bahwa untuk mencapai tingkat kesuburan C organik tanah sedang, yaitu 13.79 s/d 34.48 ton / ha, maka diperlukan penambahan pupuk organik sebesar =  (13.79 s/d 34.48 ) – 8.8 ton = 4.99 s/d 25.4 ton /ha

Mikroba Filosfir, Solusi Mahalnya Pupuk Nitrogen

Tanaman dalam kenyataannya tidak hanya menyerap nutrisi melalui akar melainkan melalui daun juga. Pupuk-pupuk daun pun banyak tersedia secara komersial. Permukaan daun, yang disebut filoplen memiliki daerah yang dihuni oleh mikroorganisme, yang sering disebut dengan filosfir. Mikroorganisme yang tinggal di filosfir ternyata ada yang diketahui menyumbang nutrisi pada tanaman inangnya, yaitu mikroba-mikroba pemfiksasi nitrogen, yang mengubah nitrogen bebas di udara menjadi amonia. Diantara mikroba itu ada pula yang selain memfiksasi nitrogen, juga mampu menghasilkan zat pengatur tumbuh atau fitohormon yang berguna pada tumbuhan. Contohnya adalah Azotobacter (yang juga banyak terdapat di tanah). Telah banyak dilakukan penelitian mengenai pemanfaatan mikroba filosfir ini, dan hasilnya cukup memuaskan, sehingga dapat menghemat penggunaan pupuk Urea atau NPK yang kerap digunakan untuk memasok nitrogen pada tanaman.

Bermacam-macam bakteri dari genus Escherichia, Brevibacerium, Bacillus, Diplococcus, Pseudomonas, Flexibacterium, Rhizobium, Beijerinckia, Azotobacter, Xanthomonas dan Micrococcus telah dipisahkan dari filosfir jagung, kacang buncis, tebu dan beberapa di antaranya terbukti potensial sebagai pemfiksasi nitrogen. Dalam tanaman Gandum, sejumlah bakteri yang diteliti aktivitas fiksasi nitrogennya antara lain Achromobacter iophagus , Pseudomonas atrofaciens , Cellulomonas galba, Pseuomonas seminum, Cellulomonas cellasea. Mereka sanggup memfiksasi nitrogen dari 7.6 hingga 13.4 mg N per gram sukrosa yang dimakan. Dalam tanaman kapri, bakteri-bakteri pemfiksasi N2 yang diketahui berperan adalah Achromobacter iophagus, Pseudomonas Calcis, Achromobacter xerosis, Cellulomonas uda dan Bacillus licheniformis.

Namun bagi penulis masih ada sejumlah pertimbangan sebelum menyemproti daun-daun dengan cairan nutrisi atau inokulum berisi mikroba filosfir pemfiksasi N. Setidaknya ada hal yang harus dipertimbangkan, yang akan dipaparkan sebagai berikut.

Pertimbangan yang pertama adalah kebanyakan hasil penelitian menunjukkan keberhasilan pada skala rumah kaca atau skala kecil. Ini belum tentu berhasil dalam skala besar, dimana kondisi lingkungannya bisa jauh lebih kompleks. Namun andaikata kita menanam dalam green house saya kira sah-sah saja menyemproti daun tanaman kita dengan inokulum mikroba filosfir pemfiksasi N2.

Pertimbangan yang kedua adalah karena sebagian mikroorganisme filosfir itu adalah patogen, dikhawatirkan penyemprotan cairan nutrisi seperti sukrosa, atau cairan carrier (pembawa) mikroba pemfiksasi N yang kita semprotkan akan dimanfaatkan patogen untuk tumbuh lebih pesat. Karena itu menurut penulis lebih aman bila selain disemprotkan cairan nutrisi atau inokulum mikroba, disemprotkan mikroba anti patogen terlebih dahulu. Atau mikroba anti patogen disemprotkan sebelum mikroba pemfiksasi N disemprotkan, untuk memberi kesempatan mikroba pemfiksasi N yang diinginkan tumbuh dan dengan cepat di filosfir. Sebab tentu percuma apabila tanaman kita meningkat nutrisinya, namun ternyata digerogoti mikroba patogen atau hama seperti kutu daun sehingga tanaman kita rusak semua.

Pertimbangan yang ketiga adalah mengenai pemahaman akan mikroorganisme di filosfir itu sendiri serta interaksi antar mereka dan dengan tanaman inangnya. Pengetahuan manusia mengenai reaksi-reaksi biokimia dalam filosfir masih sangat terbatas, seperti proses dihasilkannya fitoaleksin. Fitoaleksin adalah senyawa penangkal, yang kemungkinan dihasilkan oleh tumbuhan sebagai respon terhadap luka, rangsang fisiologis, agen penyebab infeksi dan hasil-hasilnya. Resistensi terhadap penyakit juga terjadi diantaranya melalui produksi fitoaleksin tertentu seperti asam malat, fenol dan alpha-hexenol. Harus dipahami implikasi penyemprotan daun terhadap reaksi-reaksi biokimia ini sebelum mengaplikasikannya besar-besaran.

Produk Mikroba Unggulan untuk Pertanian

Untuk memenuhi kebutuhan pertaniannya seperti kebutuhan akan pestisida, zat pengatur tumbuh, insektisida dan pupuk nitrogen, petani kerap menggunakan bahan-bahan kimia yang sudah jadi dalam bentuk produk komersial. Ini tidak selalu salah, namun jauh lebih menguntungkan apabila petani menggunakan mikroba-mikroba tertentu untuk keperluan tersebut. Di samping menghindari tercemarnya tanah dari bahan kimia sintetik, apabila mikroba-mikroba tersebut dapat sustain dan hidup harmonis di lahan, maka bisa mencukupi kebutuhan-kebutuhan pertanian dalam jangka panjang, sehingga lebih ekonomis. Saat ini terus dilakukan penelitian untuk mikroba-mikroba yang memiliki produk unggulan dalam rangka memajukan pertanian yang berkelanjutan.

