MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Kamis, 23 Februari 2012

STRATEGI PENGEMBANGAN USAHA MIKRO, KECIL DAN MENENGAH (UMKM) DI INDONESIA

PENDAHULUAN
Badai krisis ekonomi yang mulai terjadi pada pertengahan 1997 telah menerpa hampir semua sendi-sendi perekonomian dan bisnis di Indonesia. Hal ini dirasakan langsung oleh sektor perbankan dan bisnis korporasi, terbukti dengan ditutupnya operasi delapan buah bank secara bersamaan dan lumpuhnya unit-unit bisnis beraset milyaran hingga trilyunan rupiah. Akan tetapi tidak demikian halnya yang terjadi pada sektor usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang ternyata memiliki kelenturan tersendiri menghadapi badai krisis tersebut. Hal ini antara lain disebabkan oleh tingginya local content pada faktor-faktor produksi mereka, baik pada penggunaan bahan baku maupun permodalan. Selain itu, usaha mereka pada umumnya berbasis pada basic needs masyarakat luas dan memiliki keunggulan komparatif.
Usaha mikro kecil dan menengah merupakan suatu subyek yang penting dalam analisa kebijakan pemerintah Indonesia, yang didasari oleh beberapa alasan (Hill, 2001). Pertama, UMKM di negara manapun memainkan suatu peran yang sangat penting di dalam pembangunan ekonomi. Mereka secara khas mempekerjakan 60% atau lebih banyak lapangan kerja industri dan menghasilkan sampai separuh output. UMKM merupakan suatu komponen penting dalam proses industrialisasi yang lebih luas.
Kedua, UMKM merupakan sarana untuk mempromosikan bisnis pribumi dan oleh karena itu sebagai alat redistribusi aset secara etnik. Lebih umum lagi, ada suatu pemisahan antara standar pendekatan ahli ekonomi terhadap intervensi kebijakan, yang menekankan solusi orientasi pasar sebagai kunci pembangunan ekonomi yang cepat.
Ketiga, tidak bisa diasumsikan bahwa jenis kebijakan yang sama yang dikeluarkan untuk industri besar akan berlaku bagi UMKM. UMKM menunjukkan suatu konsentrasi aktivitas khusus dalam industri. Mereka biasanya memperlihatkan suatu konsentrasi yang lebih sedikit di sekitar pusat kota dibandingkan dengan perusahaan besar. Hanya sebagian kecil UMKM yang dimiliki oleh orang asing (atau pemerintah) dan hanya sedikit yang berorientasi ekspor, paling tidak ekspor langsung.
Keempat, pengalaman internasional menyatakan bahwa sektor UMKM kondusif bagi pertumbuhan industri yang cepat dan merupakan struktur industri yang fleksibel. Taiwan sering dijadikan sebagai suatu contoh perekonomian yang dibangun atas dasar sektor UMKM yang efisien.
Thee (1993 : 109) mengemukakan bahwa pengembangan industri kecil adalah cara yang dinilai besar peranannya dalam pengembangan industri manufaktur. Pengembangan industri berskala kecil akan membantu mengatasi masalah pengangguran mengingat teknologi yang digunakan adalah teknologi padat karya, sehingga bisa memperbesar lapangan kerja dan kesempatan usaha, yang pada gilirannya mendorong pembangunan daerah dan kawasan pedesaan.
Akhirnya, sekarang ada minat tertentu terhadap UMKM di Indonesia karena sektor ini nampak mampu menghadapi krisis ekonomi 1997-1998 dengan lebih baik daripada unit industri yang lebih besar.
DEFINISI USAHA MIKRO KECIL DAN MENENGAH
Di Indonesia, terdapat beberapa definisi yang berbeda-beda tentang UMKM. Pendefinisian ini antara lain dikeluarkan oleh Badan Pusat Statistik, Departemen Koperasi dan UKM, Bank Indonesia, dan juga oleh Bank Dunia.
UMKM di Indonesia memiliki karakteristik yang hampir seragam. Menurut Kuncoro (2007) ada empat karakteristik yang dimiliki oleh kebanyakan UMKM di Indonesia. Pertama, tidak adanya pembagian tugas yang jelas antara bidang administrasi dan operasi. Kebanyakan industri kecil dikelola oleh perorangan yang merangkap sebagai pemilik sekaligus pengelola perusahaan yang memanfaatkan tenaga kerja dari keluarga dan kerabat dekatnya. Kedua, rendahnya akses terhadap lembaga-lembaga kredit formal sehingga mereka cenderung menggantungkan pembiayaan usahanya dari modal sendiri atau sumber-sumber lain seperti keluarga, kerabat, pedagang, perantara, bahkan rentenir. Ketiga, sebagian besar usaha ini belum memiliki status badan hukum. Keempat, hampir sepertiga UMKM bergerak pada kelompok usaha makanan, minuman, dan tembakau (ISIC31), barang galian bukan logam (ISIC36), tekstil (ISIC32), dan industri kayu, bambu, rotan, rumput, dan sejenisnya termasuk perabot rumah tangga (ISIC33).
TREND UMKM DI INDONESIA
Konsentrasi UMKM kecenderungannya berada di luar kota utama dan pusat industri. Share UMKM dalam output industri di Jakarta adalah di bawah rata-rata nasional, meskipun sedikit di bawah kasus ketenaga-kerjaan. Sebagian dari provinsi yang mempunyai suatu tradisi yang kuat tentang usaha skala kecil, yaitu pengusaha kecil pedesaan di Jawa Tengah, Yogyakarta, dan Bali memiliki share UMKM yang lebih tinggi, seperti halnya sebagian provinsi yang lebih terpencil seperti Nusa Tenggara dan beberapa bagian dari Sulawesi. Tetapi di beberapa provinsi yang lebih mudah terindustrialisasi, seperti yang ada di Kalimantan, juga mempunyai share UMKM yang rendah. Bagian dari penjelasan untuk pola yang tak diduga ini adalah bahwa sejumlah kecil industri di mana perusahaan besar lebih dominan seperti pupuk dan plywood mencatat sebagian besar nilai tambah industri regional. Jika industri ini tidak dimasukkan, atau jika sejumlah kecil konsentrasi regional di mana mereka dikeluarkan, suatu pola UMKM yang dominan akan muncul.
Dilihat dari persentase kontribusi tenaga kerja dan nilai tambah antar propinsi di Indonesia, untuk tahun 1999, Propinsi Jawa Tengah memilki kontribusi paling besar dibandingkan dengan propinsi lainnya di Indonesia. Gambaran lebih jelas, dalam grafik berikut (Kuncoro 2007; 367).
Perkembangan peran UMKM yang besar ditunjukkan oleh jumlah unit usaha dan pengusaha, serta kontribusinya terhadap pendapatan nasional, dan penyediaan lapangan kerja. Pada tahun 2003, persentase jumlah UMKM sebesar 99,9 persen dari seluruh unit usaha, yang terdiri dari usaha menengah sebanyak 62,0 ribu unit usaha dan jumlah usaha kecil sebanyak 42,3 juta unit usaha yang sebagian terbesarnya berupa usaha skala mikro. Pada tahun 2004 jumlah UMKM diperkirakan telah melampaui 44 juta unit UMKM dan telah menyerap lebih dari 79,0 juta tenaga kerja atau 99,5 persen dari jumlah tenaga kerja pada tahun yang sama. Jumlah tenaga kerja ini meningkat rata-rata sebesar 3,10 persen per tahunnya dari posisi tahun 2000. Kontribusi UMKM dalam produk domestik bruto pada tahun 2003 adalah sebesar 56,7 persen dari total PDB nasional, naik dari 54,5 persen pada tahun 2000.
SUMBER-SUMBER PERTUMBUHAN PRODUKTIVITAS UMKM
Peningkatan produktivitas (tenaga kerja atau total faktor produksi) dicapai melalui mekanisme yg bervariasi. Upgrading teknologi adalah satu di antaranya dan dalam pengertian yang lebih luas, meliputi tidak hanya permesinan yang lebih baik tetapi juga peningkatan dalam area seperti tempat kerja organisasi, penanganan inventori dan disain produk. Adalah dapat diterima bahwa perusahaan kecil akan sedikit lebih mampu menangani proses ini dengan sukses dengan kehendak mereka sendiri dibanding perusahaan besar. Maka, banyak perhatian telah diberikan kepada kemungkinan peran kluster dan sub kontrak dan aturan yang mendukung perkembangannya yang dengan mudah dapat diakses oleh perusahaan kecil, dan sistem pendukungan kolektif, mencakup sektor publik dan asosiasi swasta.
Sumber Peningkatan Teknologi
Berry dan Levy (1999) dalam Berry et. al. (2001) menjelaskan bahwa dari analisa mereka tentang sumber kemampuan teknologi untuk UMKM eksportir mebel rotan, garmen dan mebel kayu, ada beberapa sumber peningkatan teknologi. Salah satunya adalah saluran pribadi (yaitu suplier peralatan atau pembeli), yang telah menjadi mekanisme yang dominan untuk memperoleh kemampuan teknis di ketiga sektor. Para pembeli asing menjadi sumber yang paling utama dari pendukungan teknologi luar (dan pendampingan pemasaran luar) di ketiga industri. Karyawan ekspatriat menjadi sumber paling utama yang kedua dari kapasitas teknologi di dalam industri garmen dan rotan, dua industri di mana Indonesia telah muncul sebagai produsen penting. Para suplier peralatan dinilai sebagai sumber kedua penyedia informasi teknologi yang bermanfaat. Di sisi lain, konsultan pribadi dinilai memiliki arti penting yang terbatas seperti penyedia sektor publik, asosiasi industri dan “bapak angkat”.
Kedua, sub kontrak dapat meresap dalam ketiga industri, dan telah menjadi krusial, untuk memanfaatkan ketrampilan tradisional untuk produksi ekspor. Ketiga, tenaga kerja ekspatriat adalah suatu mekanisme yang kuat untuk memperoleh kemampuan teknologi di sektor garmen dan rotan, tetapi praktek ini dipusatkan tak sebanding antar usahawan non-pribumi (sebagian besar Cina) yang memperoleh keuntungan dari embel-embel komunitas etnik.
Sub Kontrak
Sub kontrak telah memainkan suatu peran penting dalam pengintegrasian UMKM ke dalam sektor manufaktur dinamis di negara-negara seperti Korea dan Jepang. Dalam suatu studi industri mebel di Jepara, Sandee et. al. (2000) seperti dikutip oleh Berry et. al.(2001), menemukan satu fungsi dari kapasitas intern antar eksportir akan melakukan pengendalian mutu dan untuk menentukan subkontraktor baru yang mampu dari karyawan mereka.
Sub kontrak didukung oleh pesanan ekspor besar, order yang berfluktuasi, dan resiko yang berhubungan dengan suatu investasi berat oleh perusahaan tunggal. Dalam keadaan demikian biaya-biaya yang lebih rendah bisa dicapai oleh subkontraktor sebab mereka membayar gaji yang lebih rendah dibanding perusahaan besar, mereka mengkhususkan di dalam tugas spesifik yang dilaksanakan secara sangat efisien, dan mereka mampu mengurangi biaya-biaya modal dengan berbagi peralatan dengan perusahaan tetangga. Kekerabatan, persahabatan atau kontak bisnis sebelumnya juga mendorong sub kontrak.
Studi Supratikno (1998) yang dikutip oleh Berry et. al. (2001) tentang pengaturan sub kontrak di dalam tiga perusahaan menemukan bahwa perusahaan yang besar akan mengontrak ke perusahaan kecil beberapa item yang mempunyai nilai tambah rendah, yang memerlukan banyak input tenaga kerja, dan tidak begitu penting terhadap keseluruhan proses produksi.
Dalam studi yang dilakukan oleh Sato (2000) terhadap industri pengecoran logam di desa Ceper Klaten, dimana terdapat 300 pengecoran logam dalam bermacam-macam ukuran, dia menemukan bahwa suatu sistem sub kontrak dan suatu sistem putting-out hidup pada waktu yang bersamaan dalam kluster pedesaan ini. Hubungan sub kontrak antara industri permesinan modern di kota dengan asembler besar pada puncak kulminasinya sudah mencapai lapisan bagian atas perusahaan di dalam kluster itu.
Beberapa keuntungan dari sub kontrak dikemukakan oleh beberapa manajer perusahaan yang disurvei, antara lain yang pertama adalah resiko bisnis rendah. Transaksi yang berkelanjutan dalam kaitan dengan pembeli dan produk mengurangi total risiko bisnis dalam jangka panjang, dibanding keuntungan yang rendah dalam tiap order. Menurut mereka, rata-rata margin keuntungan dalam pesanan sub kontrak adalah 10-17.5%. Walaupun dalam sistem non sub kontrak seperti order insidental bisa diperoleh keuntungan yang lebih besar yaitu 30-60%, dengan resiko yang besar juga karena sering bertolak belakang dengan biaya-biaya dalam pembuatan cetakan yang hanya untuk penggunaan temporer, dan oleh kerugian dari ketidakberlanjutan yang tak diduga dari transaksi itu.
Keuntungan sub kontrak yang kedua adalah kemajuan teknologi. Seperti dilaporkan Sato (2000), melalui suatu hubungan sub kontrak yang berlanjut suatu perusahaan dapat membuat suatu rencana untuk meningkatkan kemampuan teknologinya. Usaha untuk peningkatan teknologi juga dirangsang oleh transaksi dengan asembler, terutama dengan cara magang di pabrik perakitan yang dilakukan oleh beberapa karyawan dan dengan pengiriman ahli mekanik oleh asembler ke perusahaan mereka.
Kluster
Kluster di sini didefinisikan sebagai konsentrasi aktivitas yang memilki sub sektor yang sama. Kluster adalah suatu fenomena di Asia (Nadvi dan Schmitz, 1994 dalam Weijland, 1999), terutama sekali di Indonesia. Poot, Kuyvenhoven dan Jansen (1990) dalam Weijland (1999) menyebut kluster sebagai industri tradisional yang khas yang menonjol di Pulau Jawa. Menurut data Departemen Perindustrian, sekitar 10,000 sampai 70,000 desa di Indonesia dicatatkan sebagai kluster industri. Lebih dari 40% kluster berlokasi di Jawa Tengah di mana industri tradisional terkluster di separuh dari keseluruhan desa yang ada.
Kluster biasanya terjadi secara spontan, tetapi sekarang ini juga didukung oleh institusi swasta dan/atau institusi publik. Ada beberapa faktor umum yang menentukan pembentukan kluster yaitu kedekatan dengan input atau pasar, ketersediaan infrastruktur fisik terutama jalan atau mungkin ada efek spillover atau demonstration effect, dimana suatu perusahaan yang sukses mempengaruhi peserta baru dalam industri itu. Kadang-kadang kebijakan pemerintah mungkin mempunyai suatu pengaruh langsung pada keberadaan mereka.
Dari hasil studi yang dilakukan oleh Weijland (1999) tentang kluster industri tradisional di pedesaan Indonesia, terlihat bahwa ada beberapa keuntungan potensial pengklusteran. Jika diukur dari kapasitas perusahaan individunya, industri tradisional pedesaan hanya mempunyai sedikit kekuatan, tetapi melalui pengembangan jaringan perdagangan dan kluster banyak dari permasalahan teknologi dan pemasarannya dapat dipecahkan. Penyatuan produksi (joint production) akan mengurangi biaya-biaya transaksi pembelian input dan biaya memasarkan output, dan oleh karena itu akan menarik minat pedagang. Kegiatan ini membantu memecahkan permasalahan keuangan yang mendesak pengusaha miskin. Pengklusteran juga mempermudah aliran informasi dan memudahkan order-sharing, labor-sharing dan sub-contracting. Untuk kluster yang lebih maju, aspek teknologi meningkat semakin penting dimana peralatan yang lebih mahal dan keterampilan khusus bisa dipakai bersama.
Ada banyak dokumentasi tentang kluster industri di Indonesia, seperti batik, tekstil, ukiran, rokok kretek, mebel, batu bata dan ubin, barang logam, barang-barang mesin, dan suplier otomotif. Apakah keberadaan kluster seperti itu berguna bagi efisiensi pengembangan UMKM adalah perihal yang lain. Hasil penelitian oleh Sandee (1995) yang dikutip oleh Weijland (1999) menemukan suatu mata rantai antara kluster dan berbagai efisiensi eksternal, seperti peningkatan kapasitas untuk berinovasi serta akses kepada input yang murah. Pemerintah juga akan lebih mudah untuk memberikan pelayanan kepada suatu kelompok perusahaan target yang terhimpun dalam suatu kluster.
Bukti dari negara berkembang menunjukkan bahwa secara mayoritas kluster perusahaan kecil bekerja sama hanya untuk suatu hal yang sangat terbatas. Ini terlihat dari hasil studi Sato (2000) tentang suatu kluster perusahaan pengecoran logam di Ceper Klaten. Dia, menemukan hubungan intra-kluster (kerja sama antar perusahaan) memiliki arti penting yang terbatas. Kebanyakan perusahaan tidak mengkhususkan pembelian input, produksi, koleksi informasi, dan penjualan output dilaksanakan secara individu. Bagaimanapun, kluster memilkik arti penting untuk pertumbuhan perusahaan kecil, sebab produktivitas di dalam kluster nampak lebih tinggi dibanding jika perusahaan menyebar. Salah satu pertimbangan yang utama adalah bahwa kluster merangsang keterlibatan aktif pedagang dan perusahaan besar di dalam aglomerasi perusahaan kecil. Pembelian sejumlah besar dari beberapa produsen kecil melalui suatu kunjungan tunggal mengurangi biaya-biaya transaksi. Lagipula, keterlibatan pedagang dan perusahaan besar mengurangi kebutuhan akan perusahaan kecil untuk mengembangkan kapasitas pemasaran mereka sendiri, yang sering merupakan suatu hambatan penting di dalam penetrasi ke dalam kota dan pasar internasional (Sandee, 1995 dalam Weijland, 1999 ).
Ekspor
Seiring perputaran ekonomi adalah menjadi penting bagi kelompok perusahaan manapun untuk mampu memperoleh penjualan ekspor atau untuk bersaing secara efektif dengan impor yang tidak lagi harus melompati penganut proteksionisme. Ini secara luas dapat diterima bagi UMKM bahwa untuk berhasil dalam ekspor mereka harus mempunyai beberapa cara menekan biaya-biaya transaksi, yang mana cenderung untuk mempunyai suatu komponen biaya tetap. Sub kontrak adalah tahap pertama, apakah dengan pabrikan skala besar atau dengan para perantara komersil. Seperti diungkapkan oleh Berry dan Levy (1999) bahwa sub kontrak umumnya terjadi antar eksportir ukuran menengah dalam industri rotan, garmen dan mebel. Tahap kedua adalah dengan penuaian keuntungan dalam kluster. Semua studi menunjukkan kluster kecil yang berorientasi ekspor beroperasi pada pengendalian pembeli komoditas menuntut kemampuan beradaptasi dan upgrading yang berkelanjutan, yang pada gilirannya memerlukan suatu interaksi profesional pada spesifikasi produk antara para pembeli dan produsen (Knorringa 1998 dalam Berry at. al. 2001).

