TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN
Agronomi
merupakan istilah yang tidak asing lagI di bidang pertanian. Istilah
itu belakangan ini diartikan sebagai usaha dalam membudidayakan
tanaman-tanaman pertanian atau sering disebut dengan budidaya pertanian.
Dalam membudidayakan tanaman yang di dasar ialah produksi yang tinggi
baik mutu maupun jumlahnya.
Dalam
rangka mendapatkan produksi tinggi (jumlah dan mutu) perlu penerapan
yang dikenal dengan panca usaha tani yang meliputi: (1) penyediaan bahan
tanaman (benih/bibit) bermutu tinggi yang berasal dari klon/kultivar
unggul; (2) pengolahan tanah; (3) pengairan; (4) pemupukan; (5)
perlindungan tanaman.
Penyediaan Bahan Tanaman Bermutu Tinggi
Bahan
tanam (benih/bibit yang bermutu tinggi) sangat diperlukan untuk
mendapatkan hasil panen yang tinggi. Bahan tanam merupakan suatu awal
keberhasilan suatu proses produksi. Tidak ada gunanya kita memupuk,
menyiangi dan menyiram apabila bahan tanamannya tidak bermutu tidak akan
dapat diperoleh hasil panen yang maksimum.
Benih
yang berkualitas adalah yang mempunyai sifat-sifat antara lain tingkat
kemurnian genetik dan fisik yang tinggi, sehat dan kadar air aman dalam
penyimpanan.
Kultivar unggul diperoleh dengan cara seleksi mutasi maupun persilangan antara tetua yang mempunyai sift-sifat genetik unggul.
Penggunaan kultivar unggul introduksi dari luar negeri, perlu diperhatikan masalah adaptasinya. Yang
ideal sifat-sifat unggul dari luar negeri dikombinasikan sifat unggul
nasional/lokal, akan memperkaya plasma nutfah di dalam negeri.
Pemanfaatan
kultivar unggul lokal yang sudah teruji daya adaptasinya, akan
mendukung pelestarian dan pengembangan plasma nutfah dan merupakan salah
satu faktor pendukung terwujudnya pertanian berkelanjutan. Kultivar
unggul pada umumnya memerlukan unsur hara yang banyak, agar dapat
memberikan hasil sesuai potensinya. Yang perlu segera dikembangkan
adalah kultivar-kultivar unggul hemat unsur hara (tidak manja). Dengan
demikian akan menghemat sumber daya alam bahan pupuk.
Pengolahan Tanah
Pengolahan
tanah bertujuan: untuk menyediakan lahan agar siap bagi kehidupan
tanaman dengan meningkatkan kondisi fisik tanah. Karena tanah merupakan faktor lingkungan yang mempunyai hubungan timbal balik dengan tanaman yang tumbub padanya.
Faktor lingkungan tanah meliputi:
- Faktor fisik (air, udara, struktur tanah serta suhu)
- Faktor kimiawi (kemampuan tanah dalam menyediakan nutrisi)
- Faktor biologis (makro/mikro flora dan makro/mikro fauna)
Pelaksanaan pengolahan tanah pada prinsipnya adalah tindakan pembalikan, pemotongan, penghancuran, dan perataan tanah. Struktur
tanah yang semula padat diubah menjadi gembur, sehingga sesuai bagi
perkecambahan benih dan perkembangan akar tanaman. Bagi lahan basah
sasaran yang ingin dicapai adalah lumpur halus, yang sesuai bagi
perkecambahan benh dan perkembangan akar tanaman. Alat pengolahan tanah
mulai yang tradisional sampai modern (mekanisasi).
Berdasarkan tingkat intensifitasnya ada beberapa pengolahan tanah:
1.
Pengolahan tanah O (Zero Tillage) sering disebut Tanpa Olah Tanah
(TOT). Penaburan benih kedelai pada lahan sawah bekas padi tanpa
pengolahan tanah terlebih dulu, untuk memanfaatkan kelembaban tanah.
2.