Mikroorganisme tanah, dapat menghasilkan produk yang menguntungkan maupun merugikan pertanian. Namun produk-produk mikroba yang akan dipaparkan disini hanya yang menguntungkan, diantaranya adalah zat pengatur tumbuh atau fitohormon, antibiotik, insektisida mikroba, insektisida virus, dan herbisida mikroba.

1. Zat Pengatur Tumbuh atau Fitohormon
Fitohormon adalah bahan kimia yang mempengaruhi pertumbuhan tumbuhan Jenisnya ada banyak, namun yang akan dipaparkan disini ada dua yaitu Asam Indool Asetat (salah satu senyawa yang tergolong Auxin) dan Gibberelin.

Asam Indool Asetat, yang selanjutnya akan disebut IAA, dihasilkan oleh jamur maupun bakteri dengan jumlah yang relatif sedikit. Beberapa pengaruh morfologi pada tanaman yang penting dari IAA terhadap pertumbuhan tanaman adalah pemanjangan batang dan pembentukan bintil, yang merupakan reaksi inang terhadap auksin. Namun IAA dapat juga meracuni tanaman (lebih besar pengaruhnya pada tanaman dikotil ketimbang monokotil) bila terdapat dalam jumlah besar dan bereaksi dengan senyawa dalam tubuh inang. Karena itu IAA juga ada yang digunakan sebagai herbisida untuk mengurangi gulma.

Gibberelin adalah berbagai bahan kimia yang diproduksi secara alami di dalam tanaman oleh jamur, yang pertama kali ditemukan oleh para peneliti Jepang, diantaranya adalah Eiichi Kurosawa. Jenis-jenis Gibberelin cukup banyak. Perannya antara lain : menganggulangi dormansi atau kekerdilan pada tanaman, menginduksi pembungaan dari beberapa tanaman yang peka terhadap fotoperiodisitas dan tanaman lain yang tergantung pada dinginnya temperatur, mengubah jenis kelamin bunga serta menyumbang pembentukan set buah, merangsang pertumbuhan batang dan pada saat yang bersamaan menekan pertumbuhan cabang lateral.

2. Antibiotik
Untuk mempertahankan hidupnya, mikroorganisme menghasilkan antibiotik untuk menekan pertumbuhan mikroorganisme saingan atau musuhnya. Antibiotik ini ternyata memiliki potensi untuk pengendalian penyakit tanaman. Sebagai contoh, antibiotik anti jamur yang bermanfaat untuk mengendalikan jamur patogen adalah griseofulvin, hasil metabolik dari Penicilium griseofulvum dan aureofungin, hasil metablik dari Streptoverticillium cinnamomeum var terricolum. Ternyata disamping berguna untuk mengendalikan penyakit tanaman, antibiotik juga banyak dipakai untuk perangsang pertumbuhan dalam pakan ayam dan ternak, walaupun mekanismenya masih belum jelas.

3. Insektisida Mikroba
Mikroba juga bisa digunakan untuk mengendalikan serangga yang merugikan. Di antaranya adalah Bacillus ThuringiensisSp. yang sanggup menghambat sekitar 130 spesies serangga dan larva, serta dapat ditumbuhkan pada media yang murah. Ada pula galur B. Thuringiensis yang menunjukkan toksisitas yang tinggi terhadap larva nyamuk, namun tidak beracun terhadap larva lepidoptera dan berpotensi juga untuk mengendalikan penyakit malaria pada manusia. Banyak juga agen bakteri lain, jamur serta protozoa yang efisien dan efektif dalam mengendalikan hama serangga pada tanaman.

4. Insektisida berupa Virus
Terdapat lebih dari 300 virus yang telah dikenal dapat secara cepat menginfeksi spesies serangga yang rentan terhadapnya. Tidak seperti virus tanaman atau hewan, virus serangga terselubung dalam kristal protein secara tunggal atau dalam kelompok. Apabila ditlarkan secara sengaja pada populasi tanaman yang terserang hama, virus-virus ini menggandakan diri dengan cepat dan tersebar melalui aliran udara dan air hujan sehingga dapat menjadi insektisida yang kuat.

5. Herbisida Mikroba
Penggunaan mikroba untuk membunuh gulma menggunakan patogen endemik atau eksotik. Penggunaan herbisida mikroba eksotik tergantung pada eratnya kerjasama internasional sedangkan penggunaan herbisida mikroba endemik ekan memerlukan kerjasama nasional dan lokal dari beberapa perwakilan.

Demikian beberapa jenis produk dari mikroba yang bermanfaat untuk pertanian. Walaupun ini merupakan solusi yang organik (alami), namun dalam penerapannya tentu selalu diperlukan kehati-hatian serta penelitian yang mendalam terlebih pada penggunaan mikroba patogen.