TINJAUAN KEBIJAKAN PEMERINTAH
Hill (2001) menyarankan suatu model pengembangan UMKM yang inovatif dan sukses dapat tercapai dengan terpenuhinya beberapa persyaratan berikut:
1. Beberapa kompetensi industri dasar berada dalam bidang aktivitas tertentu (seperti di kasus garmen atau produksi mebel)
2. Tercipta suatu lingkungan makro ekonomi yang kondusif, termasuk hal yang utama adalah nilai tukar yang kompetitif.
3. Tersedianya infrastruktur fisik yang baik dan layak, serta kedekatannya dengan fasilitas untuk ekspor dan impor yang berfungsi dengan baik dan nyaman.
4. Adanya bantuan teknis, disain, dan keahlian pemasaran yang menghubungkan produsen kecil ke gagasan baru dan pasar utama.
Kecuali unsur pertama, keempat unsur-unsur tersebut secara langsung berkaitan dengan kebijakan publik. Mereka juga bisa berbeda menurut pengaturan kelembagaan, sebagai contoh, kemunculan sub kontrak yang ditemukan dalam industri barang-barang mesin dan otomotif. Model yang umum dikembangkan di sini juga bisa diterapkan di dalam pertanian dan industri skala besar, di mana hambatan terhadap saluran pengembangan transfer teknologi biasanya lebih rendah dari kasus UMKM.
Pemerintah memainkan suatu peran penting dalam menyediakan suatu lingkungan makro ekonomi yang mendukung dan dengan cepat meningkatkan infrastruktur. Seperti di Bali, pemerintah lokal mengadopsi suatu kebijakan yang terbuka terhadap kehadiran usahawan asing, dan prosedur ekspor tidaklah terlalu membebani usahawan.
Hampir semua jenis intervensi untuk pertumbuhan industri kecil telah dicoba di Indonesia, antara lain kredit bersubsidi, program pelatihan (dalam keahlian teknis dan kewiraswastaan), penyuluhan, input bersubsidi, bantuan pemasaran, pengadaan infrastruktur, fasilitas umum, industri perkebunan, dan seterusnya. Ada banyak program bantuan keuangan dan teknis menyebar di berbagai kementerian dan sistem perbankan. Pembinaan (bimbingan) terhadap golongan ekonomi lemah adalah konsep dasar di masa lampau, masa kini dan mungkin masa depan dalam pendekatan kebijakan pemerintah. Akan menjadi sukar untuk menyempurnakan suatu perubahan dalam pendekatan kebijakan, terutama jika ada informasi yang sedikit tentang efektivitas dari program yang ada. Efektivitas dan sukses mereka secara khas terukur oleh apakah target tahunan telah tercapai lebih dari yang ditetapkan.
Namun demikian, bukti dari lapangan menunjukkan bahwa klaim tersebut tidak valid. Pertama, mayoritas perusahaan kecil tidak pernah menerima bantuan keuangan maupun teknis. Tingkat keikutsertaan perusahaan kecil dalam program bantuan sangat rendah. Seperti penemuan Sandee et. al. (1994) yang dikutip oleh Berry et. al. (2001) dimana untuk Jawa Tengah pada 1992 tingkat keikutsertaan perusahaan kecil di bawah 10%, sedangkan Musa dan Priatna (1998) yang juga dikutip oleh Berry et. a.l (2001) menyebutkan bahwa hanya 17% perusahaan kecil dalam provinsi terpilih yang benar-benar menggunakan berbagai jenis pinjaman bank.
Kedua, masih menurut Berry et. al. (2001) berdasarkan suatu tinjauan ulang oleh Sandee et. al. (1994) tentang bantuan keuangan dan teknis kepada enam kluster industri kecil mengungkapkan sedikit bukti dukungan pemerintah terhadap generasi tenaga kerja dan pertumbuhan perusahaan. Perusahaan yang menerima dan tidak menerima bantuan menunjukkan pola pertumbuhan yang serupa, menunjukkan adanya faktor lain yang menjelaskan pertumbuhan perusahaan. Tinjauan ulang juga menunjukkan bahwa kemungkinan bantuan yang diterima secara positif dan signifikan berhubungan dengan ukuran perusahaan, dan keberadaan produsen wanita.
Berbagai studi tentang kredit untuk industri kecil di Indonesia menekankan bahwa usahawan tidak mengeluh tentang tingkat bunga yang tinggi untuk kredit formal, tetapi akses mereka kepada kredit formal adalah suatu hambatan utama.
Sejak serangan krisis, berbagai program kredit baru dengan subsidi tingkat bunga telah diluncurkan, di dalam rangka pengurangan kemiskinan dan program jaring pengaman sosial. Untuk menerapkan kebijakan barunya untuk UMKM, pemerintah telah menyetujui perubahan kebijakan industri sehingga pertumbuhan UMKM lebih lanjut dan meningkatkan daya saing industri Indonesia. Perubahan yang dilakukan antara lain, pemerintah telah mengefektifkan bentuk kredit yang disubsidi untuk UMKM dan menyiapkan suatu kebijakan investasi kompetitif.
Beberapa peraturan yang ada memaksa UMKM untuk berhadapan secara eksklusif dengan perusahaan besar, ketika yang lainnya menciptakan barier to entry. Sebagai contoh, beberapa pelabuhan hanya diizinkan untuk menangani jenis muatan tertentu, meningkatkan biaya-biaya pengangkutan dan mengurangi daya saing eksportir, termasuk UMKM yang berorientasi ekspor. Akhirnya, beberapa peraturan diciptakan untuk menekan impor dan anti dumping, menciptakan praktek monopoli dalam sejumlah pasar yang menjadi input kunci industri seperti timah, minyak, kayu dan makanan pokok.
Seiring dengan pemulihan ekonomi Indonesia dari krisis, para agen bantuan sudah menyesuaikan operasi mereka dari tanggapan jangka pendek ke pertumbuhan menengah. Arus diskusi lembaga donor dan sponsor atas pertumbuhan UMKM berkonsentrasi pada tiga isu. Pertama, ada penekanan pada penciptaan suatu lingkungan bisnis kompetitif yang akan lebih berguna bagi pertumbuhan perusahaan kecil. Implementasi anti monopoli dan hukum kebangkrutan dipertimbangkan sebagai arti penting dalam mengukur pertumbuhan perusahaan kecil dan besar, memastikan bahwa otoritas lokal menggunakan peraturan yang sederhana dan jelas yang mengurangi biaya-biaya transaksi dalam pengembangan usaha kecil. Kedua, pelurusan rencana kredit lebih lanjut telah dibahas, dengan tujuan terus meningkatkan akses ke pendukungan keuangan untuk investasi. Ketiga, jasa pertumbuhan bisnis adalah di bawah tinjauan ulang, dengan tujuan meningkatkan kinerja program bantuan teknis.
Program dan kegiatan pemberdayaan UMKM pada tahun 2004 dan 2005, antara lain ditunjukkan oleh tersusunnya berbagai rancangan peraturan perundangan, antara lain rancangan undang-undang (RUU) tentang penjaminan kredit UMKM dan RUU tentang subkontrak, RUU tentang perkreditan perbankan bagi UMKM, RPP tentang koperasi simpan pinjam (KSP); tersusunnya konsep pembentukan biro informasi kredit Indonesia; berkembangnya pelaksanaan unit pelayanan satu atap di berbagai kabupaten/kota; terbentuknya forum lintas pelaku pemberdayaan UKM di daerah; terselenggaranya bantuan sertifikasi hak atas tanah kepada lebih dari 40 ribu pengusaha mikro dan kecil di 24 propinsi; berkembangnya jaringan layanan pengembangan usaha oleh business development service (BDS) providers di daerah disertai terbentuknya asosiasi BDS providers Indonesia; meningkatnya kemampuan permodalan sekitar 1.500 unit KSP/USP di 416 kabupaten/kota termasuk KSP di sektor agribisnis; terbentuknya pusat promosi produk koperasi dan UMKM; serta dikembangkannya sistem insentif pengembangan UMKM berorientasi ekspor dan berbasis teknologi di bidang agroindustri. Hasil-hasil tersebut telah mendorong peningkatan peran koperasi dan UMKM terhadap perluasan penyediaan lapangan kerja, pertumbuhan ekonomi, dan pemerataan peningkatan pendapatan.
Kebijakan pemberdayaan UMKM pada tahun 2006 secara umum diarahkan untuk mendukung upaya-upaya penanggulangan kemiskinan dan kesenjangan, penciptaan kesempatan kerja dan peningkatan ekspor, serta revitalisasi pertanian dan perdesaan, yang menjadi prioritas pembangunan nasional dalam tahun 2006. Dalam kerangka itu, pengembangan UKM diarahkan agar memberikan kontribusi yang signifikan terhadap penciptaan kesempatan kerja, peningkatan ekspor dan peningkatan daya saing, sementara itu pengembangan usaha skala mikro diarahkan untuk memberikan kontribusi dalam peningkatan pendapatan masyarakat berpendapatan rendah, khususnya di sektor pertanian dan perdesaan.
Seperti kesimpulan Hill (2001), tantangannya adalah untuk memastikan bahwa kebijakan pemerintah yang telah ditempuh tersebut mendukung pertumbuhan sektor industri dasar sehubungan dengan manfaat kompetisi Indonesia, dengan menciptakan program kebijakan UMKM dengan tujuan mencapai keadilan

.
KESIMPULAN DAN SARAN
Pemberdayaan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) merupakan langkah yang strategis dalam meningkatkan dan memperkuat dasar kehidupan perekonomian dari sebagian besar rakyat Indonesia, khususnya melalui penyediaan lapangan kerja dan mengurangi kesenjangan dan tingkat kemiskinan. Namun demikian disadari pula bahwa pengembangan usaha kecil menghadapi beberapa kendala seperti tingkat kemampuan, keterampilan, keahlian, manajemen sumber daya manusia, kewirausahaan, pemasaran dan keuangan. Lemahnya kemampuan manajerial dan sumber daya manusia mengakibatkan pengusaha kecil tidak mampu menjalankan usahanya dengan baik.
Secara lebih spesifik, ada beberapa permasalahan mendasar yang dihadapi peungusaha kecil (Kuncoro, 2007 : 368). Pertama, kelemahan dalam memperoleh peluang pasar dan memperbesar pangsa pasar. Kedua, kelemahan dalam struktur permodalan dan keterbatasan untuk memperoleh jalur terhadap sumber-sumber permodalan. Ketiga, kelemahan di bidang organisasi dan manajemen sumber daya manusia. Keempat, keterbatasan jaringan usaha kerjasama antar pengusaha kecil. Kelima, iklim usaha yang kurang kondusif karena persaingan yang saling mematikan. Keenam, pembinaan yang telah dilakukan masih kurang terpadu dan kurangnya kepercayaan dan kepedulian masyarakat terhadap usaha kecil.
Dengan demikian untuk mengatasi berbagai permasalahan dalam rangka pemberdayaan UMKM, maka diperlukan beberapa langkah strategis yang terencana, sistematis dan menyeluruh baik pada tataran makro maupun mikro yang meliputi:
1. Penciptaan iklim usaha dalam rangka membuka kesempatan berusaha seluas-luasnya, serta menjamin kepastian usaha disertai adanya efisiensi ekonomi melalui kebijakan yang memudahkan dalam formalisasi dan perijinan usaha, antara lain dengan mengembangkan pola pelayanan satu atap untuk memperlancar proses dan mengurangi biaya perijinan.
2. Pengembangan sistem pendukung usaha bagi UMKM untuk meningkatkan akses kepada pasar yang lebih luas dan berorientasi ekspor serta akses kepada sumber daya produktif sehingga dapat memanfaatkan kesempatan yang terbuka dan potensi sumber daya, terutama sumber daya lokal yang tersedia.
3. Pengembangan budaya usaha dan kewirausahaan, terutama di kalangan angkatan kerja muda, melalui pelatihan, bimbingan konsultasi dan penyuluhan. Pelatihan diutamakan pada bidang yang sesuai dengan unit usaha yang menjadi andalan. Selain itu juga diperlukan pelatihan manajerial karena pada umumnya pengusaha kecil lemah dalam kemampuan manajemen dan banyak menggunakan tenaga kerja yang tidak terdidik.
4. Diperlukan usaha pemerintah daerah untuk mengupayakan suatu pola kemitraan bagi UMKM agar lebih mampu berkembang, baik dalam konteks sub kontrak maupun pembinaan yang mengarah ke pembentukan kluster yang bisa mendorong UMKM untuk berproduksi dengan orientasi ekspor.
5. Untuk mengatasi kesulitan permodalan, diperlukan peningkatan kapasitas kelembagaan dan kualitas layanan lembaga keuangan lokal dalam menyediakan alternatif sumber pembiayaan bagi UMKM dengan prosedur yang tidak sulit. Di samping itu, agar lembaga pembiayaan untuk sektor UMKM menjadi lebih kuat dan tangguh, jaringan antar lembaga keuangan mikro (LKM) dan antara LKM dan Bank juga perlu dikembangkan.

DAFTAR PUSTAKA
Berry, Albert et al. 2001. Small and Medium Enterprise Dynamics in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 37, No. 3, pp.363-384
BPS. 1999. Statistical Yearbook of Indonesia 1998. Biro Pusat Statistik. Jakarta.
Hill, Hal. 2001. Small and Medium Enterprises in Indonesia. Asian Survey, Vol. 41, No. 2, pp.248-270
Kuncoro, Mudrajad. 2007. Ekonomika Industri Indonesia : Menuju Negara Industri Baru 2030? Penerbit Andi. Yogyakarta.
Sato, Yuri. 2000. Linkage Formation by Small Firms: The Case of a Rural Kluster in Indonesia. Bulletin of Indonesian Economic Studies, Vol. 36, Vol.1, pp.137-166
Sudisman, U. Dan A. Sari. 1996. Undang-Undang Usaha kecil 1995 dan Peraturan Perkoperasian. Mitrainfo. Jakarta
Sugema, Imam. 2002. Restrukturisasi Utang UKM. Jurnal Bisnis & Ekonomi Politik – INDEF, Jakarta, Vol. 5 No. 2 Juli hal. 35 – 44
Thee Kian Wie. 1993. Industrialisasi di Indonesia: Beberapa Kajian. LP3ES. Jakarta
Weijland, Hermine. 1999. Microenterprise Klusters in Rural Indonesia: Industrial Seedbed and Policy Target. World Development, Vol.27, No.9, pp.1515-1530

Rabu, 22 Februari 2012

EKONOMI PERTANIAN

Ilmu ekonomi Pertanian merupakan cabang ilmu yang relatif baru. Bila ilmu ekonomi modern dianggap lahir bersamaan dengan penerbitan karya Adam Smith yang berjudul The Wealth of Nation pada tahun 1776 di Inggris, maka ilmu ekonomi pertanian baru dicetuskan untuk pertamakalinya pada awal abad 20, tepatnya setelah terjadi depresi pertanian di Amerika pada tahun 1890. Di Amerika Serikat sendiri mata kuliah Rural Economics mula-mula diajarkan di Universitas Ohio pada tahun 1892, menyusul kemudian Universitas  Cornell yang memberikan mata kuliah Economics of Agriculture pada tahun 1901 dan Farm Management pada tahun 1903. Sejak tahun 1910 beberapa universitas di Amerika Serikat telah memberikan kuliah-kuliah ekonomi pertanian secara sistematis. Di Eropa ekonomi pertanian dikenal sebagai cabang dari ilmu pertanian. Penggubah ilmu ekonomi pertanian di Eropa adalah Von Der Goltz yang menuliskan buku Handbuch der Landwirtshaftlichen Bertriebslehre pada tahun 1885 (Mubyarto, 1979).
Di Indonesia mata kuliah ekonomi pertanian pada awalnya diberikan pada fakultas-fakultas pertanian dengan tradisi pengajaran Eropa oleh para Guru Besar Ilmu Pertanian antara lain Prof. Iso Reksohadiprojo dan Prof. Ir. Teko Sumodiwirjo. Pada perkembangan berikutnya ilmu ekonomi pertanian semakin memperoleh tempat setelah pembentukan Perhimpunan Ekonomi Pertanian Indonesia (Perhepi) pada bulan Februari 1969 di Ciawi, Bogor. Sejak itu pengakuan atas profesi baru ini berlangsung makin cepat sejalan dengan dilaksanakannya Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita I) yang dicanangkan pada tanggal 1 April 1969.
Karakteristik Ilmu Ekonomi Pertanian
Dari ilustrasi historis di atas diperoleh dua gambaran utama ialah bahwa ilmu ekonomi pertanian bersumber pada dua jenis cabang ilmu: Ilmu Pertanian atau usahatani dan Ilmu Ekonomi. Dengan demikian saat makna konseptual ilmu ekonomi pertanian dipertanyakan, ada beberapa alternatif jawaban. Salah satu jawaban yang paling sering dilontarkan adalah bahwa ekonomi pertanian merupakan aplikasi prinsip-prinsip  ilmu ekonomi di bidang pertanian. Jawaban ini  benar meski dalam pengertian yang sempit. Mengapa? Sebab definisi di atas tidak mampu merepresentasikan muatan ekonomi, sosial serta isu-isu lingkungan hidup yang sebagaimana kita ketahui sangat lekat dengan masalah-masalah ekonomi pertanian. Persepsi bahwa ekonomi pertanian semata-mata mencakup praktek-praktek produksi pertanian dan peternakan tidak dapat dibenarkan sebab ruang lingkup ekonomi pertanian juga menyentuh aktivitas perekonomian yang jauh lebih luas, khususnya yang berkaitan dengan industri bahan pangan dan serat. Oleh karena itu sebelum mendefinisikan ekonomi pertanian perlu dikaji terlebih dahulu ruang lingkup ilmu ekonomi dan peran sektor pertanian dalam perekonomian secara umum. Selanjutnya karena ekonomi pertanian dapat dipandang sekaligus sebagai cabang ilmu-ilmu pertanian dan ilmu ekonomi, maka ekonomi pertanian haruslah mencakup analisis ekonomi dari proses teknis produksi serta hubungan-hubungan sosial dalam produksi pertanian
.
Definisi dan Ruang Lingkup Ilmu Ekonomi Pertanian
Ekonomi: Makna Terminologis
Makna terminologis ilmu ekonomi yang utama berkaitan dengan masalah pilihan. Konsumen misalnya harus menetapkan pilihan atas beberapa jenis barang yang ingin dikonsumsinya. Konsumen senantiasa berupaya memaksimalkan kepuasan dengan keterbatasan sumberdaya finansial yang mereka miliki. Kita semua, terlepas dari siapa dan apa peran kita harus mengambil keputusan mengalokasikan waktu yang kita miliki untuk bekerja atau tidak. Kita juga harus mengambil keputusan apakah akan membelanjakan uang kita atau menabung saja. Produsen di sisi lain juga harus mengambil keputusan dalam aktivitas produksinya. Tujuan produsen adalah memaksimalkan profit dengan keterbatasan modal usaha yang mereka punyai pada tingkat harga jual produk mereka di pasar.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa baik konsumen maupun produsen selalu menggunakan analisis biaya dan manfaat dalam proses pengambilan keputusan atas tindakan yang bermotif ekonomi. Ada dua alasan yang melatarbelakangi perilaku ini yaitu:
  1. Kelangkaan Sumberdaya
Konsep kelangkaan merujuk pada terbatasnya kuantitas ketersediaan sumberdaya dibandingkan dengan kebutuhan relatif masyarakat. Sumberdaya yang langka dapat dikategorikan ke dalam tiga kelompok yaitu:
  • Sumberdaya alam dan biologis : lahan, deposit mineral dan minyak bumi adalah beberapa contoh sumberdaya alam. Kualitas sumberdaya ini berbeda antar wilayah. Di beberapa wilayah misalnya, lahan yang tersedia sangat subur, namun di wilayah lain hampir tidak dapat ditanami apapun meski lahan tersebut mengandung deposit mineral. Contoh lain dapat diamati pada kasus meningkatnya keresahan masyarakat merespon ketersediaan air yang semakin langka. Isu-isu sumberdaya  alam lain dihubungkan dengan keterbatasan sumberdaya biologi seperti ternak, satwa liar, serta keragaman hayati.
  • Sumberdaya manusia: merujuk pada jasa yang disediakan oleh tenaga kerja termasuk ketrampilan wirausaha dan manajemen. Sumberdaya manusia hingga batas tertentu termasuk sumberdaya yang langka meskipun angka pengangguran di negara yang bersangkutan tidak sama dengan nol. Suplai jasa tenaga kerja merupakan fungsi tingkat upah dan penggunaan waktu luang (leisure). Sektor agrobisinis tidak akan mampu mempekerjakan seluruh jasa tenaga kerja yang tersedia pada tingkat upah yang dikehendaki. Bentuk formasi sumberdaya manusia lainnya adalah kemampuan manajemen yang antara lain menyediakan jasa kewirausahaan, misalnya membentuk perusahaan baru, renovasi dan atau ekspansi perusahaan yang telah ada, proses pengambilan resiko, supervisi atas alokasi sumberdaya finansial perusahaan, dan sebagainya.
  • Sumberdaya olahan: kategori sumberdaya yang ketiga ini disebut juga sebagai sumberdaya kapital (modal). Sumberdaya kapital meliputi mesin-mesin dan peralatan produksi, yang tidak habis sekali pakai.
Kelangkaan merupakan konsep yang relatif. Negara yang memiliki pendapatan per kapita tinggi pun harus menghadapi masalah kelangkaan sumberdaya sebagaimana halnya negara-negara miskin. Perbedaannya terletak pada seberapa besar kelangkaan sumberdaya yang mereka hadapi dan kemampuan untuk mengatasi problematika yang timbul akibat kelangkaan tersebut.
Penanganan yang tepat atas kelangkaan sumberdaya relatif ini kemudian melahirkan konsep spesialisasi. Melalui pemilikan sumberdaya yang spesifik, dapat diproduksi output unggulan yang relevan, yang selanjutnya dapat saling dipertukarkan dalam perekonomian pasar.
  1. Proses pengambilan keputusan atas beberapa alternatif pilihan
Kelangkaan sumberdaya memaksa konsumen dan produsen untuk menetapkan pilihan. Penetapan pilihan mengandung dimensi waktu. Pilihan konsumen yang ditetapkan hari ini akan berdampak pada kehidupan mereka di masa mendatang. Demikian pula bagi pengusaha. Keputusan yang mereka tetapkan saat ini akan sangat mempengaruhi profitabilitas perusahaan di masa yang akan datang.
Selain itu proses pengambilan keputusan juga erat kaitannya dengan biaya peluang (opportunity cost). Biaya peluang melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi misalnya adalah sama dengan nilai pendapatan yang seharusnya diperoleh bila seseorang memilih bekerja dan tidak melanjutkan pendidikannya. Biaya peluang seorang konsumen yang membeli stereo set seharga satu juta rupiah sama dengan suku bunga yang ia terima dari bank seandainya ia mendepositokan uang tersebut.
Di luar waktu, kelangkaan sumberdaya dan biaya peluang, adakalanya proses  pengambilan keputusan juga dibatasi oleh pertimbangan-pertimbangan non ekonomi misalnya aspek politik, hukum dan moralitas serta etika