Pengolahan tanah minimum (Mimimum Tillage). Bagian tanah yang diloah
hanya pada calon zona perakaran dengan kelembaban dan suhu yang sesuai
untuk pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
3.
Pengolahan tanah optimum (Optimum Tillage). Pengolahan hanya dilakukan
pada lajur tanaman saja (sistem Reynoso untuk tanaman tebu).
4.
Pengolahan tanah maksimum (Maximum Tillage). Pengolahan secara intensif
seluruh areal pertanahan menjadi gembur dan permukaan tanah rata.
Makin
minim (tidak intensif) cara pengolahan tanah, akan makin mampu
menangkal erosi. Dengan demikian makin mendukung kelestarian kesuburan
tanah disamping lebih menghemat biaya dan waktu.
Pengairan
Pengairan
mengandung arti memanfaatkan dan menambah sumber air dalam tingkat
tersedia bagi kehidupan tanaman. Apabila air terdapat berlebihan dalam
tanah maka perlu dilakukan pembuangan (drainase), agar tidak mengganggu
kehidupan tanaman.
Pengairan pada tanaman dapat dilakukan dengan cara: (1) Pengairan di
atas tanah; (2) Pengairan di dalam tanah (sub irrigation); (3) Pengairan
denagn penyemprotan (sprinkler irrigation); dan (4) Pengairan tetes
(drip irrigation).
Pengairan
permukaan menggunakan selokan dengan aliran lambat agar tidak terjadi
erosi berat. Penggenangan kontur dilakukan bila tanah cukup
kemiringannya, sehingga terjadi genangan yang bertingkat tingginya
karena dibatasi dengan galengan yang bertahap dan teratur. Laju
pemberian air hendaknya berkesinambungan dengan bagian tanah yang dapat
menyerapnya, oleh karenanya frekuensi pengairan akan efektif bila
diberikan sebelum kelembaban tanah menjadi penghambat pertumbuhan
tanaman.
Dalam
keadaan tanah kering maka pemberian air dapat berjumlah lebih banyak
dibanding pada tanah basah. Tanah yang memperoleh air pengairan, maka
air dapat masuk ke dalam tanah (inflitrasi) dan air dapat lalu lewat
tanah itu (perkolasi). Dalam air pengairan dikenal istilah air bebas
yaitu air yang tidak diikat dan lalu dengan bebas kebawah karena gaya
gravitasi. Bila sebagian air tetap didalam pori-pori tanah maka disebut
air kapiler yang terikat dalam pori tersebut oleh tekanan permukaan dan
daya adesinya. Air kapiler dan air bebas ini keduanya dapat dipergunakan
oleh tanaman. Penggunaan air tersebut juga tergantung dari banyaknya
akar, dan laju pengambilan air meningkat dengan makin meningkatnya
kekeringan.
Mengingat
makin terbatasnya sumber air, maka langkah-langkah penghematan
(peningkatan keefisienan) penggunaan air dalam budidaya tanaman, perlu
dilakukan secara simultan dan terus menerus. Langkah-langkah tersebut
antara lain melalui pergiliran tanaman (padi dan palawija/sayuran di
lahan sawah), pemanfaatan mulsa (diutamakan mulsa organik) di laahn
kering pada musim kemarau, sistem tanpa olah tanah (TOT) di akhir musim
hujan, pemanfaatan air tanah, penerapan pengairan tetes, dll. Dengan
langkah-langkah tersebut kelestarian sunber daya alam air akan lebih
terjamin.
Pemupukan
Tujuan
pemupukan adalah meningkatkan pertumbuhan dan mutu hasil tanaman.
Pemupukan diberikan pada saat tanaman menunjukkan sejumlah kebutuhan
unsur hara agar diperoleh keefisienan yang maksimal.
Pemberian pupuk padat dilakukan dengan cara ditugal, disebar di atas
tanah atau di sebelah tanaman, sedangkan pemberian pupuk daun.