PERANAN BAKTERI YANG MENGUNTUNGKAN DI BIDANG PERTANIAN


BAKTERI RHIZOBIUM LEGUMINOSARUM
Bakteri Rhizobium adalah salah satu kelompok bakteri yang berkemampuan sebagai penyedia hara bagi tanaman.
Peran :
Peranan rhizobium terhadap pertumbuhan tanaman khususnya berkaitan dengan masalah ketersediaan nitrogen bagi tanaman inangnya. Pada tanaman legum, Rhizobium mampu mencukupi 80% kebutuhan nitrogen tanaman legum dan meningkatkan produksi antara 10% - 25%. Tanggapan tanaman sangat bervariasi tergantung pada kondisi tanah dan efektivitas populasi asli.
Proses :
Bila bersimbiosis dengan tanaman legum, kelompok bakteri ini akan menginfeksi akar tanaman dan membentuk bintil akar di dalamnya. Akar tanaman tersebut menyediakan karbohidrat dan senyawa lain bagi bakteri melalui kemampuannya mengikat nitrogen bagi akar. Jika bakteri dipisahkan dari inangnya (akar), maka tidak dapat mengikat nitrogen sama sekali atau hanya dapat mengikat nitrogen sedikit sekali. Bintil-bintil akar melepaskan senyawa nitrogen organik ke dalam tanah tempat tanaman polong hidup. Dengan demikian terjadi penambahan nitrogen yang dapat menambah kesuburan tanah.
BAKTERI PASTEURIA PENETRANS
Peran :
Bakteri Pasteuria penetrans sangat potensial untuk dikembangkan sebagai salah satu komponen pengendalian nematoda pada tanaman lada. Pengendalian hayati ini diharapkan dapat mengurangi penggunaan pestisida kimia (nematisida) yang berdampak negatif terhadap lingkungan. Penyakit kuning merupakan salah satu kendala produksi lada di Bangka-Belitung dan Kalimantan. Penyakit tersebut disebabkan oleh nematoda parasit terutama Radopholus similis dan Meloidogyne incognita. Akibat serangan nematoda tersebut, pertumbuhan tanaman menjadi terhambat serta warna daun dan dahan menjadi kuning. Daun-daun yang menguning tidak menjadi layu, tetapi tergantung kaku dan sangat rapuh sehingga secara bertahap akan gugur. Untuk mengendalikan penyakit kuning, para petani lada biasanya menggunakan bahan kimia. Namun, penggunaan bahan kimia secara terus menerus dapat mencemari lingkungan, menimbulkan resurjensi dan resistensi nematoda serta terbunuhnya musuh-musuh alami yang mempunyai peranan dalam menjaga keseimbangan hayati.
Proses :
Nematoda parasit dapat dikendalikan dengan menggunakan agen hayati yang merupakan musuh alaminya, misalnya bakteri Pasteuria penetrans. Bakteri ini tersebar luas di berbagai daerah serta dapat bertahan hidup lama di dalam tanah karena mampu membentuk spora yang tahan terhadap kekeringan dan input pertanian. Dilaporkan bahwa P. penetrans mampu menekan populasi M. incognita pada tanaman tembakau, kacang tanah, dan tomat.
Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat telah membuat tiga macam formula P. penetrans yaitu formula kapsul, pelet, dan kompos. Ketiga formula tersebut telah diuji di laboratorium, rumah kaca maupun di lapang. Hasil pengujian lapang selama 2 tahun di kebun lada petani di Bangka membuktikan bahwa bakteri tersebut mampu menekan populasi nematoda dan perkembangan penyakit kuning serta meningkatkan produktivitas tanaman lada yang terserang nematoda. Kombinasi penggunaan P. penetrans dengan kapur pertanian memberikan hasil yang terbaik.
Untuk formulasi kapsul, tepung akar tomat yang sudah dikeringkan dan disaring dengan cara tersebut di atas, dimasukkan ke dalam kapsul. Setiap kapsul berisi 0,25 g tepung akar.
Untuk pembuatan formulasi pelet, diperlukan bahan pembawa berupa dedak, tepung tapioka, dan tepung terigu. Tepung tapioka dan te pung terigu disaring dengan saringan 200 mesh. Tepung tapioka dimasukkan ke dalam air panas (80 o C) dan diaduk sampai merata. Bahan-bahan lainnya dimasukkan satu demi satu sambil diremas-remas sampai merata. Adonan yang sudah tercampur merata kemudian digiling dengan menggunakan penggiling daging. Hasil gilingan dipotong-potong sepanjang lebih kurang 0,5 cm, kemudian dijemur sampai kering.
Untuk pembuatan formulasi kompos diperlukan sekam bakar, humus bambu, kitin, dan cacahan akar tomat yang sudah mengandung spora P. penetrans masing-masing dengan perbandingan 2:1:0,25:1.

Sabtu, 26 November 2011

TATA TERTIB KONGRESI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SIMALUNGUN 2011


TATA TERTIB KONGRESI BADAN EKSEKUTIF MAHASISWA FAKULTAS PERTANIAN UNIVERSITAS SIMALUNGUN 2011



BAB I
NAMA, WAKTU, TEMPAT
Pasal 1
Nama
Kegiatan ini disebut Kongresi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian 2011-2012Universitas Simalungun

Pasal 2
Waktu
Kongres Badan Eksekutif MahasiswaFakultas Pertanian Universitas Simalungun  dilaksanakan pada hari kamis, tanggal 29 September 2011, pukul 09.00 Wib s/d selesai

Pasal 3
Tempat
Kongres Badan Ekslusif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun  dilaksanakan di Aula Faperta Universitas Simalungun

BAB II
KEDUDUKAN, TUGAS DAN WEWENANG

Pasal 4
Kedudukan
Kongres Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian merupakan Forum tertinggi yang berwenang mengeluarkan keputusan  yang memiliki  kekuatan  hukum tetap dan organisasi kemahasiswaan Fakultas Pertanian

Pasal 5
Tugas
Kongres Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun 2011 mempunyai tugas :
-         Memilih dan menetapkan Majelis Sidang
-         Menetapkan Tatib Kongres Badan Eksekutif   Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun
-         Membahas Membahas Anggaran Dasar / Anggaran Rumah Tangga Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun
-         Membahas laporan pertanggungjawaban Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011 – 2012



Pasal 6
Wewenang
Kongres Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun mempunyai wewenang untuk memberikan mandate kepada Badan Eksekutif Mahasiswa terpilih 2011 – 2012 untuk melaksanakan hasil keputusan Kongresi Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun


BAB III
KRITERIA, HAK DAN KEWAJIBAN PESERTA KONGRES

Pasal 7
Kriteria Peserta Kongres
Peserta Kongresip adalah mahasiswa aktif dalam perkuliahan fakultas pertanian USI

Pasal 8
Hak Peserta Kongres
Peserta Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun Fakultas Pertanian 2011 berhak untuk berbicara, memberikan usul, mengajukan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan bagi Kongresip baik secara lisan maupun tulisan.
Peserta Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun 2011 berhak untuk dipilih dan memilih pada saat pemungutan suara dengan ketentuan satu suara untuk satu peserta kongresip sebelum diputuskan yang perlu kita ketahui calon ketua BEM.