.
DEFINSI ILMU EKONOMI
Ekonomi adalah ilmu sosial yang mempelajari perilaku konsumen, produsen dan masyarakat pada umumnya dalam melakukan pilihan atas sejumlah alternatif pemanfaatan sumberdaya dalam proses produksi, perdagangan, serta konsumsi barang dan jEkonomi Pertanian: Antara
Perspektif Mikro dan Makro Ekonomi serta Ekonomi Positif dan Normatif

Setelah pengertian mengenai ilmu ekonomi diberikan, hal lain yang perlu diketahui adalah pembagian ilmu ekonomi menjadi dua bidang utama yaitu ilmu ekonomi makro dan mikro. Mikro ekonomi mempelajari perilaku ekonomi individual atau kelompok pelaku ekonomi yang spesifik. Misalnya ekonomi mikro mengkaji bagaimana perilaku produsen telur, konsumen beras, bagaimana harga telur di pasar ditetapkan. Mikroekonomi mengabaikan keterkaitan antar pasar dengan mengasumsikan bahwa semua determinan di luar lingkup analisis tidak berubah (ceteris paribus). Makro ekonomi di sisi lain memusatkan kajiannya pada perekonomian secara agregat, seperti pertumbuhan produk domestik bruto, kesenjangan antara PDB potensial dan PDB aktual, trade off antara pengangguran dan inflasi, dan sebagainya. Meskipun ekonomi makro dan mikro mempelajari perilaku pelaku ekonomi dari sudut yang berbeda, tak ada pertentangan di antara keduanya.
Baik analisis makro ekonomi maupun mikro ekonomi keduanya digunakan dalam ekonomi pertanian. Beberapa pokok bahasan ekonomi pertanian yang dipelajari dari perspektif mikro ekonomi adalah teori perilaku konsumen, teori produksi, perilaku pasar, teori biaya dan analisis distorsi harga. Sedangkan aspek makro ekonomi yang dipelajari dalam ekonomi pertanian antara lain adalah pasar barang dan output nasional,siklus bisnis, pasar uang dan kebijakan moneter, kebijakan fiskal dan perimbangan APBN serta teori-teori tentang perdagangan internasional.

Karena bidang kajian ekonomi pertanian mencakup spektrum masalah yang cukup luas, di mana aspek kebijakan, isu-isu lingkungan dan sosial juga dipelajari maka ilmu ekonomi  kemudian dibedakan menjadi ilmu ekonomi positif dan normatif. Ilmu ekonomi positif mempelajari realitas ekonomi apa adanya atau dengan kata lain menjawab pertanyaan “what is?”, sementara ilmu ekonomi normatif mencoba menjawab “what should be?” – apa yang seharusnya dilakukan? Kedua proposisi ilmiah tersebut, baik positif maupun normatif sangat diperlukan terutama dalam kaitannya dengan berbagai upaya formulasi kebijakan di sektor agrobisnis.
Definisi dan Ruang Lingkup Pertanian
Pertanian memegang peranan penting dalam pembangunan ekonomi. Pemanfaatan sumberdaya yang efisien pada tahap-tahap awal proses pembangunan menciptakan surplus ekonomi melalui sediaan tenagakerja dan formasi kapital yang selanjutnya dapat digunakan untuk membangun sektor industri.
Pertanian atau usahatani hakekatnya merupakan proses produksi di mana input alamiah berupa lahan dan unsur hara yang terkandung di dalamnya, sinar matahari serta faktor klimatologis (suhu, kelembaban udara, curah hujan, topografi dsb) berinteraksi melalui  proses tumbuh kembang tanaman dan ternak untuk menghasilkan output primer yaitu bahan pangan dan serat alam.
Ada beberapa jenis pertanian berdasarkan perkembangannya yaitu:
  1. Pertanian ekstraktif, yaitu pertanian yang dilakukan dengan hanya mengambil atau mengumpulkan hasil alam tanpa upaya reproduksi. Pertanian semacam ini meliputi sektor perikanan dan ekstraksi hasil hutan.
  2. Jenis pertanian kedua adalah pertanian generatifyaitu corak pertanian yang memerlukan usaha pembibitan atau pembenihan, pengolahan, pemeliharaan dan tindakan agronomis lainnya. Berdasarkan tahapan perkembangannya pertanian generatif dibedakan menjadi dua kelompok yaitu:
    1. Perladangan berpindah (shifting cultivation), merupakan salah satu corak usahatani primitif di mana hutan ditebang-bakar kemudian ditanami tanpa melalui proses pengolahan tanah. Corak usahatani ini umumnya muncul wilayah-wilayah yang memiliki kawasan hutan cukup luas di daerah tropik. Sistem perladangan berpindah dilakukan sebelum orang mengenal cara mengolah tanah.
    2. Pertanian menetap (settled agricultured) yaitu corak usahatani yang pada awalnya dilakukan di kawasan yang memiliki kesuburan tanah cukup tinggi sehingga dapat ditanami terus menerus dengan memberakan secara periodik.
Selanjutnya berdasarkan ciri ekonomis yang lekat pada masing-masing corak pertanian dikenal dua kategori pertanian yakni pertanian subsisten dan pertanian komersial. Pertanian subsisten ditandai oleh ketiadaan akses terhadap pasar. Dengan kata lain produk pertanian yang dihasilkan hanya untuk memenuhi konsumsi keluarga, tidak dijual. Pertanian komersial berada pada sisi dikotomis pertanian subsisten. Umumnya  pertanian komersial menjadi karakter perusahaan pertanian (farm) di mana pengelola usahatani telah berorientasi pasar. Dengan demikian seluruh output pertanian yang dihasilkan seluruhnya dijual dan tidak dikonsumsi sendiri.
Selain karakteristik pertanian sebagaimana yang telah dipaparkan di atas, berdasarkan ciri pengelolaannya dikenal adanya konsep pertanian dalam arti luas dan sempit.
Pertanian dalam arti luas mencakup:
  1. Pertanian dalam arti sempit yaitu pertanian rakyat dan
  2. Perkebunan
  3. Kehutanan
  4. Peternakan
  5. Perikanan
Pertanian dalam makna sempit atau pertanian rakyat adalah usahatani yang dikelola oleh petani dan keluarganya. Umumnya mereka mengelola lahan milik sendiri atau lahan sewa yang tidak terlalu luas dan menanam berbagai macam tanaman pangan, palawija dan atau hortikultura. Usahatani tersebut dapat diusahakan di tanah sawah, ladang dan pekarangan. Hasil yang mereka panen biasanya digunakan untuk konsumsi keluarga, jika hasil panen mereka lebih banyak dari jumlah yang mereka konsumsi mereka akan menjualnya ke pasar tradisional. Jadi pertanian dalam arti sempit dapat dicirikan oleh sifat subsistensi atau semi komersial. Ciri lain pertanian rakyat adalah tidak adanya spesifikasi dan spesialisasi. Mereka biasa menanam berbagai macam komoditi. Dalam satu tahun musim tanam petani dapat memutuskan untuk menanam tanaman bahan pangan atau tanaman perdagangan.
Keputusan petani untuk menanam bahan pangan terutama didasarkan atas kebutuhan pangan keluarga, sedangkan bila mereka memutuskan untuk menanam tanaman perdagangan faktor-faktor determinan yang mempengaruhi pengambilan keputusan tersebut antara lain adalah iklim, ada tidaknya modal, tujuan penggunaan hasil penjualan tanaman tersebut dan ekspektasi harga. Jenis komoditi perdagangan rakyat meliputi tembakau, tebu rakyat, kopi, lada, karet, kelapa, teh, cengkeh, vanili, buah-buahan, bunga-bungaan dan sayuran.
Di samping mengusahakan komoditi-komoditi di atas, pertanian rakyat juga mencakup usahatani sampingan yaitu peternakan, perikanan dan pencarian hasil hutan. Bila pendapatan seorang petani sebagian besar diperoleh dari sektor perikanan maka ia disebut nelayan. Namun demikian ciri subsistensi atau semi komersial tetap lekat pada pertanian rakyat baik usahatani tanaman pangan, perkebunan, peternakan, perikanan maupun kehutanan.
Adapun bila usahatani, perkebunanan, peternakan, perikanan dan kehutanan telah dilakukan secara efisien dalam skala besar dengan menerapkan konsep spesialisasi komoditi maka karakteristik pertanian bergeser ke arah komersialisasi dan dikenal dengan istilah perusahaan pertanian atau farm. Perkebunan yang dikelola secara komersial dikenal sebagai plantation. Dalam peternakan dikenal istilah ranch untuk peternakan sapi yang dikelola secara profesional, demikian seterusnya.
Dari latar belakang historis dan karakteristik ilmu ekonomi pertanian di atas, maka ilmu ekonomi pertanian dapat didefinisikan sebagai salah satu cabang ilmu sosial yang mempelajari perilaku petani tidak saja dalam kehidupan profesionalnya namun juga mencakup persoalan ekonomi lainnya yang secara langsung maupun tidak langsung berhubungan dengan produksi, pemasaran dan konsumsi petani atau kelompok-kelompok tani.


DEFINISI ILMU EKONOMI PERTANIAN:

Ilmu Ekonomi Pertanian adalah bagian ilmu ekonomi umum yang mempelajari fenomena-fenomena serta persoalan-persoalan yang berhubungan dengan pertanian baik mikro maupun makro
Peran Ekonomi Pertanian

Aplikasi ilmu ekonomi di sektor pertanian dalam kompleksitas perekonomian pasar tentunya melibatkan beragam aktivitas baik di level mikro maupun makro ekonomi. Pada level mikro pakar ekonomi produksi pertanian umumnya memberikan kontribusi dengan meneliti permintaan input dan respon suplai. Bidang kajian pakar pemasaran pertanian terfokus pada rantai pemasaran bahan pangan dan serat dan penetapan harga pada masing-masing tahap. Pakar pembiayaan ekonomi pertanian mempelajari isu-isu  yang erat kaitannya dengan pembiayaan bisnis dan suplai modal pada perusahaan agrobisnis. Sedangkan pakar ekonomi sumberdaya pertanian berperan pada bidang kajian tentang pemanfaatan dan pelestarian sumberdaya alam. Pakar ekonomi lainnya mempelajari penyusunan program pemerintah atas suatu komoditi dan dampak penetapan kebijakan pemerintah baik terhadap konsumen maupun produsen produk pertanian.
Pada level makro minat para pakar terarah pada bagaimana agribisnis dan sektor pertanian pada umumnya mempengaruhi perekonomian domestik dan dunia. Selain itu juga dipelajari bagaimana kejadian-kejadian khusus atau penetapan kebijakan tertentu di pasar uang dapat mempengaruhi fluktuasi harga bahan pangan dan serat alam. Untuk kepentingan ini, biasanya ekonom menggunakan pendekatan formulasi model berbasis analisis komputerisasi.

sumber : http://tatiek.lecture.ub.ac.id/ilmu-amaliah/pengantar-ilmu-ekonomi-pertanian/

Selasa, 21 Februari 2012

Mamfaat ilalang


ilalang

Pernahkah anda melihat atau bermain dengan bunga alang-alang? Bagi anda yang disekitar rumah memiliki tanah lapang ataupun tanah kosong, pasti pernah tahu bentuk asli  tanaman ini. Ataupun bagi anda yang sering berpetualang ke gunung  tentunya juga sering menjumpai rumput liar ini. Alang-alang bagi banyak dikenal orang sebagai gulma dan hanya dimanfaatkan sebagai makanan hewan ternak, atau bahkan dibuang begitu saja karena dianggap mengganggu. Kalau anda juga mengganggap bahwa tanaman  ini termasuk tanaman liar yang mengganggu dan tidak berguna, kiranya  patut berfikir ulang. Karena ternyata tumbuhan liar ini memiliki banyak manfaat bagi kesehatan anda.
Setelah dilakukan pengujian pada tumbuhan alang – alang banyak ditemukan kandungan kimiawi yang berguna untuk tubuh kita. Kandungan itu antara lain: manitol, glukosa, sakharosa, malic acid, citric acid, coixol, anindom dan masih banyak lagi lainnya. Kandungan lain yang dimili diantaranya :
  1. Dalam rimpang alang-alang terkandung imperanene yang ternyata mempunyai efek menghambat agregasi trombosit (sel pembeku darah) sesuai hasil penelitian para ahli dari universitas di Jepang. Efek menghambat agregasi trombosit ini sama dengan efek yang ditimbulkan oleh asetosal (asam asetil salisilat) yang digunakan untuk mencegah pembekuan darah pada penderita infark jantung.
  2. Cylindol A yang terkandung di dalam rimpang alang-alang mempunyai efek menghambat enzim 5-lipoksigenase. Dengan terhambatnya 5-lipoksigenase maka pembentukan prostaglandin yang menimbulkan rasa sakit atau nyeri pada otot dapat terhalangi. Bahan lain yang terkandung, yaitu Cylendrene mempunyai aktivitas menghambat kontraksi pembuluh darah pada otot polos, sehingga sirkulasi darah tetap lancar.
  3. Graminone B menghambat penyempitan pembuluh darah aorta (pembuluh darah terbesar). Menurut bagian R&D Sidomuncul, kedua bahan terakhir ini dapat menimbulkan efek penurunan tekanan darah.
  4. Dari hasil pengujian ternyata tumbuhan yang juga disebut ilalang ini mempunyai efek farmakologis atau dengan kata lain tumbuhan ini mempunyai sifat: anti piretik/menurunkan panas, hemostatik/menghentikan pendarahan, menghilangkan haus, diuretic/peluruh kemih dan masuk kedalam meridian paru-paru, lambung juga usus kecil.
Bagian daun dan akar alang – alang dapat digunakan ketika masih segar ataupun yang telah dikeringkan. Kalau anda ingin memanfaatkan alang-alang yang ada disekitar anda untuk mengatasi beberapa penyakit yang anda derita, berikut resep traditionalnya :
    • Mengobati jantung koroner dengan menggunakan 100 gram akar alang-alang, 100 gram akar teratai, 25 gram jamur kuping hitam, 25 gram jamur hioko, dan 25 gram jamur putih kering dirbus dengan 800 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan arinya diminum.
    • Untuk gangguan prostat, gunakan 60 gram akar alang-alang, 30 gram sambiloto, dan 30 gram meniran direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan airnya diminum.
    • Mengobati tekanan darah tinggi: 100 gram akar alang-alang, 15 gram meniran, dan 15 gram kunyit direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 300 cc, saring dan diminum.
    • Batu ginjal, ambil 60 gram akar alang-alang, 30 gram daun kejibeling, dan 30 gram rambut jagung direbus denan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan minum airnya.
    • Mengatasi mimisan, gunakan 60 gram akar alang-alang segar dan 100 gram akar teratai direbus dengan 800 cc air hingga tersisa 300 cc, airnya diminum.
    • Batu empedu, gunakan 100 gram akar alang-alang direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan minum arinya.
    • Asma : dengan menggunakan 60 gram akar alang-alang dan 15 kuntum bunga kenop direbus dengan 600 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan airnya diminum.
    • Kencing Batu, gunakan 100 gram akar alang-alang, 30 gram meniran, dan 30 gram daun kumis kucing direbus dengan 700 cc air hingga tersisa 200 cc, saring dan airnya diminum.
Cukup banyaknya manfaat dari alang-alang membuat kita tidak bisa memandang remeh khasiat dari tanaman ini. Benar kata pepatah “ don’t judge a book by its cover “ , kelihatannya tepat menjadi perumpamaan untuk alang-alang. Walaupun bentuknya hanya berupa rumput bahkan termasuk golongan gulma, alang-alang atau ilalang ini tetap memiliki banyak manfaat bagi manusia. (gal/bbs)

EFEKTIVITAS BEBERAPA KONSENTRASI Trichoderma TERHADAP SERANGAN PENYAKIT BUSUK BUAH KAKAO





Baso Aliem Lologau
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Sulawesi Selatan


ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui efektivitas konsentrasi Trichoderma sp. dalam mengendalikan penyakit busuk buah kakao dilaksanakan di Desa Baji Minasa, Kecamatan Gantarang Keke, Kabupaten Bantaeng, dari bulan Juli hingga Desember 2009. Pengkajian menggunakan Rancangan acak kelompok yang terdiri dari empat perlakuan yaitu penyemprotan Trichoderma harzianum konsentrasi 20, 30, 40 g media padat/l air, dan Kontrol.  Setiap perlakuan diulang 5 kali.  Hasil penelitian menunjukkan bahwa: jumlah tanaman sakit pada perlakuan T. harzianum konsentrasi 20 dan 30 g/l air masing-masing 70,67 dan 72,67% sama dengan perlakuan kontrol sebesar 92%, sedangkan jumlah tanaman sakit pada perlakuan T. harzianum konsentrasi 40 g/l air (62,67%) lebih rendah daripada kontrol. Persentase jumlah buah terserang penyakit pada perlakuan T. harzianum 20 g/l air sebesar 23,70%, T. harzianum 30 g/l air sebesar 22,31%, dan T. harzianum 40 g/l air sebesar 20,86% nyata lebih rendah dari pada jumlah buah sakit pada perlakuan Kontrol yaitu 45,25%. Intensitas serangan penyakit pada buah setelah aplikasi T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air dengan intensitas serangan masing-masing 7,68; 6,90; dan 6,60% mempunyai pengaruh yang sama dalam menekan intensitas serangan dan ketiga perlakuan ini efektif menekan penyakit busuk buah kakao bila dibandingkan dengan perlakuan Kontrol (17,51%). Perlakuan-perlakuan konsentrasi T. harzianum tidak mempengaruhi jumlah buah kakao yang terbentuk.