Pasal 9
Kewajiban Peserta Kongres
Setiap peserta kongresip Badan Eksekutif Fakultas Pertanian Mahasiswa Universitas Simalungun 2011 wajib untuk :
1.      Melaksanakan Tata Tertib Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Pertanian Universitas Simalungun 2011
2.      Mengikuti seluruh agenda persidangan
3.      Meminta persetujuan kepada Pimpinan Majelis Sidang jika hendak meninggalkan maupun memasuki ruangan
4.      Hadir 10 menit sebelum pesidangan dimulai
5.      Tidak membuat keributan di Kongresip
6.      Mengisi daftar hadir yang telah disediakan oleh Panitia





BAB IV
KRITERIA, HAK DAN KEWAJIBAN KONGRESIP

Pasal 10
Kriteria Kongres
1.      Peninjau kongres merupakan utusan yang dihunjuk oleh masing – masing BEM Fakultas Unibersitas Simalungun 2011 yang memiliki surat mandate dari BEM Fakultas Pertanian.
2.      Peninjau Kongres adalah mahasiswa sesuai dengan jumlah yang sudah ditentukan atau terdaftar pada surat mandate delegasi oleh Fakultas yang bersangkutan
3.      Peninjauan Kongres terdiri dari mahasiswa aktif yang diberi mandate oleh Fakultas, undangan, alumni.

Pasal 11
Hak Peninjau Kongresip
Peninjau Kongresip berhak untuk berbicara, memberikan usul, mengajukan pendapat, bertanya dan menjawab pertanyaan bagi Kongres baik secara lisan maupun tulisan.
Peserta Kongres berhak untuk dipilih dan memilih baik pada saat pemungutan suara / voting

Pasal 12
Kewajiban Peninjau Kongresip
Setiap perserta kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011 wajib untuk :
1.      Melaksanakan Tata Tertib Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011
2.      Meminta pesetujuan kepada Pimpinan Majelis Sidang jika hendak meninggalkan maupun memasuki ruangan
3.      Mengisi Daftar Hadir yang telah disediakan


BAB V
HAK DAN KEWAJIBAN MAJELIS PERSIDANGAN

Pasal 13
Hak
1.      Menentukan siapa yang berbicara, yang lama membicaranya serta menghentikan pembicaraan bila menyimpang dari topic pembicaraan
2.      Menskor ( mengentikan persidangan )





Pasal 14
Kewajiban
1.      Membuka dan menutup persidangan
2.      Mengarahkan persidangan dan menjembatani setiap permasalahan yang timbul dalam persidangan
3.      Memimpin dan mengarahkan persidangan dengan adil dan bijaksana, sistematis dan efektif secara demokrasi


BAB VI
MEKANISME PERSIDANGAN

Pasal 12
Pimpinan Sidang
Dalam siding dipimpin oleh Majelis siding yang terdiri dari Ketua Majelis Sidang, Wakil Ketua Majelis Sidang dan Sekretaris Majelis Sidang.
Sekretaris Majelis Sidang bertugas mencatat semua yang dibicarakan pada saat persidangan dan mencatat kesimpulan – kesimpulan yang telah menjadi kesepakatan dalam Kongresip

Pasal 13
Voting
Voting adalah mekanisme pengambilan keputusan jika perdebatan tidak mempunyai jalan keluar, Keputusan voting dinyatakan sah berdasarkan suara terbanyak.

Pasal 14
Interupsi
1.      Peserta / Peninjau kongresip dapat mengajukan interupsi selama Mejelis siding mempersilahkan untuk berbicara
2.      Interupsi hanya dapat disetujui oleh Ketua Majelis Sidang









BAB VII
SANKSI

Pasal 15
1.      Sanksi diberikan kepada peserta atau peninjau yang melanggar aturan Tata Tertib yang telah disepakati bersama
2.      Sanksi dapat berupa peringatan atau dapat pula berupa tindakan pengeluaran dari persidangan setelah mendapat persetujuan dari peserta sidang
3.      Peserta sidang dapat langsung dikeluarkan oleh Mejelis Sidang apabila sudah mendapat peringatan atau teguran sebanyak 3 kali
4.      Peserta yang dikeluarkan tidak dapat mengikuti persidangan selama pembahasan 1 kali rancangan ketetapan dan keputusan
5.      Peserta yang melanggar kesalahan pertama, apabila melanggar kesalahan yang sama maka mejelis sedang berhak menskor peserta selama persidangan berlangsung atas persetujuan forum.

BAB VII
KEABSAHAN

Pasal 16
1.      Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011 dinyatakan dengan sah dan dapat mengambil keputusan apabila dihadiri sekurang – kurangnya atau ½ n + 1 dari jumlah peserta / delegasi
2.      Apabila ketentuan diatas belum dapat dipenuhi sesuai dengan waktu yang ditentukan maka persidangan dapat untuk dilanjutkan. Setelah menunggu selama 1 x 15 menit dan sidang dapat dibuka /dilanjutkan tanpa memperhatikan Quarum
3.      Selama Kongresip Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011 berlangsung diupayakan untuk mengambil keputusan dengan jalan mengambil musyawarah mufakat dan jika diperlukan, keputusan dapat diambil melalui pemungutan suara/voting

Pasal 17
Lain – lain
Hal – hal lain yang diatur dalam rancangan tata tertib ini, akan diatur kemudian oleh MAjelis Pimpinan Sidang terpilih saat Kongresip, setelah mendengar usul – usul dan pandangan dari peserta /peninjau pemilihan Badan Eksekutif Mahasiswa Universitas Simalungun 2011.





Rabu, 23 November 2011

TIENS GILDEN HARVEST




Latar belakangmanusia hewan dan tumbuhan merupakan mahluk hidup yang memiliki keterkaitan satu sama lain

Latar belakangmanusia hewan dan tumbuhan merupakan mahluk hidup yang memiliki keterkaitan satu sama lain

Latar belakang fotosintesis merupakan proses utama yang dilakukan oleh tumbuhan










BAB I.PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fotosintesis merupakan proses utama yang dilakukan oeleh tumbuhan. Sesuai dengan fungsinya yaitu mengolah bahan makanan menjadi energi. Tanpa adanya energy, semua makhluk hidup tidak dapat melakukan aktivitas. Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa fotosintesis merupakan proses vital yang wajib terjadi pada tumbuhan.
Selain itu, hasil dari proses fotosintesis juga dimanfaatkan oleh makhluk hidup lain untuk menimbulkan energi pula. Sehingga, fotosintesis merupakan proses yang penting untuk dipelajari.
B. Tujuan
1. Mengetahui proses-proses yang terjadi pada peristiwa fotosintesis.
2. Mempelajari reaksi-reaksi yang terjadi peda proses fotosintesis.
C. Rumusan Masalah
1. Apakah yang dimaksud dengan fotosintesis?
2. Percobaan apa saja yang berhubungan dengan fotosintesis?
3. Bagaimana proses fotosintesis?
4. Faktor – faftor apa saja yang mempengaruhi fotosintesis?
5. Apakah peran cahaya dalam fotosintesis
BAB II
PEMBAHASAN
A. Pengertian
Fotosintesis : Peristiwa penyusunan zat organik (gula) dari zat anorganik (CO2 dan H2O) dengan pertolongan energi cahaya. Karena bahan baku yang digunakan adalah CO2 (zat karbon) maka fotosintesis dapat pula disebut asimiliasi karbon. Proses pembuatan makanan pada tumbuhan hijau dapat terjadi dengan bantuan:
· sinar matahari,
· air,
· garam mineral yang diserap,
· karbondioksida dari udara diubah menjadi zat makanan.
B. Percobaan yang Berhubungan dengan Fotosintesis
1. Ingenhousz
Orang pertama yang melakukan penelitian adalah Jan Ingenhousz. Ia memasukkan Hydrilla verticillata dalam bejana yang berisi air. Bejana ditutup dengan corang terbalik dan diatasnya diberi tabung reaksi yang diisi air sampai penuh. Bejana tersebut diletakkan di terik matahari, kemudian muncul gelembung udara dari tumbuhan itu. Gelembung idara tersebut menandakan adanya gas yaitu oksigen. Ingenhousz menyimpulkan bahwa fotosintesis menghasilkan oksigen.
2. T.W Engelmann
Ia melakukan percobaan dengan menggunakan alga spirogyra. Hanya kloroplas yang terkena cahaya yang mengeluarkan oksigen. Hal tersebut dibuktikan dengan banyaknya bakteri yang berkerumun di bagian kloroplas yang terkana cahaya. Sehingga disimpulkan bahwa:
a. Fotosintesis dilakukan oleh kloroplas
b. Kloroplas hanya berfotosintesis jika terkena cahaya.
3. J.V. Sachs
Ia membuktikan bahwa fotosintesis menghasilkan amilum. Caranya, daun dibungkus kertas timah dan dibiarkan terkena cahaya matahari sejak pagi hingga sore. Kemudian daun tersebut direbus untuk mematikan sel-selnya. Kemudian daun tersebut dimasukkan dalam alcohol agar klorofilnya larut dan daun menjadi pucat. Kemudian ditetesi dengan iodine, sehingga bagian yang pucat tetap pucat sedangkan yang tidak tertutup berwarna biru kehitaman. Warna tersebut menandakan bahwa di daun terdapat amilum.
4. Robert Hill
Hill membuktikan bahwa energi cahaya untuk memecah air (fotolisis), disebut reaksi terang yang terjadi di grana.
5. Blackman
Blacman membuktikan bahwa reduksi karbon dioksida oleh H2 tanpa keterlibatan langsung dari cahaya, disebut reaksi gelap yang terjadi di stroma.
C. Proses Fotosintesis
Fotosintesis merupakan proses menggabungkan CO2, H2O menjadi gula dengan menggunakan energi cahaya dengan menggunakan organel yang disebut kloroplas.
Proses fotosintesis dibagi menjadi dua reaksi yaitu :
a. Reaksi Terang
Reaksi terang merupakan langkah-langkah mengubah energy matahari menjadi energy kimia. Cahaya yang diserap oleh klorofil menggerakkan transport electron dan hydrogen dari air ke penerima ( aseptor ) yang disebut NADP+ yang berfungsi sebagai pembawa electron dalam respirasi seluler. Reaksi terang menggunakan tenaga matahari untuk mereduksi NADP+ menjadi NADPH dengan cara menambahkan sepasang electron bersama dengan nucleus hydrogen atau H+. Reaksi terang juga menghasilkan ATP dengan memeberi tenaga bagi penambahan gugus fosfat yang pada ADP, proses ini disebut fotofosforilasi.
Reaksi terang terjadi di grana, persisnya di membran tilakoid. Reaksi terang menggunakan 2 fotosistem yang berhubungan. Fotosistem I menyerap cahaya dengan panjang gelombang 700 nm maka disebut P700, berfungsi untuk menghasilkan NADPH. Fotosistem II menyerap cahaya dengan panjang gelombang 680 nm maka disebut P680, berfungsi untuk membuat potensial oksidasi cukup tinggi sehingga bisa memecah air. Bila bekerja bersama, 2 fotosistem ini melakukan proses fotofosforilasi non-siklik yang menghasilkan ATP dan NADPH. Fotosistem I mentransfer elektron ke NADP+ untuk membentuk NADPH. Kehilangan elektron digantikan oleh elektron dari fotosistem II. Fotosistem II dengan potensial oksidasinya yang tinggi dapat memecah air untuk menggantikan elektron yang ditransfer ke fotosistem I. Kedua fotosistem ini dihubungkan oleh kompleks pembawa elektron yang disebut sitokrom/komplek b6-f. Kompleks ini menggunakan energi dari pemindahan elektron untuk memindahakan proton dan mengaktifkan gradien proton yang digunakan oleh enzim ATP sintase.