Kata kunci : kakao, pengendalian, penyakit busuk buah, Trichoderma



PENDAHULUAN
Produktivitas kakao di Sulawesi Selatan cenderung menurun dari tahun ke tahun. Luas lahan yang ditanami kakao sebesar 262.562 ha, dengan tingkat produktivitas 427 kg/ha (Anonim, 2009).  Rendahnya produktivitas ini dipengaruhi beberapa faktor antara lain banyaknya tanaman tua tidak produktif, bahan tanam berkualitas rendah, sistem pemeliharaan yang belum optimal, serta gangguan hama dan penyakit tanaman. Penyakit busuk buah yang disebabkan oleh Phytophthora palmivora merupakan penyakit utama tanaman kakao saat ini di seluruh dunia termasuk Indonesia.  Gejala serangan penyakit ini adalah buah kakao mempunyai bercak coklat kehitaman, biasanya dimulai dari pangkal buah. Intensitas serangan patogen ini dapat mencapai 85% pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan tinggi, dan dapat menyebabkan kerugian hasil lebih dari 20-40%, dan kematian pohon lebih dari 10% per tahun (Beding at. al., 2002; Flood et. al., 2004; Pawirosumardjo dan Purwantara, 1992 dalam Sulistyowati et. al., 2003; Sukamto, 2003). Demikian pula di Sulawesi Selatan, intensitas penyakit ini berkisar 25-50% pada musim kemarau dan dapat mencapai 60% pada musim hujan, dengan kerugian hasil mencapai 40% (Anonim, 2006).
Pengendalian penyakit busuk buah kakao dapat dilakukan dengan cara memadukan komponen-komponen pengendalian yaitu memetik semua buah busuk kemudian dibenamkan ke dalam tanah (sanitasi kebun), pengaturan pohon pelindung dan pemangkasan tanaman (kultur teknis), penyemprotan buah dengan fungisida berbahan aktif tembaga (kimiawi), dan penanaman klon unggul seperti DRC 16, Sca 6, Sca 12, dan klon hibrida (Sukamto, 1998).  Namun demikian, pengendalian secara terpadu di perkebunan rakyat belum berkembang. Oleh karena itu petani lebih menyukai menggunakan fungisida untuk mengendalikan penyakit busuk buah kakao karena aplikasinya praktis dan hasilnya dapat dilihat dengan cepat.  Penggunaan fungisida secara intensif dalam waktu yang lama menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan fisik dan biotik.  Untuk mengurangi efek samping yang merugikan ini, maka pengendalian dengan fungisida dapat disubtitusi dengan pestisida hayati (agensia antagonis).  Penggunaan agensia antagonis tidak mempunyai efek samping yang merusak lingkungan hidup dan dapat efektif mengendalikan patogen penyakit dalam periode yang cukup lama. Salah satu mikroorganisme antagonis yang berpotensi dalam pengendalian hayati adalah jamur Trichoderma spp.  Jamur ini dapat digunakan untuk mengendalikan potogen tular tanah dan udara (Papavizas, 1985).  Sukamto at al. (1999) melaporkan bahwa aplikasi T. harzianum konsentrasi 108 spora/ml efektif menekan penyakit rebah batang pada bibit kopi yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani.  Penelitian bertujuan untuk mengetahui efektivitas konsentrasi Trichoderma sp. dalam mengendalikan penyakit busuk buah kakao.

BAHAN DAN METODE
Penelitian dilaksanakan pada lahan kakao milik petani di Desa Baji Minasa, Kecamatan Gantarang Keke, Kabupaten Bantaeng, dari bulan Juli hingga Desember 2009.
Spesies Trichoderma yang digunakan adalah Trichoderma harzianum isolat Bantaeng yang diisolasi dari hasil eksplorasi lapang pada pertanaman kakao. Kemudian biakan murni yang diperoleh diperbanyak dengan menggunakan media padat. Cara pembiakan T. harzianum dalam media padat menggunakan metode yang telah dilakukan oleh Sukamto et. al. (1999), yaitu inokulum biakan murni T. harzianum dipindahkan ke dalam media agar kentang dalam cawan petri. Biakan ini didiamkan selama tiga hari, sampai koloni jamur memenuhi cawan petri.  Kemudian biakan murni T. harzianum tersebut diperbanyak lagi dengan menggunakan media beras yang telah dimasak setengah matang, lalu dimasukkan ke dalam nampan plastik, kemudian ditutup dengan kaca dan disimpan dalam suhu kamar.  Biakan dalam media beras diinkubasi selama dua hari sampai nampan dipenuhi koloni T. harzianum.
Perlakuan pengendalian busuk buah kakao yang digunakan adalah: penyemprotan T. harzianum konsentrasi 20 g media padat/l air, T. harzianum konsentrasi 30 g media padat/l air, T. harzianum konsentrasi 40 g media padat/l air, dan Kontrol.  Setiap perlakuan diulang 5 kali. Pengkajian ini disusun berdasarkan Rancangan Acak Kelompok.  Setiap petak perlakuan terdiri atas 20 tanaman kakao dengan umur dan pertumbuhannya yang seragam.
Parameter yang diamati adalah luas serangan, persentase buah sakit, intensitas penyakit pada buah kakao, dan jumlah buah.  Luas serangan, jumlah buah sakit dan intensitas penyakit diamati pada lima tanaman sampel pada setiap perlakuan. Pada setiap tanaman sampel ditetapkan 10 buah kakao sebagai sampel tetap. Data yang terkumpul dianalisis menggunakan sidik ragam dan Uji Jarak Berganda Duncan 5%.
Pengamatan luas serangan (LS) dilakukan dengan menggunakan rumus sebagai berikut :
∑ tanaman yang terserang
LS = —– —————–   x 100 %
∑ tanaman yang diamati
Perhitungan persentase buah sakit juga menggunakan rumus:
∑ tanaman yang terserang
% BS = ———————- x  100 %
∑ tanaman yang diamati

Cara menghitung intensitas serangan penyakit busuk buah kakao adalah memberi skoring pada buah yang diamati, dengan menggunakan nilai skala sebagai berikut:
Nilai skala Tingkat kerusakan buah (%)
0 1
2
3
4
Tidak ada gejala serangan > 0 – 25
> 25 – 50
> 50 – 75
> 75

Untuk menghitung intensitas serangan penyakit busuk buah menggunakan dalam rumus:
∑ (U x V)
I    =  —– —-  x  100 %
ZN

Keterangan: I = intensitas serangan, U = jumlah tanaman yang terserang untuk setiap tingkat kerusakan daun, V = Nilai skala dari setiap tingkat kerusakan daun, Z = nilai skala tertinggi, dan N = jumlah tanaman yang diamati.

HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan Serangan Penyakit Busuk Buah Kakao
Pertanaman kakao di Desa Baji Minasa merupakan wilayah yang endemik serangan penyakit busuk buah kakao karena itu serangan penyakit ini selalu hadir fluktuatif sepanjang tahun.  Pada musim kering serangannya sangat ringan dan meningkat pada musim hujan. Jumlah tanaman kakao yang terserang sebelum dilakukan penyemprotan T. harzianum berkisar 20-36%.  Luas serangan meningkat seiring dengan tingginya curah hujan hal ini terlihat pada umur 15, 30, dan 45 hari setelah penyemprotan pertama dilakukan. Curah hujan yang tinggi yang disertai dengan hembusan angin mempercepat penyebaran sporangium dan klamidospora ke pertanaman lain dan selanjutnya melakukan infeksi pada tanaman tersebut (Sukamto, 1998).  Pada umur 45 hari setelah aplikasi pertama, luas serangan P. palmivora mencapai 80% pada perlakuan T. harzianum 20 dan 40 gr/l air, sedang jumlah tanaman sakit pada perlakuan T. harzianum 30 g/l air dan perlakuan Kontrol masing-masing 84 dan 96% (Gambar 1).

Gambar 1. Perkembangan luas serangan penyakit busuk buah kakao

Tabel 4.  Rata-rata luas serangan penyakit busuk buah kakao setiap perlakuan
Perlakuan Jumlah tanaman sakit
Sebelum aplikasi (%) Setelah aplikasi  (%)
Kontrol 36,00 a 92,00 a
T. harzianum 20 g/l air 24,00 a 70,67 ab
T. harzianum 30 g/l air 24,00 a 72,67 ab
T. harzianum 40 g/l air 20,00 a 62,67 b
Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom, tidak  berbeda nyata
berdasarkan  uji jarak berganda Duncan (a = 0,05).

Uji statistik tehadap luas serangan penyakit busuk buah menunjukkan bahwa jumlah tanaman yang terserang sebelum diberikan perlakuan tidak berbeda nyata, sedangkan rata-rata luas serangan setelah aplikasi T. harzianum menunjukkan perbedaan yang nyata. Jumlah tanaman sakit antara perlakuan-perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30 g/l air dan kontrol tidak berbeda nyata, dan hanya perlakuan T. harzianum 40 g/l air saja yang berbeda nyata dengan perlakuan kontrol (Tabel 4). Hal ini menunjukkan bahwa T. harzianum dapat menghambat penularan penyakit karena menghambat perkembangan pathogen P. palmivora sebagai patogen penyebabpenyakitini.
Persentase Buah sakit
Persentase  buah kakao yang terserang penyakit busuk buah sebelum dilakukan aplikasi T. harzianum (pengamatan pertama) pada petak perlakuan T. harzianum 40 g/l air adalah 3,7%, dan yang tertinggi pada petak perlakuan Kontrol yaitu 8,26%. Selanjutnya jumlah buah terserang meningkat terus seiring dengan bertambahnya pembentukan buah pada semua perlakuan karena menurut Sukamto (1998) bahwa penularan patogen P. palmivora melalui sporangiumnya yang terpercik oleh air hujan atau terbawa angin dari buah sakit ke buah yang belum terserang. Namun demikian laju peningkatan buah terserang penyakit pada perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air lebih rendah dari pada perlakuan Kontrol (Gambar 2).
Berdasarkan uji statistik persentase buah sakit pada setiap perlakuan sebelum aplikasi T. harzianum tidak menunjukkan perbedaan yang nyata.  Tetapi setelah dilakukan penyemprotan T. harzianum maka terdapat perbedaan yang nyata antara perlakuan dalam menekan penyakit busuk buah kakao (Tabel 5).  Pada tabel tersebut tampak bahwa pengaruh antara perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air terhadap jumlah buah sakit tidak berbeda nyata, tetapi jumlah buah sakit pada perlakuan-perlakuan ini nyata lebih rendah daripada perlakuan Kontrol.



Gambar 2.  Laju perkembangan jumlah buah sakit pada setiap perlakuan.
Tabel 5.  Persentase buah sakit pada setiap perlakuan.
Perlakuan Persentase Buah Sakit
Sebelum aplikasi (%) Setelah aplikasi (%)
Kontrol 8,26 a 45,25 a
T. harzianum 20 g/l air 6,81 a 23,70 b
T. harzianum 30 g/l air 5,10 a 22,31 b
T. harzianum 40 g/l air 3,77 a 20,86 b
Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom, tidak  berbeda nyata
berdasarkan uji jarak berganda Duncan (a = 0,05).

Intensitas Serangan penyakit Busuk Buah Kakao
Perkembangan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao pada perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air lebih rendah dari pada perlakuan Kontrol (Gambar 3).  Hasil pengamatan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao sebelum penyemprotan T. harzianum pada perlakuan Kontrol, T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air masing-masing 2,00; 1,70; 1,22 ; dan 1,42%.  Pada saat umur 45 hari setelah aplikasi T. harzianum yang pertama, peningkatan intensitas serangan pada tanaman yang disemprot dengan T. harzianum dengan konsentarasi 20, 30, dan 40 g/l air yang berkisar 9,58-10,03% lebih rendah dari tanaman Kontrol dengan tingkat intensitas serangan 17,15%.



Gambar 3.   Perkembangan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao pada setiap perlakuan.

Analisis sidik ragam dari rata-rata intensitas serangan setelah aplikasi T. harzianum menunjukkan bahwa penyemprotan T. harzianum konsentrasi 20 , 30, dan 40 g/l air mempunyai pengaruh yang sama dalam menekan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao.  Intensitas serangan dari perlakuan-perlakuan tersebut nyata lebih rendah daripada intensitas serangan penyakit pada perlakuan Kontrol (Tabel 6).  Hal ini disebabkan senyawa antibiotik sebagai anti jamur, lytic, viridin dan trichomidin yang dihasilkan oleh Trichoderma spp. menghambat dan bahkan mematikan jamur lain (Papavizas, 1985 ; Kucuk dan Kivanc, 2003).
Jumlah Buah
Pengaruh perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air terhadap jumlah buah tidak berbeda nyata dengan jumlah buah pada perlakuan kontrol (Tabel 4) karena penyakit ini mungkin tidak menghambat proses pembentukan buah tetapi hanya menyerang buah yang sudah terbentuk.  Pada Tabel 4 terlihat rata-rata jumlah buah pada petak perlakuan T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air, serta petak Kontrol adalah secara berturut-turut masing-masing 27,60; 27,00; 30,20; dan 21,40 buah

T abel 6.  Intensitas serangan penyakit busuk buah kakao pada setiap
perlakuan
Perlakuan Intensitas serangan (%)
Sebelum aplikasi Setelah aplikasi
Kontrol 2,00 a 17,15 a
T. harzianum 20 g/l air 1,70 a 7,68 b
T. harzianum 30 g/l air 1,22 a 6,90 b
T. harzianum 40 g/l air 1,42 a 6,64 b
Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom, tidak berbeda nyata
berdasarkan  uji jarak berganda Duncan (a = 0,05).

Tabel 4.  Rata-rata jumlah buah pada setiap perlakuan
Perlakuan Jumlah Buah
Kontrol 21,40 a
T. harzianum 20 g/l air 27,60 a
T. harzianum 30 g/l air 27,00 a
T. harzianum 40 g/l air 30,20 a
Angka yang diikuti huruf sama dalam satu kolom, tidak berbeda nyata
berdasarkan  uji jarak berganda Duncan (a = 0,05).

KESIMPULAN
Aplikasi T. harzianum dengan konsentrasi biakan padat 40 g/l air mampu mengurangi jumlah tanaman yang terserang penyakit busuk buah kakao. T. harzianum konsentrasi 20, 30, dan 40 g/l air efektif mengurangi jumlah buah yang terserang penyakit dan menekan intensitas serangan P. palmivora. Semua perlakuan mempunyai pengaruh yang sama terhadap jumlah buah yang terbentuk.

PERLINDUNGAN TANAMAN PENYAKIT BUSUK BATANG JAGUNG (Fusarium sp.) DAN PENGENDALIANNYA


ABSTRAK
Penyakit Busuk Batang Jagung (Fusarium sp.) dan Pengendaliannya. Produksi jagung nasional belum dapat mengimbangi permintaan dalam negeri, sehingga Indonesia setiap tahunnya harus mengimpor jagung. Peningkatan produksi jagung Nasional masih mengalami beberapa hambatan diantaranya rendahnya penggunaan varietas hibrida dan varietas unggul nasional, serta masalah biotis seperti hama dan penyakit. Penyakit  utama jagung adalah bulai, kemudian penyakit busuk batang jagung yang disebabkan oleh Fusarium sp. Gejala umum dijumpai pada tanaman jagung yang terserang penyakit ini adalah pada bagian bawah batang jagung berwarna hijau kekuningan, kemudian warna menjadi coklat kekuningan. Ruas paling bawah empelurnya membusuk dan terlepas dari kulit luar batang, sehingga batang menjadi lembek. Cendawan Fusarium sp. melakukan infeksi melalui kutikula, dan suhu optimum untuk perkembangannya adalah 20 – 220C. Pola sebaran cendawan ini luas, mulai dari daerah dingin sampai daerah kering. Upaya pengendalian penyakit busuk batang jagung diantaranya adalah penggunaan varietas tahan seperti Varietas Gumarrang, Surya, Bisi-1, Bisi-4, Pionir-12 dan Pionir-13, pergiliran tanaman yang bukan tanaman serealia, dan terakhir gunakan fungisida seperti Mancozeb dan Carbendazim.
Kata kunci: Busuk batang jagung, Fusarium sp., Pengendalian, Cendawan.

PENDAHULUAN
Jagung merupakan komoditas penting di Indonesia, oleh karena pemanfaatannya sangat banyak yaitu bahan makanan pokok sebagian penduduk Indonesia, dan pakan ternak  serta bahan baku industri. Hal ini menyebabkan kebutuhan akan jagung meningkat dengan pesat, sementara produksi nasional jagung belum dapat mengimbangi kebutuhan dalam negeri, sehingga impor jagung tidak dapat dihindari yaitu sekitar 1,5 juta ton/tahun.  Khusus untuk kebutuhan pakan ternak tahun 2004 mencapai import 900 ribu ton (Deptan, 2006).
Ada beberapa faktor yang menyebabkan permintaan jagung dalam negeri belum terpenuhi yaitu factor biotis dan abiotis. Faktor biotis yang sering menjadi gangguan  pertanaman jagung adalah hama dan penyakit. Jenis-jenis hama penting yang menyerang tanaman jagung baik pada fase vegetatif maupun generatif adalah lalat bibit (Atherigona sp.), penggerek batang (Ostrinia furnacalis), dan penggerek tongkol (Helicoverpa armigera). Menurut Dobie et al. (1987) di daerah tropis terutama negara-negara berkembang kehilangan hasil jagung dapat mencapai 30%.
Salah satu penyakit yang dapat menyerang tanaman jagung pada musim hujan adalah penyakit busuk batang jagung oleh Fusarium sp. Cendawan Fusarium sp. merupakan salah satu cendawan yang sering dijumpai di seluruh dunia, baik berfungsi sebagai saprofit maupun parasit pada tanaman. Selain itu juga dapat menyerang hampir semua tanaman, bahkan sampai di penyimpanan (Booth, 1971).
Cendawan Fusarium sp.  sangat penting karena selain keragaman dan tingginya populasi, juga karena banyaknya komponen yang dapat berinteraksi dengannya seperti stress lingkungan dan serangga hama (Walfer dan Brayford, 1990).  Wakman et al., (1998) melaporkan bahwa penyakit busuk batang telah menyerang pertanaman jagung di Bontobili dan Bajeng, Sul-Sel. dengan persentase kerusakan masing-masing 20% dan 65%.


GEJALA SERANGAN
Munculnya gejala penyakit pada tanaman merupakan akibat dari tidak terjadinya keseimbangan hayati, sehingga penyakit berkembang bilamana 1) patogen sangat virulen dan kepadatan sangat tinggi, 2) lingkungan abiotik sangat sesuai bagi pathogen, tetapi tidak bagi tanaman inang dan organisme antagonis, 3) populasi jasad organisme antagonis rendah karena dihambat oleh organisme lain  dan factor abiotik tidak menunjang untuk perkembangannya (Baker dan Cook, 1982 dalam Rosmana dan Wakman, 2004).
Gejala umum yang dijumpai pada tanaman jagung terserang penyakit busuk batang Fusarium sp. adalah pada bagian bawah batang jagung berwarna hijau kekuningan, sehingga kemudian berubah warna menjadi coklat kekuningan. Ruas paling bawah empelurnya membusuk dan terlepas dari kulit luar batang, sehingga batang menjadi lembek, kemudian struktur batang berubah menjadi silinder rapat menjadi tabung (Dodd, 1980).
Selanjutnya dikemukakan bahwa terjadinya kelayuan akan menghentikan semua transportasi hara ke biji, sehingga mempengaruhi berat biji. Pada bagian akar akan menjadi busuk, mudah dicabut, dan mudah rebah apabila ada angin. Kalau ini terjadi, maka dalam waktu satu hari semua daun berubah warna menjadi kelabu dan terkulai, termasuk tongkolnya.
Apabila cendawan Fusarium sp. menyerang pada batang jagung disebut penyakit busuk batang, dan bila menyerang tongkol, disebut busuk tongkol. Gejala busuk tongkol jagung bervariasi, tergantung cendawan dan berat ringannya serangan. F. graminearum bila menyerang tongkol jagung menyebabkan pembusukan yang berwarna merah jambu dan berkembang dari ujung ke pangkal tongkol. Pada F. moniliforme juga menyebabkan pembusukan pada biji jagung. Warna biji yang busuk bervariasi dari merah jambu sampai kecoklat kemerah-merahan atau coklat kelabu. Gejala ini baru muncul bila dikupas kelobot jagung.
Hasil identifikasi Wakman et al., (2002) pada tanaman jagung yang terserang penyakit busuk batang di Maros dan Bajeng, Sul-Sel. Menunjukkan F. moniliforme. Hal ini berdasarkanpada warna koloni yang agak merah jambu. Ada beberapa jenis spesis Fusarium yang sering didapatkan bila dilakukan isolasi dari tanah pada bagian akar tanaman jagung adalah F. moniliforme, F. oxysporium, F. proliferatum, F. solani, F. aqusiti, dan F. graminearum.
Ocamb dan Kommedahl, (1999a dan 1999b) melaporkan keempat pertama diatas yang banyak diisolasi dari tanah di sekitar akar tanaman jagung. Hal ini disebabkan karena kuatnya berkompetisi (bersaing). Selanjutnya Kadera et al. (1994) mengemukakan ada tiga spesies Fusarium yang selalu ada bila dilakukan isolasi pada jaringan tanaman jagung yaitu F. moniliforme, F. proliferatum, dan F. subglatinaus.
Bentuk morfologi cendawan Fusarium sp. yaitu spora dalam bentuk konidia dibentuk diujung tangkai konidia atau klamidospora. Konidia ada yang bersekat satu dan tidak bersekat, sedangkan makrokonidia ada yang bersekat sampai 10 walaupun ada yang tidak bersekat.