Penyakit pada tumbuhan

Penyakit pada tumbuhan – Salah satu faktor pembatas dalam usaha menaikkan produksi tanaman adalah adanya serangan hama. Kerugian yang disebabkan oleh serangan hama di dunia diperkirakan 13% dan produksi total. Di Amerika Serikat diperkirakan lebih dari 10 ribu juta dolar digunakan untuk mengatasi persoalan hama (Gatehouse et a/., 1994). Di Indonesia, pada tahun 1976-1977 lebih dari 450.000 ha sawah yang ditanami padi diserang oleh hama wereng coklat dan kerugian yang disebabkan oleh hama tersebut mencapai 100 juta dolar (Oka dan Bahagiawati, 1982). Hama yang menyerang suatu jenis tanaman adalah suatu kompleks hama. Misalnya tanaman padi sering didatangi oleh hama, tidak hanya wereng coklat tetapi hama Iain seperti penggerek batang, ulat pemakan daun, wereng punggung putih dan hijau, aphid, dan lain sebagainya. Tanaman kapas juga mempunyai kompleks hama yang berbeda dengan tanaman padi. Hama-hama kapas adalah penggerek daun, penggerek batang, penggerek buah, dan Iain sebagainya. Demikian pula dengan jagung, kedelai, dan tanaman lain yang juga mempunyai beberapa hama utama dan hama minornya.

Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian insektisida. Teknologi ini merupakan teknologi yang populer karena efeknya dapat dilihat dalam waktu tidak lama setelah aplikasi dan mudah diperoleh bila diperlukan. Namun teknologi ini relatif mahal terutama bagi petani di negara yang sedang berkembang. Di samping itu, teknologi insektisida berbahaya bagi manusia, hewan, dan spesies bukan sasaran serta lingkungan jika dilakukan tidak sesuai dengan prosedur. Penggunaan pestisida secara tidak bijaksana dapat menimbulkan persoalan (1) hama resisten, (2) petani keracunan pestisida, (3) residu pestisida pada hasil pertanian, (4) pengrusakan pada agen pengendali hayati dan serangga polinator, (5) polusi pada air tanah, dan (6) menurunkan biodiversitas serta mempunyai pengaruh negatif pada hewan bukan target termasuk mamalia, burung, dan ikan (Agne et a/., 1995).
Teknologi lain yang dapat dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian varietas tahan. Di Indonesia, varietas tahan yang telah digunakan untuk pengendalian hama wereng coklat adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW). Namun demikian, tidak semua hama mempunyai varietas tahan dan jika ada sumber plasma nutfah yang mengandung gen tahan terhadap hama tertentu jumlahnya sangat terbatas. Misalnya pada tanaman padi, hanya gen tahan wereng coklat dan wereng hijau yang telah diidentifikasi dan dapat digunakan dalam proses perbaikan tanaman untuk tahan hama, sedangkan hama lainnya seperti penggerek batang dan hama pemakan daun, sampai saat ini belum ditemukan gen tahan yang dapat dipakai dalam proses pemuliaan. Demikian juga dengan tanaman lain seperti jagung, kapas, dan kedelai.
Dengan berkembangnya teknologi rekombinan DNA telah membuka pintu untuk merakit tanaman tahan hama dengan rekayasa genetika. Teknologi ini mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan teknologi konvensional, yaitu
(1) memperluas pengadaan sumber gen resistensi karena dengan teknologi ini kita dapat menggunakan gen resisten dari berbagai sumber, tidak hanya dari tanaman dalam satu spesies tetapi juga dari tanaman yang berbeda spesies, genus atau famili, dari bakteri, fungi, dan mikroorganisme lain,
(2) dapat memindahkan gen spesifik ke lokasi yang spesifik pula di tanaman,
(3) dapat menelusuri stabilitas gen yang dipindahkan atau yang diintroduksi ke tanaman dalam setiap generasi tanaman,
(4) dapat mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event transformasi sehingga dapat memperpendek waktu perakitan tanaman multiple resistant, dan
(5) perilaku dari gen yang diintroduksi di dalam lingkungan tertentu dapat diikuti dan dipelajari, seperti kemampuan gen tersebut di dalam tanaman tertentu untuk pindah ke tanaman lain yang berbeda spesiesnya (outcrossing), dan dampak negatif dari gen tersebut di dalam tanaman tertentu terhadap lingkungan dan organisme bukan target (Bahagiawati, 2000a).
Tanaman transgenik Bt mengalami kemajuan komersial yang sangat nyata. Pertama dilepas secara komersial pada tahun 1996 hanya meliputi luas areal 1,1 ha. Pada tahun 1999 luas pertanamannya sudah mencapai 11,7 juta ha yang ditanam di USA, Kanada, Australia, Cina, Afrika Selatan, Spanyol, Perancis, Argentina, dan Meksiko (James, 1999).
Dari pengalaman selama lima tahun, ternyata tanaman transgenik tahan hama dapat menurunkan ketergantungan petani pada pestisida. Dengan demikian, menurunkan polusi lingkungan dan keracunan pada hewan dan manusia, misalnya petani kapas Bt di Arizona, USA. Penanaman kapas Bt pada tahun 1997 menurunkan 5,4 kali semprot untuk hama target pink bollworm dan penghematan tersebut jika diuangkan mencapai US$ 80 per acre (Carriere et ai, 2001). Secara umum, penanaman kapas Bt secara global menurunkan pemakaian pestisida sebesar 10-15% (Roush, 1994).
Pengendalian dengan pestisida maupun varietas tahan (tradisional maupun transgenik) mengalami permasalahan, yaitu resistensi serangga hama terhadap bahan aktif baik di pestisida maupun dalam tanaman (Bahagiawati, 2000b; 2001a; 2001b). Resistensi adalah suatu proses di rnana populasi hama terseleksi dan setelah beradaptasi, dapat hidup dan berkembang biak jika dihadapkan pada suatu jenis pestisida atau tanaman tahan di mana terjadinya proses seleksi dan adaptasi tersebut. Untuk mengendalikan populasi hama tanaman yang telah resisten terhadap pestisida maupun varietas tahan, selain sulit, juga memerlukan biaya yang besar. Resistensi hama mempunyai basis genetik, lingkungan, dan faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan resistensi tersebut. Resistensi ini seyogyanya dapat dikendalikan dengan manajemen resistensi yang sesuai.
Pada saat ini, lebih dari 40 tanaman transgenik telah dilepas secara komersial di dunia. Jumlah ini akan terus meningkat pada tahun-tahun rnendatang (Whalon dan Norris, 1999). Pengalaman membuktikan bahwa hama serangga dapat beradaptasi dengan faktor resisten, sehingga perhatian akan perkembangan serangga menjadi resisten dan cara untuk mengontrol resistensi tersebut harus diperhatikan secara serius. Masalah yang disebabkan oleh daya adaptasi serangga terhadap pestisida dan varietas tahan, baik yang dibuat secara konvensional maupun dengan rekayasa genetika dapat menyebabkan biaya yang tinggi. Biaya ini dapat berupa hilangnya kepercayaan masyarakat petani pada pemerintah/perusahaan penghasil benih dan lembaga terkait lainnya dan dapat menyebabkan masa pakai/jual yang pendek terhadap produk yang dihasilkan.