FAKTOR YANG BERPENGARUH TERHADAP PERKEMBANGANNYA
Cendawan Fusarium sp. biasanya melakukan infeksi melalui kutikula atau lubang alamiah. Cendawan ini berkembang pada suhu 20 -  220 C., dengan PH netral dengan kandungan N tanah tinggi. Pola sebaran cendawan Fusarium sp. mulai dari daerah dingin (suhu < 50 C) smpai daerah tropika (suhu diatas 250 C), dari daerah kering (curah hujan tahunan < 250 mm) sampai daerah basah (curah hujan tahunan > 1000 mm).
Cendawan Fusarium sp. dapat bertahan hidup pada sisa-sisa tanaman terinfeksi, sedangkan konidianya tidak dapat bertahan lama dalam tanah tanpa adanya sisa-sisa tanaman inang.


PENGENDALIAN
Pengendalian penyakit busuk batang jagung yang disebabkan oleh Fusarium sp. Sebagao akibat dari; 1) penggunaan varietas tahan, 2) pemupukan berimbang dengan tidak memberi nitrogen dosis tinggi, dan Kalium dosis rendah.
Hal lain yang perlu diperhatikan untuk pengendalian penyakit ini adalah jangan membiarkan tongkol jagung terlalu lama mengering di pertanaman, dan pada bagian bawah batang jagung dipatahkan agar ujung tongkol jagung tidak mengarah ke atas, lakukan pergiliran tanaman dengan tanaman yang bukan tanaman serealia.
Varietas jagung yang tahan penyakit busuk batng jagung menurut Wakman dan Kontong, (2002) adalah Surya, Bisi-1, Bisi-4, Bisi-5, Gumarang, Pioneer-8, Pioneer-10, Pioneer-12, Pioneer-13, Pioneer-14, Exp.9572, Exp.9702, Exp.9703, dan FPC9923. Penyakit ini dapat pula dikendalikan secara hayati dengan pemberian cendawan antagonis Trichoderma sp.satu sampai dua minggu setelah adanya pathogen Fusarium sp. pada tanaman jagung.
Apabila cara-cara diatas belum memberikan hasil yang memuaskan, maka cara terakhir adalah penggunaan fungisida dengan bahan aktif Mancozeb dan Carbendazim dengan nama perdagangannya adalah Delsene MX-200. Hal ini dibuktikan oleh  Wakman dan Kontong, (2002) secara in-vitro dengan dosis 0,1 g/ml media PDA dapat mematikan cendawan Fusarium sp.


PENUTUP
Penyakit busuk batang jagung yang disebabkan oleh cendawan Fusarium sp. merupakan salah satu penyakit penting pada tanaman jagung, terutama jagung yang ditanam pada awal musim hujan. Penyakit ini apabila menyerang pertanaman jagung dengan infeksi berat, maka dapat menurunkan produksi yang berarti.
Gejala umum penyakit ini adalah pada bagian bawah batang jagung akan lembek dan membusuk, sehingga transportasi air dan hara pada bagian-bagian tanaman terhenti, akibatnya seluruh tanaman akan layu (mati).
Suhu optimum untuk perkembangan cendawan ini adalah 20 0 C- 220C dengan kelembaban 90%. Cendawan ini dapat pula bertahan lama dalam tanah bila bersama inangnya.
Pengendalian penyakit ini dapat dilakukan dengan menggunakan varietas tahan seperti Varietas Surya, Bisi, Pioneer, Gumarang. Pergiliran tanaman dengan menanam tanaman yang bukan tanaman serealia, agar terputus siklus hidup cendawan Fusarium sp. Lakukan pemupukan berimbang dan hindari penggunaan pupuk nitrogen (N) yang tinggi. Penyakit ini dapat pula dikendalikan dengan cendawan antagonis yaitu Trichoderma sp. Apabila cara-cara di atas belum dapat menekan tingkat infeksi cendawan ini, maka dapat digunakan fungisida Mancozeb dan Carbendazim.

Perlindungan Tanaman Pemanfaatan Musuh Alami dalam Pengendalian Hama Utama Tanaman Teh, Kopi, dan Kelapa



PENDAHULUAN
Pada tanaman perkebunan sering dijumpai berbagai jenis serangga. Tidak semua jenis serangga tersebut berstatus hama. Beberapa jenis di antaranya justru merupakan serangga berguna, misalnya penyerbuk dan musuh alami (parasitoid dan predatcr). Ada juga jenis serangga berstatus tidak jelas karena hanya berasosiasi saja di pertanaman.
Ada ratusan jenis serangga berstatus hama pada tanaman perkebunan. Kehadiran serangga tersebut tidak selalu merugikan, sehingga tidak diperlukan pengendalian. Meskipun demikian, pertumbuhan populasinya harus diwaspadai agar tidak terjadi lonjakan yang mengarah ke eksplosi. Tidak terjadinya gangguan hama pada pertanaman karena populasinya terkendali secara alami, baik oleh faktor abiotis, misalnya iklim yang tidak mendukung, maupun oleh faktor biotis, misalnya tidak tersedianya sumber pakan dan berlimpahnya populasi musuh alami.
Di antara serangga-serangga hama, ada yang dikelompokkan sebagai hama utama karena memiliki potensi biotik (daya reproduksi, daya makan atau daya rusak, dan daya adaptasi) yang tinggi. Hama tersebut selalu mengakibatkan kehilangan hasil panen yang relatif tinggi sepanjang tahun, bahkan sering dilaporkan mengalami eksplosi, apabila kondisi lingkungan mendukung. Untuk mengendalikannya, petani pada umumnya menggunakan pestisida (kimiawi) yang diaplikasikan secara terjadual dengan frekuensi tinggi, tanpa memperhatikan keadaan populasi di lapang. Penggunaan insektisida menjadi berlebihan sehingga seringkali tidak mengenai sasaran, bahkan dapat menimbulkan dampak negatif baik terhadap pendapatan petani, maupun lingkungan, seperti musnahnya serangga berguna dan munculnya gejala resurgensi dan resistensi hama. Cara tersebut dilakukan karena belum tersedia cara pengendalian lain yang efektif dan tidak berdampak negatif di tingkat petani.
Mengingat dampak negatif penggunaan pestisida, pemerintah telah mengeluarkan kebijaksanaan tentang sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT). Pelaksanaannya dengan menciptakan dan menerapkan teknologi pengendalian hama yang berwawasan lingkungan, antara lain dengan memanfaatkan musuh alami. Di dalam makalah ini dikemukakan beberapa jenis hama utama tanaman teh, kopi dan kelapa, dan cara pengendaliannya dengan memanfaatkan musuh alami berdasarkan pola pelaksanaan SLPHT.

KONSEP DAN STRATEGI PHT
PHT merupakan konsep sekaligus strategi penanggulangan hama dengan pendekatan ekologi dan efisiensi ekonomi dalam rangka pengelolaan agroekosistem yang berwawasan lingkungan yang terlanjutkan. Ini berarti bahwa pengendalian hama harus terkait dengan pengelolaan ekosistem secara keseluruhan. Pengelolaan ekosistem dimaksudkan agar tanaman dapat tumbuh sehat sehingga memiliki ketahanan ekologis yang tinggi terhadap hama. Untuk itu, petani harus melakukan pemantauan lapang secara rutin. Dengan demikian, perkembangan populasi dan faktor-faktor penghambat lainnya dapat diatasi/diantisipasi dan faktor-faktor pendukung dapat dikembangkan. Apabila dengan pengelolaan ekosistem tersebut masih terjadi peningkatan populasi dan serangan hama, langkah selanjutnya adalah tindakan pengendalian.
Sasaran PHT adalah: 1) produktivitas pertanian mantap tinggi, 2) penghasilan dan kesejahteraan petani meningkat, 3) populasi hama dan kerusakan tanaman karena serangannya tetap berada pada tingkatan yang secara ekonomis tidak merugikan, dan 4) pengurangan resiko pencemaran lingkungan akibat penggunaan pestisida.
Strategi PHT adalah memadukan secara kompatibel semua taktik atau metode pengendalian hama. Taktik PHT, terutama adalah: 1) Pemanfaatan prosss pengendalian alami dengan mengurangi tindakan-tindakan yang dapat merugikan atau mematikan perkembangan musuh alami, 2) Pengelolaan ekosisem melalui usaha bercocok tanam, yang bertujuan untuk membuat lingkungan tanaman menjadi kurang sesuai bagi perikehidupan hama serta mendorong berfungsinya agensia pengendali hayati, 3) Pengendalian fisik dan mekanis yang bertujuan untuk mengurangi populasi hama, mengganggu aktivitas fisiologis  hama yang normal, serta mengubah lingkungan fisik menjadi kurang sesuai bagi kehidupan dan perkembangan hama, dan 4) Penggunaan pestisida secara selektif untuk mengembalikan populasi hama pada tingkat keseimbangannya. Selektivitas pestisida didasarkan atas sifat fisiologis, ekologis, dan cara aplikasi. Penggunaan pestisida diputuskan setelah dilakukan analisis ekosistem terhadap hasil pengamatan dan ketetapan ambang kendali. Pestisida yang dipilih harus yang efektif dan direkomendasikan. Ada empat prinsip yang harus dilaksanakan dalam penerapan PHT, yaitu pembudidayaan tanaman sehat, pelestarian musuh alami, pemantauan secara rutin, dan pengambiian keputusan pengendalian oleh petani.

Budidaya tanaman sehat
Pengelolaan ekosistem melalui budidaya tanaman sehat bertujuan untuk membuat lingkungan pertanaman menjadi kurang sesuai bagi kehidupan, pertumbuhan, dan perkembangbiakan hama, serta mendorong berfungsinya agensia pengendalian hayati. Tujuan akhirnya adalah tingkat produksi yang maksimal dan aman dari gangguan hama. Oleh karena itu, budidaya tanaman sehat menjadi bagian penting dalam program pengendalian hama. Tanaman yang sehat mempunyai ketahanan ekologis yang tinggi terhadap gangguan hama. Beberapa macam teknik budidaya tanaman yang dianjurkan adalah:

a. Penanaman varietas tahan
Penanaman varietas tahan sebagai salah satu komponen sistem PHT berfungsi sebagai cara pengendalian utama dan juga sebagai tambahan terhadap cara pengendalian lain. Penggunaan varietas tahan memiliki keunggulan, antara lain bersifat spesifik, kumulatif, persisten, murah, dan kompatibel dengan cara pengendalian lain, khususnya pengendalian hayati. Kelemahan penggunaan varietas tahan adalah kemungkinan terjadinya perkembangan biotipe serangga yang mampu menyerang varietas tahan.

b. Penanaman benih/bibit sehat
Benih/bibit yang akan ditanam dipilih berdasarkan kriteria: bersertifikat dan/atau sehat, unggul, dan tahan hama. Benih/bibit yang sehat apabila ditanam akan tumbuh lebih cepat dan lebih tahan terhadap gangguan hama. Untuk itu, jangan menggunakan benih/bibit yang berasal dari pertanaman yang terserang hama.

c.  Sanitasi
Sisa-sisa tanaman, gulma, dan tanaman inang lainnya di sekitar pertanaman merupakan tempat bertahan hidup hama. Oleh karena itu, pemusnahannya perlu dilakukan untuk memperkecil sumber inokulum awal.

Pelestarian musuh alami
Di dalam ekosistem pertanian terdapat kelompok makhluk hidup yang tergolong predator, parasitoid, dan patogen. Ketiga kelompok yang disebut musuh alami tersebut mampu mengendalikan populasi hama. Tanpa bekerjanya musuh alami, hama akan memperbanyak diri dengan cepat sehingga dapat merusak tanaman.
Predator merupakan kelompok musuh alami yang sepanjang hidupnya memakan mangsanya. Predator memiliki bentuk tubuh yang relatif besar sehingga mudah dilihat. Contoh predator penting adalah tungau Amblyseius deleoni yang memangsa tungau jingga, Brevipalpus phoenicis pada teh.
Parasitoid memiliki inang yang spesifik berukuran relatif kecil, sehingga sulit dilihat. Umumnya, parasitoid hanya memerlukan seekor serangga inang. Parasitoid meletakkan telurnya secara berkelompok atau individual di dalam atau di sebelah luar tubuh inangnya. Bila sebutir telur parasitoid menetas dan berkembang menjadi dewasa, maka inangnya akan segera mati. Parasitoid dapat menyerang telur, larva, nimfa, pupa atau imago inang. Contoh parasitoid penting adalah lebah Cephalonomia stephanoderis yang memparasit kumbang penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei.
Berbagai jenis patogen serangga dapat menyebabkan infeksi pada inangnya. Kelompok patogen serangga utama adalah cendawan, virus, dan bakteri. Contoh patogen serangga penting adalah cendawan Beauveria bassiana yang menginfeksi kumbang penggerek buah kopi, vrrus Baculovirus oryctes yang menginfeksi kumbang nyiur, Oryctes rhinoceros, dan bakteri Bacillus thuringiensis. Patogen serangga dapat diproduksi secara massal dengan biaya relatif murah dalam bentuk cairan atau tepung yang dalam pelaksanaannya di lapang dapat disemprotkan seperti halnya dengan pestisida.
Usaha melestarikan musuh alami dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain: 1) Pendayagunaan teknik budidaya tanaman sehat yang mendorong berperannya musuh alami, misalnya penanaman varietas tahan, sanitasi selektif dan penanaman dengan sistem tumpangsari, 2) Pengumpulan dan pemeliharaan kelompok telur. Parasitoid telur yang muncul dibiarkan lepas ke pertanaman, sedangkan telur yang menetas menjadi ulat, dimusnahkan, 3) Penggunaan pestisida secara bijaksana. Pestisida digunakan secara selektif, sebagai pilihan terakhir apabila populasi hama tidak dapat dikendalikan dengan cara lain dan apabila berdasarkan hasil pemantauan, populasi hama telah melampaui ambang kendali.

Pemantauan ekosistem
Masalah hama biasanya timbul karena hasil kerja kombinasi unsur-unsur lingkungan yang sesuai, baik biotik (tanaman atau makanan) maupun abiotik (iklim, cuaca, dan tanah), serta campur tangan manusia yang dapat mendukung pertumbuhan dan perkembangan populasi hama. Oleh karena itu, pemantauan ekosistem pertanaman yang intensif secara rutin oleh petani merupakan dasar analisis ekosistem untuk pengambilan keputusan dan melakukan tindakan yang diperlukan.
Kegiatan pemantauan populasi hama ditujukan untuk menentukan apakah populasi hama tersebut telah melampaui tingkat kerusakan ekonomis. Hal tersebut dimaksudkan agar populasi hama tidak terlambat dikendalikan. Dalam kegiatan tersebut tingkat populasi hama tidak ditentukan dengan menghitung banyaknya individu hama secara keseluruhan di lapang, tetapi dengan menduga populasi hama berdasarkan teknik penarikan contoh.
Pemantauan populasi pada pertanaman dianjurkan seminggu sekali, mulai awal pertumbuhan tanaman hingga menjelang panen. Banyaknya individu hama di lapang dihitung dengan unit contoh berupa tanaman tunggal atau sejumlah tanaman per unit area. Dalam hal ini perlu diingat bahwa unit contoh kecil yang berjumlah banyak memberikan data lebih dipercaya daripada unit contoh besar yang berjumlah sedikit. Kegiatan pemantauan juga dilakukan terhadap jenis dan populasi musuh alami, dan keadaan tanaman.
Metode pemantauan umumnya dilakukan secara (a) acak menggunakan tabel nomor acak pada beberapa unit habitat, (b) acak berstrata, yaitu dengan membagi lahan menjadi beberapa strata yang tidak tumpang-tindih kemudian banyaknya unit contoh dibagi secara proporsional untuk tiap stratum dan ditempatkan secara acak, (3) acak diagonal, yaitu dengan mengambil contoh secara acak pada bidang diagonal lahan, dan 4) sistematik, yaitu dengan mengambil contoh pada selang ruang atau waktu tertentu. Pemilihan terhadap metode pemantauan umumnya didasarkan atas ketentuan yang berhubungan dengan tingkat kepercayaan dan biaya penarikan contoh.

Pengambilan Keputusan Pengendalian
Petani sebagai pengambil keputusan di lahannya sendiri hendaknya memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam menganalisis ekosistem serta mampu menetapkan keputusan pengendalian hama secara tepat sesuai dengan prinsip-prinsip PHT. Contoh pengambilan keputusan pengendalian hama berdasarkan hasil pemantauan ekosistem adalah sebagai berikut:
1. Apabila ada bagian tanaman yang menunjukkan gejala terserang penyakit, maka bagian tanaman terserang dipangkas dan dimusnahkan dengan jalan dibakar.
2. Apabila ditemukan kelompok telur, segera dilakukan pengumpulan dan memeliharanya. Parasitoid telur yang muncul dibiarkan lepas ke pertanaman. Pengumpulan kelompok telur dilakukan setelah terlihat penerbangan imago, dengan selang waktu paling lambat 4 hari sekaii, sehingga telur belum sempat menetas.
3. Dilakukan pengumpulan dan mematikan individu hama yang ditemukan di pertanaman.
4. Apabila ditemukan liang-liang aktif tikus dan tanda-tanda keberadaan populasi tikus di lahan maka dilakukan gropyokan, sanitasi lingkungan, pemasangan bubu perangkap tikus, dan pengumpanan beracun menggunakan rodentisida antikoagulan.
5. Apabila populasi hama melampaui ambang kendali dan populasi musuh alami relatif berlimpah, maka jangan dilakukan pengendalian. Tetapi apabila populasi musuh alami relatif sedikit, maka dilakukan pengendalian dengan insekisida efektif.

HAMA UTAMA DAN MUSUH ALAMI PADA TANAMAN TEH, KOPI, DAN KELAPA
1. Tungau jingga tanaman teh
Tungau jingga, Brevipalpus phoenicis (Geijskes) (Acaeina, Tenuipalpidae) berukuran 0,2 mm dan berwarna jingga-kemerahan. Tungau merusak daun teh tua, khususnya pada permukaan bawah daun dan ptiolus. Tungau membentuk koloni pada pangkal daun di sekitar ptiolus. Serangan awal ditandai oleh becak-becak kecil pada pangkal daun. Serangan lanjut ditandai oleh daun yang berubah warna menjadi kemerahan kemudian kering dan akhirnya rontok. Serangan berat mengakibatkan tanaman teh tidak berdaun sama sekali. Nilai ambang kendali hama ini 24 ekor/daun teh tua atau gejala serangan 50%. Amblyseius deleoni Muma et Denmark (Parasitiformes, Phytoseiidae) merupakan tungau predator penting yang memangsa tungau jingga.

2. Kepik pengisap pucuk daun teh
Imago kepik pengisap pucuk daun teh, Helopeltis theivora Watt. dan H. antonii Sign. (Hemiptera, Miridae) berukuran 6,5-7,5 mm dan mempunyai tonjolan seperti jarum pentol pada bagian punggung. Imago jantan dengan toraks berwarna hitam kemerahan dan abdomen berwarna hijau tua. Imago betina dengan toraks berwarna hijau kebiruan dan abdomen berwarna hijau muda. Stadia imago dapat hidup lebih dari 50 hari. Telur berukuran 1-1,5 mm dan berbentuk kapsul dengan 2 helai benang yang tidak sama panjang yang menyembul ke luar pada bagian ujungnya. Telur mula-mula jernih kemudian putih. Telur diletakkan secara berkelompok (5-8 butir/kelompok) pada bagian internodus atau tulang daun. Stadia telur 7-14 hari. Nimfa baru berukuran panjang 5-6,5 mm, berwarna kuning jernih kemudian berubah menjadi kehijauan/coklat-kemerahan. Nimfa baru berbulu, belum memiliki tonjolan pada toraks. Tonjolan mulai terlihat setelah nimfa berganti kulit pertama. Stadia nimfa 14-24 hari. Nimfa dan imago menusuk daun muda dan pucuk/tunas dengan stiletnya untuk mengisap cairan sel. Gejala serangannya berupa becak-becak pada jaringan tanaman akibat sekresi ludah yang ditusukkan ke jaringan sewaktu serangga mengisap tanaman. Bila tusukan berdekatan, becak akan berwarna coklat. Organ tanaman yang terserang berat akan mengering.
Musuh alami hama ini, antara lain jenis parasitoid, Euphorus helopeltidis Ferr. (Hymenoptera, Braconidae) dan Erythmelus helopeltidis Gah. (Hymenoptera, Mymaridae), jenis predator, Cosmolestes picticeps Stal., Isyndros heros (F.), Sycanus annulicornis Dohrn., S. leucomesus Wlk. (Hemiptera, Reduviidae), semut hitam, Dolichodorus thoracicus (Hymenoptera, Formicidae), dan jamur patogen, Spicaria javanica.