MACAM-MACAM PENYAKIT TANAMAN
Secara umum penyakit tumbuhan dapat dapat diklasifikasikan atau dikelompokan sebagai berikut :
I. Penyakit tumbuhan yang bersoifat infeksi atau (parasit)
1. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
2. Penyakit yang disebabkan oleh prokariota (bakteri dan
mikoplasma)
3. Penyakit yang disebabkan oleh tumbuhan tinggi parasit
4. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan viroid
5. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda
6. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa
II. Penyakit non-infektif, atau abiotik (fisiopath) adalah penyakit
yang disebabkan oleh:
1. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
2. Kekurangan atau kelebihan kelembaban tanah
3. Kekurangan atau kelebihan cahaya
4. Kekurangan oksigen
5. Polusi udara
6. Difesiensi hara
7. Keracunan hara
8. Kemasaman atau salinitas
9. Toksisitas pestisida
10. Kultur teknis yang salah
Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang oleh patogen (parasit) atau dipengaruhi oleh agensia abiotik (fisiopath). Oleh karena itu, untuk terjadinya penyakit tumbuhan, sedikitnya harus terjadi kontak dan terjadi interaksi
antara dua komponen (tumbuhan dan patogen). Jika pada saat terjadinya kontak dan untuk beberapa saat kemudian terjadi keadaan yang sangat dingin, sangat panas, sangat kering, atau beberapa keadaan ekstrim lainnya, maka patogen
mungkin tidak mampu menyerang atau tumbuhan mungkin mampu menahan serangan, meskipun telah terjadi kontak antara keduanya, penyakit tidak berkembang. Nampaknya komponen ketiga juga harus terdapat untuk dapat berkembangnya penyakit. Akan tetapi, masing-masing dari ketiga komponen tersebut dapat memperlihatkan keragaman yang luar biasa, dan apabila salah satu komponen tersebut berubah, maka akan mempengaruhi tingkat serangan penyakit dalam individu tumbuhan atau dalam populasi tumbuhan.
Interaksi ketiga komponen tersebut telah umum digambarkan sebagai suatu segitiga, umumnya disebut segitiga penyakit (disease triangle). Setiap sisi sebanding dengan total jumlah sifat-sifat tiap komponen yang memungkinkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh, jika tumbuhan bersifat tahan, umumnya pada tingkat yang tidak menguntungkan atau dengan jarak tanam yang lebar maka segitiga penyakit – dan jumlah penyakit – akan kecil atau tidak ada, sedangkan jika
tuimbuhan rentan, pada tingkat pertumbuhan yang rentan atau dengan jarak tanam rapat, maka sisi inangnya akan panjang dan jumlah potensial penyakit akan bertambah besar. Dengan cara yang sama, patogen lebih virulen, dalam jumlah berlimpah dan dalam keadaan aktif, maka sisi patogen akan bertambah panjang dan jumlah potensial penyakitnya lebih besar. Juga keadaan lebih menguntungkan yang membantu patogen, sebagai contoh suhu, kelembaban dan angin yang dapat menurunkan tingkat ketahanan inang, maka sisi lingkungan akan menjadi lebih panjang dan jumlah potensial penyakit lebih besar.

Minggu, 20 November 2011

Analis Usahatani Padi Sawah Dengan Pendekatan PTT

Pada umumnya petani  tidak mencatat dan menghitung secara rinci biaya dan penerimaan dari usahatani padi sawah. Hal ini disebabkan, pengetahuan petani yang masih rendah dan merasa tidak perlu.  Akan tetapi untuk mengetahui  tingkat pendapatan dan keuntungan yang diperoleh, maka perlu dilakukan analisis usahatani.
Komponen analisis tersebut dibedakan atas dua komponen yaitu : 1) komponen biaya, meliputi: a) sewa traktor  dan pengolahan tanah,  b) saprodi, c) tenaga kerja dan biaya lainnya (sewa pompa air), 2) komponen pendapatan, meliputi : a) produksi b) harga gabah kering giling (GKG) dan c) penerimaan. Keuntungan finansial usahatani diperoleh selisih penerimaan dengan total biaya produksi.
Secara rinci analisis usahatani padi sawah dengan pendekatan PTT disajikan pada Tabel di bawah ini
Analisis usahatani padi sawah di lahan sawah semi intensif,

Komponen Biaya  dan Pendapatan
Sebelum Prima Tani (Tanpa Pendekatan  PTT) (Rp)
Setelah Prima Tani     (Pendekatan PTT) (Rp)
A. Biaya
 
1. Saprodi
 
 
    -  Benih 
179.000
196.200
    -  Urea 
137.500
189.500
    -  SP-36 
99.830
182.400
    -   KCl
91.200
116.500
    -  Pupuk Kandang
-
77.300
    -  Pestisida/herbisida
89.200
129.800
2. Tenaga Kerja
 
 
     - Persiapan lahan
190.000
197.700
    - Pengolahan tanah
600.000
600.000
    - Cabut bibit
150.000
150.000
    -  Penanaman
450.000
450.000
    -  Pemupukan 
120.000
108.400
    - Penyiangan
150.000
160.100
    - Penyemprotan
90.000
85.800
    - Panen dan merontok
636.470
759.700
    - Jemur
80.000
99.800
   -  Lainnya
159.000
179.300
Total Biaya
3.222.200
3.682.500
B. Pendapatan
 
 
  • Produksi (kg)
2.030
3.660
  • Harga GKG (Rp/Kg)
1.800
1.800
  • Pendapatan (Rp/ha/MT)
3.654.000
6.588.000
C. Keuntungan (Rp)
431.800
2.905.500
D. R/C Rasio
1,13
1.79
E. MBCR
 
6.37                              
 
Tabel di atas menunjukan bahwa hampir pada semua komponen biaya dan komponen penerimaan terjadi perbedaan antara sebelum dan setelah menerapkan pendekatan PTT. Biaya yang tidak mengalami perubahan adalah pengolahan tanah,  tanam, dan cabut bibit. Hal tersebut disebabkan tidak adanya perubahan jasa sewa traktor sebelum dan setelah penerapan PTT.
Biaya yang mengalami peningkatan perubahan adalah biaya bahan yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan herbisida.  Sebelum penerapan pendekatan PTT, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.596.730,- sedangkan setelah penerapan pendekatan PTT naik menjadi Rp. 891.700,- atau terjadi kenaikan sebesar 0,49 %. Hal ini disebabkan oleh harga benih unggul lebih mahal, volume pupuk yang diaplikasikan setelah penerapan PTT lebih besar (sesuai dengan kebutuhan analisis tanah), dan penggunaan pestisida dan herbisida yang lebih besar pula, sehingga akan berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan persiapan lahan, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, panen, merontok, penjemuran dan biaya lainnya, setelah menerapkan pendekatan PTT mengalami kenaikan pula sebesar Rp.460.300.- Hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas padi setelah menerapkan pendekatan PTT, sehingga memerlukan tambahan curahan tenaga kerja, terutama pada kegiatan panen dan merontok.
Meningkatnya produktivitas padi petani setelah menerapkan pendekatan PTT diikuti oleh peningkatan keuntungan finansial. Sebelum melakukan pendekatan PTT, produktivitasnya hanya 2,03 t/ha/MT, namun setelah menerapkan pendekatan PTT produktivitasnya meningkat menjadi 3,66 t/ha/MT, atau terjadi peningkatan hasil sebesar 80.30%. Keuntungan finansial petani sebelum menerapkan pendekatan PTT sebesar Rp. 431.800/ha/MT dan setelah  setelah menerapkan pendekatan PTT meningkat menjadi  Rp. 2.905.500/ha/MT dengan harga GKP Rp. 1.800,-.
Begitu pula jika dilihat dari kelayakan usahanya, terjadi peningkatan nilai R/C rasio dari sebesar 1,13 menjadi 1,79. Secara keseluruhan, dengan analisis MBCR diketahui bahwa perubahan teknologi yang diintroduksikan layak secara ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai MBCR > 1 yaitu sebesar 6,37 yang berarti tambahan biaya untuk penerapan teknologi sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar  Rp. 6.370.
Implementasi model  PTT di tingkat petani yang dilaksanakan sesuai anjuran selain dapat meningkatkan hasil GKP juga dapat meningkatkan efisiensi input produksi seperti penggunaan benih dan pupuk masing-masing 35-40% dan 30-66%, sehingga dapat meningkatkan keuntugan sebesar Rp.2,7 juta/ha dibanding dengan petani yang tidak menerapkan PTT.