3. Ulat jengkal tanaman teh
Larva ulat jengkal, Hyposidra talaca (Walker) berwarna hitam atau coklat bergaris putih, menyerang daun muda, pucuk dan daun tua. Serangan meningkat pada musim kemarau. Gejala serangan berupa gerekan atau lobang pada daun. Serangan berat mengakibatkan tanaman gundul, hanya ranting saja yang tertinggal. Larva berpupasi di dalam tanah di bawah perdu teh. Produksi telur 400-900 butir/ekor. Telur diletakkan secara berkelompok (50-200 butir/kelompok) pada celah kulit pohon pelindung. Telur ditutupi bulu seperti kapas dan berukuran 0,4-0,7 mm. Telur baru berwarna kehijauan dan sebelum menetas berwarna agak keabu-abuan. Siklus hidupnya 57-70 hari; telur 8-9 hari, larva 28-35 hari, pupa 17-21 hari, dan imago 3-5 hari.

4. Ulat penggulung daun teh
Imago ulat penggulung daun teh, Homona coffearia (Nietner) meletakkan telurnya dalam satu kelompok (100-150 butir/kelompok) pada bagian atas daun tua. Larva dengan kepala berwarna hitam atau coklat tua. Larva instar V berukuran 2,5 cm. Larva membuat sarang dengan cara menggulung dan menyatukan beberapa helai daun muda atau tua dengan benang-benang sutera. Pupa dapat ditemukan pada gulungan daun. Siklus hidupnya 5-8 minggu; telur 6-11 hari; larva 5-6 hari, pupa 7-10 hari. Serangan meningkat pada musim kemarau. Serangan berat mengakibatkan tanaman gundul.
Musuh alaminya, antara lain parasitoid Macrocentrus homonae Nix. (Hymenoptera, Braconidae) dan Elasmus homonae. Parasitoid M. homonae pemah di ekspor, antara lain ke Srilanka pada tahun 1935/1936 dan berhasil menanggulangi hama yang sama. Serangga ini juga diekspor ke Australia pada tahun 1991/1992 untuk menanggulangi Homona sporbiotis penggulung daun alpukat. Siklus hidupnya 3 minggu.

5. Wereng Empoasca
Wereng teh, Empoasca (Sundapteryx) biguttula (Ishida) (Homoptera, Cicadellidae) menyerang pucuk dan daun muda. Populasi serangga ini meningkat pada musim kemarau. Gejala serangan dikelompokkan berdasarkan sifat serangan. Serangan ringan bila daun memperlihatkan gejala klorosis (perubahan warna menjadi coklat tua) pada tulang daun, serangan sedang bila bagian pinggiran daun sebagian besar mengeriting, dan serangan berat bila sebagian besar daun muda berwarna kuning kusam, mengeriting dan sebagian terjadi kematian pinggiran daun.
Imago berukuran panjang 2,3-2,7 mm, berwarna hijau-kekuningan dengan warna sayap hijau-pucat dan warna tarsal hijau. Imago jantan berumur 8 hari dan yang betina 6 hari. Produksi telur 200-300 butir/ekor. Telur disisipkan secara tunggal pada jaringan tanaman bagian urat daun, ketiak daun, atau tangkai daun. Telur berwarna keputihan, berukuran panjang 0,55 mm dan diameter 0,15 mm. Telur menetas setelah 6-7 hari. Nimfa berumur 5-15 hari, hidup pada permukaan daun bagian bawah. Instar V berwarna hijau-pucat panjang 2,2 mm dan lebar 0,6 mm. Cara berjalan serangga ini khas, yaitu berjalan serong (menyamping) dan meloncat jika pindah tempat. Siklus hidupnya 18-25 hari. Musuh alaminya, antara lain Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera, Coccinellidae), yaitu jenis kumbang predator yang umum diketahui memangsa kutu loncat pada lamtoro.

6. Kumbang penggerek buah kopi
Imago (kumbang) penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei Ferrari (Coleoptera: Scolytidae) berwarna hitam coklat aiau hitam mengkilap. Tubuhnya ditumbuhi rambut-rambut, berukuran panjang 1,2-1,7 mm dan lebar 0,6-0,7 mm. Imago betina yang siap bertelur terbang pada sore dan petang hari, sedang yang jantan tetap berada di dalam biji kopi. Lama hidup imago betina 87-102 hari, sedang yang jantan 110-135 hari. Telur diletakkan dalam lobang gerekan. Telur berwarna putih bening dan berbentuk bulat panjang. Stadium larva hidup dalam lobang gerekan, terdiri dari 2 instar untuk jantan dan 3 instar untuk betina. Larva muda berwarna putih, sedangkan yang tua berwarna kecoklatan dengan panjang tubuh ± 1,5 mm. Lama stadium larva 10-21 hari dengan masa istirahat sebelum menjadi papa (prapupa) selama 2 hari. Pupa berwarna putih dan berukuran 1 mm. Stadium pupa 4-6 hari, kadang-kadang sampai 8 hari. Daur hidup dari telur sampai dewasa 25-35 hari. Bila buah kopi tersedia sepanjang tahun, dapat terjadi 8-10 generasi.
Kumbang menyerang buah kopi pada saat biji mulai mengeras (umur sekitar 3 bulan) sampai panen. Gejala serangannya berupa bekas lobang gerekan pada ujung buah. Pada buah kopi baru, kumbang betina membuat lobang kemudian masuk ke dalam biji untuk meletakkan telur. Telur menetas dan berkembang hingga menjadi imago dalam buah kopi. Serangan terhadap buah muda menyebabkan buah tidak dapat berkembang kemudian busuk dan gugur.
Musuh alaminya, antara lain empat jenis parasitoid, yaitu Heterospilus coffeicola Schm. (Hymenoptera, Braconidae), Cephalonomia stephanoderis Betr. (Hymenoptera, Bethylidae), Prorops nasuta Wat. (Hymenoptera, Bethylidae), Crematogaster difformis Sm. (Hymenoptera, Formicidae), satu jenis predator, yaitu Dindymus rubiginosus (Heteroptera, Pyrrhocoridae), dan tiga jenis cendawan Botrytis stephanoderes, Beauveria bassiana, dan Spicaria javanica.

7. Kutu putih atau kutu dompolan kopi
lmago kutu putih atau kutu dompolan kopi, Planococcus citri Risso (Homoptera, Pseudococcidae) berukuran 3,5 X 2 mm dan berwarna kuning muda dengan bagian punggung yang ditutupi lilin. Imago jantan bersayap tembus pandang sedangkan yang betina tidak bersayap. Produksi telur 200-400 butir/ekor. Telur berbentuk lonjong, berukuran 0,1-0,4 mm, berwarna kuning muda, dan diletakkan secara berkelompok dan diselimuti oleh benang-benang halus. Lama stadia telur 3-5 hari. Stadium nimfa terdiri dari 4 instar untuk betina dan 3 instar untuk jantan. Nimfa berbentuk hampir sama dengan imago, berukuran 0,5 mm, dan membentuk koloni. Lama hidup instar I 6-10 hari, instar II 10-14 hari, instar III 14 hari. Siklus hidup hama ini 34-43 hari. Nimfa dan imago mengisap kuncup bunga, tunas, dan cabang. Pada populasi tinggi, organ-organ tanaman yang terserang menjadi kering, sedangkan pada populasi sedang menyebabkan sebagian besar permukaan daun ditutupi oleh cendawan embun jelaga. Pemencaran populasi secara cepat dibantu oleh semut gramang, Anoplolepis longipes.
Hama ini memiliki beberapa jenis predator, antara lain Scymus roepkei de Fl., S. apiciflavus Motsch., Brumoides (Brumus) suturalis F.), Curinus coeruleus Mulsant (Coleoptera, Coccinellidae), Coccidiplosis smithi (Felt) (Diptera, Cecidomyiidae), dan beberapa jenis parasitoid, antara lain Coccidiplosis smithi (Felt) (Diptera, Cecidomyiidae), Anagyrus greeni How. (Hymenoptera, Encyrtidae), dan Leptomastix trilongifasciatus Gir. (Hymenoptera, Encyrtidae).

8. Kutu hijau tanaman kopi
Imago kutu hijau Coccus viridis (Green) (Homoptera, Coccidae) berwarna hijau muda sampai hijau tua. Bentuk tubuh bulat telur, pipih, panjang 2,5-3,3 mm dan lebar 1,5-2 mm bersifat immobil. Tubuh dilengkapi dengan dua mata tunggal berwarna hitam, operkulum (dua bangunan segitiga berwarna coklat yang bersatu dan menutupi anusnya), dan sebuah stilet yang panjangnya kurang lebih sama dengan panjang badannya. Produksi telur 600 butir/ekor. Telur berkembang di dalam tubuh induknya. Nimfa yang baru muncul untuk sementara waktu berada di dekat tubuh induknya. Siklus hidupnya 45-65 hari.
Kutu hijau berkelompo pada permukaan bawah daun dan tulang daun. Kutu mengisap cairan pada bagian tanaman yang muda, seperti daun, tunas, tangkai bunga, dompolan muda, dan ujung dahan. Warna hijau dari bagian tanaman yang diisap berubah menjadi kuning. Daun yang terserang berat akan mengering dan gugur. Serangan kutu hijau pada tanaman muda mengakibatkan tehambatnya pertumbuhan tanaman, sehingga menjadi kerdil. Serangan pada tanaman fase generatif mengakibatkan turunnya hasil panen. Kehadiran kutu hijau dibantu oleh kehadiran semut, terutama semut gramang.
Beberapa janis musuh alami hama ini, antara lain predator Chilocorus melanophthalmus Muls. dan Orcus janthinus Muls. (Coleoptera, Coccinellidae), dan parasitoid Coccophagus bogoriensis Kngb. (Hymenoptera, Encyrtidae)

9. Penggerek cabang hitam dan coklat tanaman kopi
Penggerek cabang hitam, Xylosandrus compactus Eichhoff dan penggerek cabang coklat, X. morigerus Blandford menyerang kopi sejak pembibitan sampai tanaman dewasa. Pada bibit, kumbang menggerek batang dekat dengan permukaan tanah. Gerekan diperluas ke arah atas dan bawah pada jaringan empulur, sehingga mengakibatkan daun layu dan akhirnya bibit mati. Serangan pada tanaman muda menghambat pertumbuhan dan pada tanaman produktif mengakibatkan keringnya cabang.
Telur diletakkan 7-8 hari setelah serangga betina masuk ke dalam cabang. Tiap serangga betina mampu meletakkan 30-50 butir telur dalam satu lobang gerekan. Lama stadium telur 4-5 hari, larva 11 hari, pupa 7 hari. Stadium larva terdiri dari 2-3 instar. Perkawinan terjadi di dalam liang gerekan. Perbandingan antara serangga betina dan jantan 7:1. Serangga jantan tetap berada di dalam liang gerekan, sedangkan yang betina, setelah dibuahi akan terbang menggerek cabang baru untuk meletakkan telurnya.

10. Penggerek batang merah tanaman kopi
Imago penggerek batang merah, Zeuzera coffeae Nietner dan Z. roricyanea Walk. (Lepidoptera: Cossidae) mampu berproduksi telur sebanyak 500-1000 butir. Telur berukuran panjang 1 mm dan lebar 0,5 mm, berwarna kuning-kemerahan, dan berumur 10-11 hari. Telur diletakkan pada celah-celah kulit pohon. Larva berwarna merah cerah sampai ungu sawo-matang dan panjangnya 3-5 mm. Stadium larva 81-151 hari. Pupa berada di dalam “kamar pupa” pada liang gerek. Panjang kamar pupa 7-12 cm. Bagian atas dan bawah kamar pupa disumbat oleh sisa-sisa gerekan. Larva menggerek batang muda (± 3 tahun) dan cabang berdiameter 3 cm. Liang gerekan berukuran panjang 40-50 cm dan diameter 1-1,2 cm yang melingkari batang dalam kulit sekunder, sehingga bagian atas cabang itu mati dan mudah patah. Serangan pada cabang muda hanya menyebabkan hambatan pertumbuhan, sehingga batang dapat tumbuh normal kembali. Serangan hama ini juga ditandai oleh kotoran larva yang berbentuk silindris dan berwarna merah sawo-matang yang dikeluarkan melalui liang gerek.
Musuh alami hama ini, antara lain jenis parasitoid, Bracon zeuzerae (Hymenoptera, Braconidae), Carcelia (Senometopia) kockiana Towns., dan lsosturmia chatterjeeana (Cam.) (Diptera, Tachinidae). Kedua jenis Tachinidae mempunyai hiperparasit, yaitu Brachymeria punctiventris (Cam.) (Hymenoptera, Chalcididae). Selain dengan serangga musuh alami, hama ini dapat juga dikendalikan dengan jamur patogen serangga, Beauveria bassiana.

11. Kumbang nyiur
Kumbang nyiur, Oryctes rhinoceros L. pada stadia telur, larva dan pupa hidup pada sarang berupa bahan-bahan organik di tanah, khususnya sisa batang kelapa yang membusuk, limbah penggergajian kayu, limbah penggilingan padi, sampah pasar, dan kotoran ternak. Imago muda juga berada pada sarang, sedangkan yang dewasa terbang menyerang pucuk kelapa dan melangsungkan perkawinan kemudian kembali ke sarang untuk bertelur. Imago berwarna hitam, bagian bawah badan berwarna coklat kemerahan, panjang 40 mm dan lebar 20 mm. Cula imago jantan lebih panjang daripada yang betina. Imago berumur 3-5 bulan dan produksi telurnya 35-70 butir/ekor. Telur berwarna putih, panjang 3-4 mm, lebar 2-3 mm dan berumur 9-10 hari. Larva muda berwarna putih, bagian mulut merah-kecoklatan, panjang 7-8 mm, kepala dan tungkai berwarna coklat. Larva tua panjang 60-105 mm, lebar 25 mm, bentuk membengkok, ujung abdomen berbentuk kantong, dan ditumbuhi rambut-rambut pendek. Stadium larva 2,5-4 bulan. Pupa berwarna coklat, panjang 45-50 mm, lebar 22 mm. Bakal alat mulut, sayap, tungkai, dan cula terlihat jelas. Pupa berada dalam kokon yang terbuat dari tanah atau sisa-sisa serat tanaman. Stadium pupa 17-22 hari.
Kumbang (imago) menyerang pucuk pohon dan pangkal daun muda. Kerusakan baru pada tanaman terlihat setelah daun membuka 1-2 bulan kemudian, berupa gambaran guntingan-guntingan segitiga seperti huruf V. Kalau titik tumbuh yang terserang, pohon akan mati. Sifat memakan ini selalu berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain. Stadium imago 3-5 bulan. Karena umur yang panjang dan sifat memakan yang selalu berpindah-pindah menyebabkan daerah serangannya luas dan tingkat serangannya berat. Musuh alami Oryctes, antara lain parasitoid larva, Scolia arcytophaga (Hymenoptera, Scoliidae), jamur patogen, Metarrhizium anisoliae, dan virus patogen, Baculovirus oryctes.

12. Kumbang jamur
Kumbang janur, Brontispa longissima Gestro memiliki telur berbentuk pipih, lonjong, panjang 1,4 mm dan lebar 0,5 mm. Telur diletakkan secara berkelompok 2-7 butir/kelompok pada lipatan janur. Stadium telur 4-7 hari. Lana baru panjangnya 2 mm dan larva tua 8-10 mm. Stadium larva 23-43 hari. Pupa berwarna putih-kekuningan kemudian menjadi merah kecoklatan, panjangnya 8-10 mm dan lebar 2 mm. Stadium pupa 4-5 hari. Imago panjangnya 7,5-10 mm dan lebar 1,5-2 mnr, bentuknya pipih panjang. Stadium imago 75-90 hari. Stadia larva dan imago merupakan stadia aktif karena di dalam lipatan janur melakukan kegiatan mengetam atau menggerigiti dan memakan kulit janur secara memanjang. Setelah daun membuka, tampak jaringan becak-becak memanjang dan daun menjadi keriput kemudian kering dan berwarna coklat.
Musuh alami hama ini, antara lain parasitoid telur, Haeckeliana brontispae F. dan Ooencyrtus padontiae Bah., parasitoid larva tua dan pupa Tetrastichodes brontispae Ferr., dan jamur patogen Metarrhizium anisopliae Str. Brontispae. Parasitoid T. brontispae berwarna hitam, panjang 1,5-2 mm. Parasitoid jantan dengan ujung abdomen tumpul, sedang yang betina runcing. Imago meletakkan telur pada tubuh larva tua atau pupa baru. Setelah 4-6 hari, pupa yang terserang menjadi tegang dan tidak bergerak kemudian mati. Dalam satu individu pupa dapat keluar 18-20 ekor parasitoid.

13. Ulat mayang kelapa
Larva ulat majang kelapa, Batrachedra arenosella Wlk. (Lepidoptera, Cosmopterigidae) merupakan stadium yang aktif merusak. Larva merusak bunga jantan dan bunga betina yang terdapat di dalam mayang-1 dan mayang-2. Imago bertelur pada alur kulit seludang secara terpisah atau berkelompok. Telur berwarna putih-kekuningan, lonjong, dan berumur 4 hari. Larva segera menggerek seludang menuju bunga-bunga jantan. Larva berwarna putih dengan kepala berwarna coklat-kehitaman. Panjang larva tua 0,8 cm, ruas tubuhnya dilingkari oleh gelang-gelang berwarna hijau-kecoklatan. Stadium larva 1-2 minggu. Larva berpupa pada pangkal tangkai bunga. Stadium pupa 10 hari. Ketika seludang membuka, imago telah terjadi.
Musuh alami Batrochedra, antara lain parasitoid telur Trichogramma sp, (Hymenoptera, Trichogrammatidae), Meteorus sp, Apanteles sp. dan Chetonus sp. (Hymenoptera, Braconidae). Di antara keempat jenis parasitoid tersebut, Chetonus sp. dapat dikembangbiakkan dengan inang penggantinya, yaitu telur ulat penggerek umbi kentang, Phthorimaes operculella Zell. Di lapang, dalam pupa inang hanya ditemukan seekor parasitoid, jantan atau betina. Sepasang parasitoid mampu menurunkan keturunannya 14 ekor. Masa inkubasi parasitoid di dalam tubuh inang penggantinya 26-27 hari. Parasitoid bersifat arenothoky.

14. Belalang pedang
Belalang pedang Sexava sp. memiiiki siklus hidup 243 hari, telur 45 hari, nimfa 108 hari, dan imago 90 hari. Musuh alami Sexava, antara lain parasitoid telur Leefmansia bicolor, Doirania leefmansia Waterson (Hymenoptera, Trichogrammatidae), Tetrastichoides dubius, dan Prosapegus atrellus. Di antara keempat jenis parasitoid tersebut, yang dapat dikembangbiakkan adalah Leefmansia bicolor.

15. Kutu perisai
Kutu perisai, Aspidiotus destructor Sign. berkembang pada musim kemarau dan merusak daun kelapa agak tua. Daun yang terserang tampak menguning pada permukaan daun bagian atas. Kutu perisai hidup berkoloni di bawah perisai dan berkembangbiak secara partenogenesis. Tiap kutu dapat memproduksi 50 butir telur yang diltakkan di sekeliling tubuhnya, di bawah perisai. Dalam 2-3 hari, telur menetas menjadi nimfa. Setelah 3 minggu, nimfa menjadi imago. Siklus hidupnya 1 bulan.
Musuh alami kutu perisai, antara lain tiga jenis parasitoid, yaitu Aphytis (Aphelinus) chrysomphali (Merc.), Aspidiotiphagus citrinus Craw., dan Spanioterus crucifer Gah. (Hymenoptera, Encyrtidae), dan iima jenis predator, yaitu Chilocorus melanophthalmus Muls., Cryptolaemus sp., Scymnus severini (Coleoptera, Coccinellidae). Ancylopteryx sp, dan Chrysopa sp. Imago Chilocorus berwarna kuning merah dengan diameter tubuh 4 mm, sedangkan larva agak kehitaman. Larva Cryptolaemus berwarna putih dengan duri-duri berlapis lilin tebal yang tidak kaku dengan panjang tubuh 5-6 mm. Imago Scymnus berdiameter 2 mm dan panjang 2,5 mm. Larva berwarna kuning pucat dengan panjang tubuh 3-4 mm.

16. Artona catoxantha
Artona catoxantha Hamps. memiliki telur berwarna hijau bening kekuningan, lonjong, panjangnya 1 mm dan diletakkan borkelompok pada permukaan bawah anak daun. Telur berumur 4-5 hari. Larva muda berwarna kuning cerah. Larva tua dilengkapi dengan garis-garis memanjang berwarna hitam semu ungu pada punggung dan kepala berwarna kuning-kemerahan. Panjang larva 12 mm. Larva muda menggerogoti permukaan bawah anak daun, sedangkan larva tua memakan anak daun sampai ke permukaan atas. Anak daun yang terserang akan mengering dan terlihat seperti terbakar. Anak daun setengah tua paling disukai. Umur larva 16-23 hari. Serangan Artona tidak akan mematikan kelapa. Serangan ringan berupa gejala titik pada permukaan bawah daun. Lama kelamaan menjadi gejala garis, dan akhirnya menjadi gejala tepi. Serangan berat mengakibatkan hampir semua anak daun kering, tetapi karena bagian pucuk tidak terserang, kelanjutan hidup kelapa dapat dipertahankan.
Pupa muda berwarna kekuningan, berada di bawah kokon yang berbentuk lonjong dengan warna merah sawo yang tersebar di sepanjaag lidi dan permukaan bawah anak daun. Bakal sayap dan mata berwarna hitam. Umur pupa 10 hari. Imago berwarna hitam semu merah-kecoklatan, tengkuk dan pinggir sayap depan dan bagian bawah badan berwarna kuning. Imago biasa ditemukan berjejer di ujung anak daun dengan posisi membentuk huruf V dengan permukaan hinggapnya. Siklus hidupnya 35 hari.
Musuh alami Artona, antara lain tiga jenis tabuhan parasioid larva, yaitu Apanteles artonae, Goryphus inferus, dan Neoplectus bicarinatus, tiga jenis lalat parasitoid larva, yaitu Ptychomyia remota, Euplectomorpha viridiceps, dan Cadursia leefmansi, satu jenis predator, yaitu Eucanthecona sp., dan satu jenis patogen, yaitu Beauveria sp.
Pengendalian Artona terdiri dari tiga tahapan, yaitu pengamatan, pengambilan keputusan, dan pelaksanaan pengadalian. Pengamatan dilakukan dengan pengambilan contoh terhadap 20 pohon secara acak per satu satuan wilayah yang luasnya 25 ha setiap bulan. Tiap pohon contoh diambil satu pelepah daun yang telah membuka sempurna. Jumlah larva sehat dan larva terparasit dihitung. Pengendalian tidak dilakukan apabila rata-rata populasi larva <5 ekor/contoh atau berkisar antara 5-10 ekor/contoh dan tingkat parasitasinya >40%. Pengendalian dilakukan apabila rata-rata populasi larva >5 ekor/contoh dan tingkat parasitasinya <40%. Tindakan pengendalian dapat berupa pemangkasan dan pembakaran pelepah apabila populasi larva telah memasuki instar terakhir atau pupa. Tujuannya untuk membasmi sumber infestasi dan mencegah perluasan serangan hama. Akan tetapi, apabila populasi larva mencapai instar awal, aplikasi insektisida dapat dilakukan (infus akar, injeksi batang, penyemprotan dari bawah tajuk, atau penyemprstan dari udara).

TEKNIK PRODUKSI MUSUH ALAMI
1. Parasitoid Cephalonomia stephanoderis
C. stephanoderis merupakan lebah parasitoid yang menyerang kumbang penggerek buah kopi, Hypothenemus hampei. Larva hidup sebagai ektoparasit pada larva instar terakhir dan prapupa inang. Imago betina berukuran panjang 1,6-2 mm, sedangkan yang jantan 1,4 mm. Imago meletakkan telur pada prapupa inang bagian ventral dan pada pupa inang bagian dorso-abdominal. Imago memakan telur, larva, pupa, dan imago inang. Telur parasitoid berukuran 0,4 x 0,2 mm. Larva berwarna putih, berukuran panjang 2,1 mm, bentuk tubuh bengkok dan meruncing ke bagian ekor, tidak berkaki dan berbulu. Pupa berada di dalam kokon berwarna putih, pupa memiliki tipe bebas (liberal), mula-mula berwarna putih kemudian berubah menjadi coklat.
Untuk mendapatkan kumbang penggerek buah kopi, buah kopi yang terserang penggerek dimasukkan ke dalam stoples. Imago yang terjadi dipasangkan dengan perbandingan jumlah betina dan jantan 1:2 dalam tempat sejenis dan diberi pakan buah kopi segar. Larva dan pupa yang dihasilkan digunakan untuk pembiakan parasitoid. Larva atau pupa penggerek sebanyak 10 ekor dimasukkan ke dalam tabung gelas, sebagai inang parasitoid. Imago parasitoid dipasangkan dalam tabung dengan perbandingan jumlah betina dan jantan 2:1. Pemindahan parasitoid ke tabung lain yang berisi inang segar dilakukan 2 hari sekali sampai hari ke 10.

2. Parasitoid Tetrastichoides brontispae
T. brontispae merupakan parasitoid untuk kumbang janur, Brontispa longissima. Ada tiga metode pembiakan parasitoid T. brontispae, yaitu metode tabung gelas, metode stoples, dan metode kotak. Metode tabung geias dilakukan sebagai berikut. Pupa Brontispa terparasit dimasukkan ke dalam tabung gelas berukuran diameter 1,5 cm dan panjang 15 cm. Setelah parasitoid keluar dari pupa, ke dalam tabung dimasukkan pupa segar berumur 1-2 hari secara bertahap 1-3 ekor per hari. Pupa yang telah terserang parasitoid dipelihara hingga muncul parasitoid baru. Agar suhu stabil tabung disisipkan ke dalam potongen pelepah daun pisang yang masih segar. Untuk pakan parasitoid, ke dalam tabung dimasukkan larutan madu 10% pada kapas.
Metade stoples dilakukan sebagai berikut. Pupa Brontispa terparasit dimasukkan ke dalam tabung yang dibungkus dengan pelepah daun pisang. Tabung dimasukkan ke dalam stoples berukuran diameter 8 cm dan tinggi 10 cm. bersama-sama dengan larva tua Brontispa pada lipatan janur dan larutan madu 10%.
Metode kotak dilakukan sebagai berikut. Disiapkan kotak kayu berukuran 20 X 15 X 7,5 cm. Pada sisi kotak bagian depan dan belakang dibuat tiga buah lobang yang berjajar harizontal dan bergaris tengah sama dengan tabung gelas. Tabung berguna untuk mengetahui apakah sudah terjadi parasitasi pada pupa. Pupa Brontispa terparasit dimasukkan ke dalam tabung yang dibungkus dengan pelepah daun pisang. Parasitoid yang muncul dimasukkan ke dalam kotak melalui lobang. Secara bertahap, pupa segar dimasukkan ke dalam tabung kemudian disisipkan pada lobang untuk berlangsungnya parasitasi.
Untuk mendapatkan pupa Brontispa, 50-100 pasang imago hasil koleksi dari lapang atau hasil pembiakan secara terus-menerus dipelihara dalam wadah berukuran 2000 ml dan diberi pakan junur. Telur-telur yang dihasilkan akan menetas dalam 3-7 hari. Larva diberi pakan yang sama hingga menjadi pupa.
Pelepasan parasitoid di lapang dilakukan dengan cara sebagai berikut. Pupa terparasit sebanyak 4 ekor dibungkus dengan kain kasa. Kain kasa dijepitkan pada koker atau potongan bambu berukuran diameter 3-5 cm dan panjang 5-7 cm. Koker diikat dengan tali dan digantungkan pada daun kelapa pada bagian pucuk. Untuk setiap ha tanaman terserang diperlukan 4 buah koker, masing-masing berisi 4 ekor pupa Brontispa terparasit. Pelepasan dilakukan 3-6 bulan sekeli.

3. Parasitoid Chelonus sp.
Chelonus sp. menrpakan salah satu parasitoid untuk ulat mayang kelapa, Batrachedra arenosella. Pembiakan parasitoid ini diawali dengan mengkoleksi Chelonus sp. pada seludang dari lapang. Pupa Betrachedra terparasit yang terdapat pada seludang diambil tanpa menyentuh pupanya kemudian pupa dipelihara dalam tabung hingga muncul parasitoid.
Parasitoid diperbanyak dengan inang pengganti, yaitu telur ulat penggerek umbi kentang. Phthorimaes operculella. Inang diperbanyak dengan cara sebagai berikut: umbi kentang diambil dari lapang. Larva, pupa, dan imago P. operculella yang dijumpai dipelihara dalam stoples berisi larutan gula kelapa 10% pada kapas sebagai pakan imago. Stoples ditutup dengan kain katun berwarna hijau sebagai tempat imago meletakkan telur. Pakan dan kain katun diganti setiap hari. Kain berisi telur dibungkuskan pada kentang segar yang telah ditusuk-tusuk kemudian dimasukkan ke dalam stoples yang berisi pasir. Setelah semua larva masuk ke dalam kentang, kain pembungkus dibuka. Jika kentang membusuh larva di dalam kentang dipindahkan ke kentang segar. Pupasi berlangsung di dalam dan di luar kentang. Imago yang muncul dimasukkan ke dalam stoples lain untuk memperoleh telur.
Parasitoid Chelonus sp. dipasangkan selama 2 hari 2 malam dalam tabung. Tabung dilengkapi dengan kain katun berisi telur inang P. operculella. Telur inang yang telah diparasitasi dibungkuskan ke kentang segar. Larva masuk ke dalam kentang kemudian berpupasi. Pupa terparasit berwarna putih siap dikirim ke tempat lain yang jauh. Parasitoid yang muncul dipasangkan di dalam tabung gelas untuk persiapan pelepasan di daerah serangan Batrachedra. Tabung berisi 5 ekor parasitoid betina yang telah dipasangkan dibungkus dengan pelepah daun pisang kemudian dilepas di atas pohon. Pelepasan dilakukan pada siang hari, 3 bulan sekali sebanyak 5 ekor/ha.

4. Parasitoid Leefmansia bicolor
Leefmansia merupakan salah satu parasitoid untuk hama Sexava. Selama hidupnya, Leefmansia berada dalam telur Sexava. Perkembangan parasitoid mulai telur diletakkan hingga menjadi imago berlangsung selama 35 hari. Pembiakan parasitoid ini diawali dengan pembiakan Sexava.
Sexava dikoleksi dari lapang kemudian dipelihara dalam kurungan kasa berukuran 75 X 50 X 50 cm sebanyak 50 ekor dengan perbandingan betina dan jantan 4:1. Pakan yang digunakan berupa campuran daun pisang dan daun kelapa. Kurungan berisi pasir untuk tempat meletakkan telur. Telur Sexava dimasukkan ke dalam tabung, 10 butir/tabung kemudian dimasukkan 15 ekor parasitoid dengan perbandingan betina dan jatan 4:1. Sebagai pakan, diberikan larutan madu 10% pada kapas. Telur Sexava terparasit (2-3 hari kemudian), disimpan dalam potongan bambu yang berisi pasir dengan cara dibenamkan dengan posisi tegak pada permukaan pasir.
Pelepasan parasitoid berpedomankan sebagai berikut. Apabila populasi Sexava 1-2 ekor/pelepah dan persentase parasitasi <20%, 20-40%, atau >40%, telur terparasit yang dilepas, berturut-turut sebanyak 75, 50 dan 25 butir/ha. Cara pelepasannya dengan memasukkan 5-10 butir telur Sexava terparasit ke dalam kotak gabus. Kotak digantungkan setinggi 50-75 cm pada tongkat kayu dan diletakkan pada tempat teduh.
Evaluasi dilakukan dengan mengambil 1 pohon contoh yang mewakili 1000 pohon. Pengamatan populasi nimfa dan imago dilakukan dengan cara menurunkan satu pelepah daun kelapa yang masih utuh secara acak dari pohon contoh. Pengamatan telur dilakukan pada permukaan tanah sampai kedalaman 10-20 cm di sekitar batang kelapa dengan radius 50 cm dari batang pohon contoh. Berdasarkan hasil pengamatan tingkat populasi Sexava dan parasitasi Leefmansia, maka dapat ditentukan perlu-tidaknya pelepasan parasitoid.

5. Predator Amblyseius deleoni
A. deleoni merupakan tungau predator penting yang memangsa tungau jingga, B. phoenicis. Ukuran tubuh tungau predator lebih besar daripada tungau jingga. Tubuhnya berukuran panjang 390 µm dan berwarna bening transparan atau tembus cahaya. Warna tabuh berubah menjadi jingga sesuai dengan warna tungau yang dimangsanya. Bentuk tubuh agak rata, tetapi akan sedikit kembung jika telah memangsa tungau hama. Pergerakannya lebih cepat daripada tungau jingga. Tungkai depan lebih panjang daripada tungkai depan dan berguna untuk menangkap mangsanya. Pada bagian kepaia terdapat stylet yang berbentuk jarum dan berguna untuk menusuk bagian tubuh dan mengisap cairan sel tubuh mangsanya. Telur tungau predator berbentuk oval, berwarna putih atau transparan, dan ukurannya lebih besar daripada telur mangsanya. Larva berwarna transparan dan kakinya tiga pasang. Bentuk pronimfa, deutonimfa, dan imago hampir sama. Perbedaannya hanya dalam ukuran; makin bertambah umur, makin besar tubuhnya. Jumlah kaki stadia pronimfa, deutonimfa dan imago empat pasang. Siklus hidup parasitoid ini 28-31 hari.
Pembiakan A. deleoni diawali dengan penyiapan media biakan. Spon dimasukkan ke dalam kotak plastik berisi air. Di atas spon diletakkan plastik hitam kemudian ditekan agar air meresap ke dalam spon.Lipatan tisu dicelupkan ke dalam air kemudian diletakkan di atas plastik hitam hingga sisa tisu berkeliling dgn tidak putus-putus. Di atas plastik hitam diberi sedikit kapas selanjutnya ditutup dengan cover glass. Predator dikoleksi dari perdu teh yang terserang tungau jingga. Predator sebanyak 5-10 ekor diambil dengan kuas kemudian dipindahkan ke kultur biakan. Predator diberi pakan telur tungau jingga, telur tungau Tetranichus urticae, atau polen tanaman teh. Telur tungau inang diperoleh dengan cara membiakkan T. urticae ke tanaman kacang merah berumur 2-3 minggu. Predator dilepas di lapang sebanyak 20-30 ekor/perdu teh/aplikasi sebelum populasi tungau jingga mencapai ambang kendali.

6. Predator Curinus coeruleus
C. coeruleus merupakan salah satu jenis kumbang predator penting untuk kutu putih atau kutu dompolan, Planococcus citri pada tanaman kopi. Kumbang ini mudah dibiakkan dengan mangsa kutu loncat Heteropsylla cubana Crawford (Homoptera, Psyllidae). Caranya, pertama-tama, tanaman lamtoro (Leucaena glauca) ditumbuhkan dalam pot plastik. Setelah lamtoro berumur lebih dari sebulan, imago kutu loncat diinfestasikan ke tanaman kemudian tanaman disungkup dengan kurungan. Setelah telur diproduksi, kumbang predator dipasangkan ke dalam kurungan. Imago C. coeruleus menyukai telur, nimfa, dan imago kutu loncat, tetapi larvanya hanya menyukai telur dan nimfa dan tidak menyukai imago kutu loncat.

7. Predator Chilocorus sp.
Chilocorus merupakan predator untuk kutu perisai, Aspidiotus destructor pada kelapa. Pembiakan predator dimulai dengan mengkoleksi kutu perisai dari daun kelapa yang terserang kemudian dipelihara dengan pakan buah waluh tua. Sebuah waluh diinfestasi dengan 40 ekor imago kutu. Infestasi dilakukan dengan cara menempelkan potongan daun kelapa yang ada kutunya ke waluh. Setelah populasi kutu cukup banpk, buah waluh dimasukkan ke dalam kurungan kasa kemudian dilepaskan kumbang predator Chilocorus. Daya mangsa kumbang ini 80-130 ekor kutu/hari.

8. Jamur Beauveria bassiana
Jamur ini bersifat patogen pada berbagai jenis serangga, antara lain ulat penggerek batang merah (Zeuzera coffeae), kumbang penggerek batang kopi (Lophoboris piperis), dan kumbang penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei). B. bassiana mempunyai hifa ramping, hialin, dan berukuran 1,5-2 µm. Konidium bersel satu, hialin, berbentuk bulat sampai bulat telur. Konidiofor berbentuk botol dengan bagian ujung yang ramping. Pada saat pembentukan konidium, ujung konidiofor tetap tumbuh pada sisi yang berbeda sehingga berbentuk zig-zag. Larva yang terinfeksi B. bassiana ditandai oleh munculnya hifa pada permukaan tubuh yang lunak atau pada antar segmen. Pada tubuh larva yang telah mati menjadi mumi muncul miselium berupa serbuk seperti kapur berwarna putih.
Selain pada serangga, B. bassiana dapat diperbanyak pada media buatan, baik yang berupa media padat maupun cair. Perbanyakan pada media padat diiakukan sebagai berikut. Jagung giling dimasak dengan perbandingan berat jagung dan air 1:1 sampai setengah matang dan air tepat habis. Setelah dingin, jagung dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian disterilisasikan ke dalam autoklaf pada suhu 120 C dan tekanan 1 atm selama 30 menit. Setelah dingin, media diinokulasi dengan biakan murni B. bassiana. Kantong diberi lobang aerasi berupa pipa dengan diameter 2 cm yang berisi kapas. Media diinkubasikan pada suhu kamar dengan sinar difus selama 10 hari atau sampai terjadi sporulasi penuh. Untuk persiapan aplikasi, 1 kg biakan B. bassiana diremas-remas kemudian dicampurkan ke dalam 1 l air. Suspensi spora disaring dengan kain kasa kemudian diencerkan menjadi 200-400 l air. Suspensi siap digunakan untuk penyemprotan 1 ha tanaman.
Perbanyakan pada media cair dilakukan sebagai berikut. Media cair dibuat menurut metode Samsinakova (1966) yang dimodifikasi dengan komposisi: kentang 200 g, NaCl 0,5%, CaCO3 0,2% dan Yeast 0,2% dalam 1 l air. Potongan kentang direbus dalam 700 ml air sampai cairan agak kental kemudian disaring. Bahan-bahan lain dilarutkan dalam 250 ml air kemudian dimasukkan ke dalam larutan kentang. Larutan media dimasukkan ke dalam fermentor dan disterilkan dalam autoklaf. Setelah dingin, media diinokulasi dengan biakan murni B. bassiana. Untuk persiapan aplikasi, biakan B. Bassiana berumur 5 hari disaring dengan kain kasa kemudian diencerkan 5000 kali. 1 l biakan murni dapat digunakan untuk penyemprotan 1 ha tanaman.

9. Jamur Spicaria javanica
S. javanica merupakan salah satu jamur patogen yang menginfeksi kepik pengisap pucuk daun teh dan buah kakao (Helopeltis theivora dan H. antonii), dan kumbang penggerek buah kopi (Hypothenemus hampei). Gejala serangga terinfeksi jamur S. javanica berupa tubuh kaku dan keras dan permukaan tubuhnya ditumbuhi jamur berwarna putih.
Jamur patogen ini diperbanyak dengan cara sebagai berikut. Serangga yang terinfeksi S. javanica disterilkan dengan desinfektan kemudian dipotong-potong dan dimasukkan ke dalam petridis yang berisi media PDA (potato dextrose agar). Koloni yang terbentuk dimurnikan dengan cara menumbuhkannya ke media baru secara berulang. Jagung giling dimasak sampai setengah matang. Setelah dingin, jagung dimasukkan ke dalam kantong plastik kemudian disterilisasikan kedalam autoklaf. Setelah dingin, media diinokulasi dengan biakan murni S. javanica menggunakan jarum oce steril. Kantong diberi lobang aerasi kemudian diinkubasi pada suhu kamar salama seminggu sampai terjadi sporulasi penuh kemudian diremas-remas. Hasil biakan ini digunakan sebagai starter. Perbanyakan massal S. javanica dilakukan dengan cara yang sama dengan perbanyakan untuk starter. Bedanya, bahan inokulannya bukan biakan murni, tetapi starter dengan perbandingan berat starter dan medium 1:25.
Untuk persiapan aplikasi, 200 g starter berumur 2 minggu dilarutkan dalam 1 l air kemudian diremas-remas dan disaring. Larutan cendawan ditambahkan air hingga menjadi 10 l. Larutan siap diaplikasikan dengan dosis 2 kg/ha.

10. Jamur patogen Metarrhizium anisopliae
M. anisopliae merupakan salah satu jamur patogen yang menginfeksi kumbang nyiur, Oryctes rhinoceros. Larva (lundi) yang terinfeksi Metarrhizium mula-mula tampak bintik coklat pada permukaan tubuh. Lima hari kemudian, permukaan tubuh ditumbuhi oleh hifa berwarna putih, selanjutnya berubah warna menjadi hijau olive.
Pembiakan Oryctes dilakukan sebagai berikut. Larva instar III sehat dikoleksi dari lapang kemudian dipelihara dengan media campuran serbuk gergaji dan kotoran hewan yang sudah melapuk dengan perbandingan 1:1. Media disterilisasi dengan cara dikukus selama 2 X 90 menit dengan interval 24 jam kemudian didinginkan. Media dibasahi dengan air hingga lembab. Kumbang yang terjadi dipasangkan dengan perbandingan betina dan jantan 4:1 dalam baskom yang berisi media dan diberi pakan potongan tebu. Panen telur dilakukan setiap minggu. Telur ditetaskan dalam baskom kecil berisi media. Telur disusun dalam kelompok kecil kemudian ditutup dengan petridis. Setiap baskom berisi 50 butir telur. Setelah menetas, larva dibiarkan selama 40 hari kemudian dipindahkan ke wadah yang lebih besar.
Perbanyakan Metarrhizium diawali dengan mengkoleksi larva Oryctes yang mati terinfeksi Metarrhizium. Jamur pada larva mati terinfeksi dimurnikan dengan media PDA. Media PDA dibuat dengan cara sebagai berikut. Kentang yang telah dikupas (200 g) diiris-iris kemudian direbus dengan aquades sampai lunak, saring dan ambil kaldunya. Agar (20 g) dan dextrose (20 g) dimasukkan ke dalam kaldu kentang (tambahkan aquades bila kurang dari 1000 ml), masak dalam penangas sampai hemogen. Larutan dimasukkan ke dalam petridis atau tabung gelas. Petridis dibungkus dengan kertas payung, sedangkan tabung gelas ditutup dengan kapas kemudian disterilkan dalam autoclave pada suhu 1200 C dan tekanan 15 lbs selama 30 menit. Biarkan agak dingin (tetapi belum membeku) kemudian diangkat. Tabung gelas dimiringkan untuk memperoleh agar miring.
Perbanyakan masal pada media jagung. Jagung pecah giling dimasak sampai setengah matang kemudian dimasukkan ke dalam erlenmeyer (1/3 nya), selanjutnya ditutup dengan kapas dan dilapisi dengan kertas timah. Sterilkan dalam autoclave pada suhu 1200 C dan tekanan 15 lbs selama 30 menit. Media jagung yang telah dingin digunakan untuk perbanyakan Metarrhizium. Spora jamur dari biakan murni (dalam petridis/tabung gelas) diencerkan dengan aquades kemudian dituangkan beberapa tetes dengan pipet ke dalam media jagung kemudian ditutup lagi dengan kapas dan dilapisi dengan kertas timah. Media digojok secara hati-hati agar spora jamur merata. Jamur mulai tumbuh pada hari ke 3 atau 4 dan akan penuh setelah 10 hari. Inkubasi dilakukan pada suhu kamar. Bila jamur telah merata menutupi permukaan media, maka dapat digunakan langsung atau sebagai sumber inokulum baru. Jagung berjamur ditaburkan ke dalam media sterii dengan perbandingan 1:20 dalam kotak isolasi. Seminggu kemudian, media ditumbuhi jamur. Hasil ini dapat dikeringkan dan disimpan sebagai bioinsektisida. Biakan jamur yang teiah tumbuh sempurna dikering-anginkan selama 4 hari. Jamur kering dapat disimpan dalam kantong plastik atau botol tertutup. Jamur ini dapat disimpan 1-2 tahun dalam suhu kamar atau 2-3 tahun dalam refrigerator pada suhu 5-100 C.
Metode perbanyakan secara sederhana. Larva instar III sehat dimasukkan ke dalam ember 20-30 l yang berisi media kira-kira setengahnya dan ditutup. Setiap 1 media dapat menampung 3 ekor larva. Sebanyak 2-3 ekor larva mati terinfeksi jamur dipotong-potong kemudian dicampurkan ke dalam ember. Larva yang mati dikoleksi 2 kali seminggu. Larva mati dimasukkan ke dalam kantong plastik dan siap disebar di lapang. Sasaran jamur ini adalah larva dan pupa dalam sarang. Biakan jamur pada media jagung dapat disebarkan dalam keadaan basah atau kering. Inokulum dicampur dengan media serbuk gergaji sampai rata kemudian taburkan di bawah permukaan (5 cm) sarang. Penaburan dilakukan 6 bulan sekali. Jumlah inokulum yang ditaburkan 20 g jamur kering per m2 sarang. Apabila cuaca kering, perlu dilakukan penyiraman pada sore hari setiap 3 hari sekali. Evaluasi dilakukan 1-2 bulan setelah penyebaran pada daerah sasaran.

11. Perbanyakan Baculovirus oryctes
B. oryctes merupakan salah satu virus patogen yang menginfeksi kumbang nyiur, Oryctes rhinoceros. Larva yang terserang virus tubuhnya lemas, berwarna lebih transparan, bila mati akan berwarna krem atau coklat muda, kadang-kadang pada anus keluar usus. Larva yang telah mati berbau busuk. Larva yang baru mati berwarna putih transparan merupakan bahan virus yang baik untuk dibekukan.
Perbanyakan virus dimulai dengan pembiakan Oryctes. Media berupa serbuk gergaji halus dibasahi air secukupnya, selanjutnya diaduk merata di dalam ember. Media disterilkan dengan cara dikukus selama 1 jam. Setelah dingin, media dimasukkan pada botol bening yang sudah disterilkan dengan alkohol. Setiap botol diisi media setengahnya. Larva instar III (mendekati prapupa) dikoleksi dari lapang kemudian dicuci dengan air mengalir menggunakan ayakan. Larva dimasukkan ke dalam botol yang berisi media. Kumbang yang muncul diberi pakan tebu.
Perbanyakan virus dengan larva. Seekor larva yang terinfeksi virus dipotong-potong, dicampur dengan media kemudian dimasukkan ke dalam botol yang berisi media dan dimasukkan pula 2 ekor larva sehat. Setelah 1-6 minggu larva terinfeksi. Larva mati disimpan dalam refrigerator.
Perbanyakan virus dengan kumbang. Kumbang mati terinfeksi virus dibedah. Bagian ususnya berwarna putih, membengkak dan bila dipotong akan mengeluakan cairan putih kental. Usus dari 4-5 ekor kumbang dicampur dengan sedikit gula pasir lalu dihancurkan sampai lumat dan ditambahkan 1 sendok aquades. Larutan ini cukup untuk menginfeksi 30 ekor kumbang sehat dengaa cara meneteskannya (2-3 tetes) ke mulut kumbang. Stelah 2-3 minggu, kumbang siap dilepas di lapang.
Kumbang terinfeksi virus diletakkan pada pangkal pelepah muda atau tempat terlindung pada sore hari. Jumlah kumbang yang dilepas sebanyak 10 ekor/ha. Evaluasi dilakukan 1 tahun setelah pelepasan dengan cara mengkoleksi kumbang di lapang. Bangkai kumbang dipotong-potong kemudian dicampur dengan media steril. Setelah itu, dimasukkan ke dalam botol yang berisi 2 ekor larva sehat. Bila lundi mati, berarti pelepasan berhasil.
Daerah sasaran virus adalah kumbang di pertanaman kelapa. Sebanyak 4 ekor larva mati ditambah 1 l air kemudian diblender. Campuran disaring dan suspansinya digunakan untuk merendam kumbaag yang akan diiepas ke pertanaman kelapa yang terserang. Sebanyak 1 l suspensi dapat digunakan untuk merendam 100 ekor kumbang selama 5-7 menit. Kumbang dimasukkan ke dalam botol dan dipuasakan sehari, kemudian dilepas. Sebelum dilepas, kumbang dipelihara dulu selama 4 hari dan diberi pakan tebu. Kumbang dilepas pada sore atau malam hari sebanyak 10-12 ekor/ha. Evaluasi dilakukan 1-3 bulan setelah penyebaran.

KENDALA DAN PROSPEK PEMANFAATAN MUSUH ALAMI
Peranan Musuh Alami
Peranan musuh alami dalam mengatur populasi hama sering kurang dimengerti secara baik oleh petani. Sebagai konsekuensinya, banyak program pengelolaan hama tidak mempertimbangkannya sebagai sesuatu yang penting. Akan tetapi setelah terjadi gejolak populasi hama akibat gangguan terhadap musuh alami karena penggunaan pestisida yang tidak bijaksana, barulah petani menyadari peranan musuh alami tersebut. Apabila peranan musuh alami dimengerti secara baik, petani akan melakukan usaha memanipulasi lingkungan dan memanfaatkan musuh alami sedemikian rupa, sehingga musuh alami merupakan suutu komponen nyata dalam strategi pengelolaan hama yang efektif dan praktis. Dalam mengembangkan srtategi pengelolaan hama, satu unsur dasar yang harus dipertimbangkan adalah pengenalan musuh alami yang ada di pertanaman dan penentuan dampaknya dalam pengaturan populasi hama.

Kendala Pemanfaatan Musuh Alami
Pemanfaatan musuh alami dalam kaitannya dengan pengendalian hama tanaman perkebunan dihadapkan kepada beberapa kendala, antara lain kondisi agroekosistem dan kebergantungan kepada pestisida.

Kondisi Agroekosistem
Kondisi biotis dan abiotis ekosistem tananan perkebunan relatif tetap, kecuali pada beberapa tanaman semusim misalnya kapas yang ekosistemnya selalu berubah-ubah menurut pola tanam setempat. Kondisi agroekosistem yang selalu berubah-ubah tersebut tidak menguntungkan bagi musuh alami untuk menetap (establish). Hanya beberapa jenis musuh alami yang memiliki inang pada komoditas berbeda yang mempunyai peluang lebih besar untuk menetap.

Kebergantungan terhadap Pestisida
Kecenderungan petani mengendalikan hama dengan menggunakan pestisida secara berlebihah akan menurunkan populasi musuh alami, sehingga musuh alami tidak mampu mengatur populasi hama. Kebergantungan petani terhadap pestisida umumnya karena dibayangi oleh risiko kegagalan panen. Oleh karena itu, untuk mangurangi kebergantungan petani terhadap pestisida, teknologi pengelolaan ekosistem yang telah tersedia perlu diinformasikan ke petani. Petani harus diberi penyuluhan tentang manfaat musuh alami sebagai komponen pengendalian hama. Apabila ekosislem dapat terkelola dengan baik, musuh alami diharapkan mampu mengendalikan dan mengatur populasi hama pada tingkat yang tidak merugikan secara ekonomis.

Prospek Pemanfaatan Musuh Alami
Populasi musuh alami pada tanaman perkebunan bervariasi menurut lokasi, waktu/musim, tipe lahan, dan teknik budidaya. Beberapa jenis di antaranya dijumpai berlimpah, terutama pada daerah yang tidak pernah atau jarang diaplikasikan pestisida. Dalam keadaan demikian, musuh alami dapat berperanan cukup besar sebagai faktor pengendali populasi hama.
Beberapa jenis musuh alami telah diketahui potensinya, di antaranya memiliki kemampuan mencari inang, memangsa, berkembang biak, dan beradaptasi yang tinggi, sehingga mudah menetap/berkoloni, dan memiliki inang yang spesifik untuk tingkat spesies atau genus. Apabila musuh alami, baik yang bersifat indigenous maupun exotic apabila berhasil dibiakkan/diperbanyak secara massal, maka potensi musuh alami tersebut dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan hama sasaran.

STRATEGI PEMANFAATAN MUSUH ALAMI
Ada empat strategi yang dikembangkan dalam pemanfaatan agens pengendalian hayati, yakni: 1) manipulasi lingkungan, 2) konservasi, 3) augmentasi, dan 4) introduksi agens pengendalian hayati.

Manipulasi Lingkungan
Sejumlah musuh alami indigenoas mungkin dapat ditingkatkan peranannya dengan memanipulasi lingkungan. Usaha memanipulasi lingkungan mencakup berbagai teknik antara lain menambahkan sejumlah individu hama sebagai inang alternatif menggunakan senyawa penarik (attractant) atau pakan tambahan dan memodifikasi teknik budidaya yang menguntungkan musuh alami.
Musuh alami, terutama parasitoid dan patogen, umumnya bersifat spesifik terhadap jenis inang dan tahap perkembangan inang. Apabila keberadaan musuh alami tidak sesuai dengan keberadaan inangnya, maka musuh alami tersebut tidak dapat bertahan hidup. Terjadinya eksplosi suatu jenis hama mungkin disebabkan oleh ketidaksesuaian antara musuh alami dan inangnya pada kondisi lingkungan tertentu. Oleh karena itu, tersedianya inang alternatif dan pakan inang lainnya, misalnya nektar, tepungsari, dan embun madu sangat menentukan kehidupan musuh alami. Tumbuhan liar di luar pertanaman perlu dikelola sebaik-baiknya, selain untuk tempat berlindung, juga tempat hidup inang alternatif, dan sumber pakan musuh alami. Lebih lanjut, jumlah musuh alami di lapang dapat ditingkatkan dengan melepas serangga yang dipelihara di laboratorium. Usaha tersebut dapat membuktikan bahwa pengendalian hayati memberikan keuntungan karena murah, tahan lama dan menjamin keberhasilan pengendalian hama.
Kegiatan modifikasi teknik budidaya dilakukan, antara lain dengan mengefisiensikan
penggunaan pupuk nitrogen, tidak menggunakan varietas rentan, dan mengurangi atau bahkan tidak menggunakan pestisida. Demikian juga usaha tumpangsari tanaman dapat membuat kondisi lingkungan yang menguntungkan bagi musuh alami. Hal tersebut telah dibuktikan oleh beberapa peneliti bahwa tumpangsari tanaman antara kapas dan kacang-kacangan dapat meningkatkan kepadatan populasi predator (coccinellids dan syrphids) secara bertahap hingga tanaman relatif terhindar dari serangan hama.

Konservasi Musuh Alami
Konservasi musuh alami dapat dilakukan melalui pengembangan teknik pengelolaan ekosistem yang tidak berdampak negatif terhadap musuh alami. Hal ini berkaitan erat dengan sistem PHT yang merupakan penjabaran dari strategi pembangunan berwawasan lingkungan.
Berbagai hasil penelitian konservasi musuh alami umumnya menunjukkan pentingnya arti pengelolaan pestisida dalam pengendalian hama. Apabila aplikasinya tidak bijaksana, terutama pestisida yang berspekrum lebar, tingkat populasi musuh alami akan menurun, sehingga tidak dapat berperan sebagai pengatur populasi hama. Sebagai contoh, praktek pengelolaan dengan fungisida berpengaruh negatif terhadap keefekifan jamur patogen serangga, sehingga penggunaannya dapat mencegah atau melambatkan terjadinya opizootik. Oleh karena itu, kalau pun diperlukan, aplikasi pestisida hendaklah berpedoman kepada data pemantauan dan analisis ekosistem dengan catatan populasi hama telah mencapai ambang ekonomi dan populasi musuh alami sangat rendah atau tidak mampu menurunkan/mempertahankan populasi hama di bawah ambang ekonomi. Selain itu, jenis pestisida dan waktu aplikasinya harus dipilih secara tepat agar pengaruh yang merugikan dari pestisida dapat dibatasi.

Augmentasi Musuh Alami
Augmentasi atau penglepasan musuh alami dapat dilakukan sekaligus dalam waktu tertentu untuk segera mengendalikan hama sasaran (innoculation) dan dapat pula secara bertahap agar musuh alami dapat berkembang biak yang kemudian mampu mengendalikan hama sasaran (innundation). Kegiatan augmentasi musuh alami pada pertanaman perkebunan relatif berhasil bila dibandingkan dengan tanaman semusim karena tidak terbatasnya perkembangan populasi dan permanennya musuh alami di ekosistem perkebunan. Kalaupun kurang berhasil, hal tersebut mungkin terkait erat dengan masih terbatasnya pengetahuan biologi, teknik pembiakan massal, fasilitas produksi, dan sistem penglepasan musuh alami. Dengan meningkatkan kualitas sumberdaya manusia yang menangani musuh alami, permasalahan tersebut dapat diatasi.
Beberapa jenis musuh alami baru yang telah berhasil dibiakkan dan diaugmentasikan di balai penelitian dan perguruan tinggi perlu diadopsi teknologinya di Laboratorium Lapang. Jenis musuh alami tersebut, antara lain: a) predator A. deleoni untuk tungau jingga, B. phoenicis pada teh, dan (b) predator C. coeruleus untuk kutu lancat, H. cubana, tetapi mungkin dapat pula untuk kutu dompolan kopi, P. citri. Demikian juga, beberapa jenis musuh alami yang telah berhasil dibiakkan dan diaugmentasikan di suatu Laboratorium Lapang perlu ditingkatkan kualitasrya dan diadopsikan teknologinya di Laboratorim Lapang lainnya. Musuh alami tersebut, terutama patogen, mungkin dapat digunakan untuk mengendalikan hama lainnya. Beberapa jenis musuh alami tersebut, antara lain: a) parasitoid C. stephanoderis untuk kumbang penggerek buah kopi, H. hampei, (b) jamur B. bassiana untuk ulat penggerek batang merah, Zeuzera spp., kumbang penggerek batang kopi, L. piperis, dan kumbang penggerek buah kopi, H. hampei, (c) jamur S. javaxica untuk pengisap pucuk daun teh, Helopeltis spp., dan kumbang penggerek buah kopi, H. hampei.

Introduksi Musuh Alami
Pengendalian hayati melalui introduksi dan kolonisasi musuh alami merupakan pengendalian hayati klasik. Suatu jenis musuh alami diintroduksikan dari suatu daerah atau negara asal ke daerah atau negara lain dengan harapan dapat menetap dan menyelenggarakan pengendalian hama sasaran dalam jangka panjang. Strategi pengendalian hayati ini telah berkali-kali diterapkan di tanaman perkebunan.
Sebagai contoh, pada bulan Agustus 1986 telah diintroduksikan ke Indonesia, predator C. coeruleus dari Hawaii untuk mengendalikan kutu loncat, H. cubana pada tanaman lamtoro yang merupakan tanaman pelindung tanaman kopi, di samping fungsinya sebagai pakan ternak dan tanaman penghijauan. Kumbang predator tersebut berhasil dibiakkan di laboratorium dan mampu menetap. Diharapkan, kumbang predator ini dapat dimanfaatkan untuk mengendaiikan kutu dompolan kopi, P. citri. Pada tahun 1989, parasitoid Cephalonomia stephanoderis juga diintroduksikan ke Indonesia dari Tongo dan Kenya. Parasitoid ini berhasil dikembang-biakkan di beberapa daerah penghasil kopi di Lampung dan Jatim untuk mengendalikan kumbang penggerek buah kopi, H. hampei.
Introduksi musuh alami tidak selalu berhasil. Sebagai contoh, parasitoid Heterospilus coffeicola Schm. (Hymenoptera, Braconidae) yang diintroduksikan dari Afrika dan parasitoid Prorops nasuta Wat. (Hymenoptera, Bethylidae) yang diintroduksikan dua kali dari Uganda pada 1923 dan 1989. Kegagalan tersebut karena tidak mampu menetap.

KESIMPULAN
Berdasarkan uraian tersebut di atas, dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut:
1. Ekosistem perkebunan yang pada *mumnya relatif stabil merupakan faktor menguntungkan bagi pemanfaatan musuh alami. Kestabilan ekosistem ini selayaknya dipertahankan melalui pengeloaan yang bijaksana.
2. Musuh alami berperanan penting dalam ekosistem perkebunan karena dapat mengendalikan dan mengatur populasi hama. Keberadaannya dalam ekasistem perlu dilestarikan melalui usaha konservasi dan peningkatan efektivitas musuh alami.
3. Beberapa jenis musuh alami telah berhasil diidentifikasi dan diproduksi secara massal di banyak laboratorium lingkup Direktorat Jendral Tanaman Perkebunan. Metode produksi yang efisien dan kualitasnya perlu ditingkatkan, teknologi pemanfaatannya perlu disebarluaskan ke petani, dan sumberdaya manusia yang menanganinya perlu ditingkatkan.
4. Beberapa jenis musuh alami baru yang potensial dan terbukti efektif perlu ditentukan prioritas pengembangannya.