Dengan cara menyemprotkan pada daun, bersama air disemprotkan sebagai
perlakuan tambahan. Pemupukan secara disebar mempunyai kelemahan bahwa
pupuk mudah menguap ataupun terikat dalam tanah. Sebenarnya tanah
merupakan sumber unsur-unsur hara. Suatu hasil yang tinggi dari tanaman
akan mengangkut keluar unsur lebih banyak daripada tanaman yang berdaya
hasil rendah.
Unsur-unsur esensial yaitu unsur penting bila ditiadakan maka pertumbuhan tanaman dapat terhenti. Pada
saat kekurangan nampak gejala defisiensi, dan fungsi unsur tertentu
tidak dapat digantikan oleh unsur lain. Unsur esensial makro ialah unsur
penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah banyak agar siklus
hidupnya tidak terhenti seperti N, P, K, Ca, Mg, H dan O, sedangkan
unsur esensial mikro ialah
unsur
penting yang dibutuhkan tanaman dalam jumlah sedikit agar siklus
hidupnya tidak terhenti, meliputu Fe, Mn, Zn, Cu, Cl, Mo dan B.
Konsekuensi penggunaan kultivar unggul berpotensi hasil tinggi
(terutama kultivar ”manja”) adalah pemberian pupuk dalam jumlah banyak.
Apabila yang digunakan pupuk anorganik dan diberikan terus-menerus tanpa
diimbangi pupuk organik, maka akan menyebabkan kerusakan fisik dan
keseimbangan hayati tanah. Kesehatan dan produktivitas tanah cenderung
menurun sehingga menjadi kendala terwujudnya pertanian berkelanjutan.
Dalam rangka melestarikan kesuburan tanah (kimiawi, fisik dan hayati)
dan mencegah pencemaran air tanah, maka sistem pemupukan hayati perlu
ditingkatkan dan dikembangkan karena efeknya yang ramah lingkungan.
Pendekatannya dengan pemanfaatan input lokal (pupuk kandang, pupuk hijau, pupuk kompos, pupuk kascing, pupuk guano, dll) dan input luar yang ramah lingkungan misalnya pemanfaatan bakteri Rhizobium (pada kacang-kacangan), cendawan Micoriza (pada padi-padian) dan pupuk organik cair.
Peletakan Pupuk
Pupuk
Nitrogen yang dalam bentuk mudah larut, perlu diletakkan dekat dengan
biji tanaman sebagai pemacu tumbuh. Bila pemberian secara sebar maka
kemungkinan penguapan cukup besar dan dapat menyebabkan peningkatan
pertumbuhan gulma. Pada tanah basah yang memudahkan pupuk N mudah
menguap maka dapat diatasi dengan peletakan yang agak dalam.
Pupuk
Fosfor, yang diberikan dalam bentuk fosfat dapat larut dalam air tanah
asam merupakan pemupukan yang cukup efisien bila diberikan secara jalur.
Pupuk Kalium, peletakan yang terlalu dekat dari pupuk kalium khiorida akan menyebabkan kerusakan asmotik pada biji tanaman.
Pupuk
Daun, pada umumnya diberikan bagi pupuk yang mengandung unsur mikro
seperti Fe, Cu dan Mn. Namun penyemprotan pupuk N juga dilakukan pada
tanaman yang sudah tumbuh lanjut.
Perlindungan Tanaman
Pada budidaya tanaman faktor organisme pengganggu tanaman (OPT) baik
berupa hama (insekta, tikus, burung jenis tertentu, dll) dan mikroba
penyebab penyakit (cendawan, bakteri, virus) sebagai perusak (secara
fisik, kimiawi, dan biologik) maupun gulma sebagai kompetitor tanaman
(persaingan dalam mendapatkan unsur hara, air, energi cahaya matahari,
CO2, O2, ruang hidup) disertai zat allelopati yang
dikeluarkannya, sangat menentukan tingkat produksi dalam jumlah maupun
mutu. Tingkat dampak gangguan pada tanaman sejak yang paling ringan
berupa hambatan pertumbuhan/perkembangan, penurunan produk (jumlah dan
mutu), kerusakan fatal sehingga gagal panen (ledakan hama tikus di era
enam puluhan dan hama wereng di era tahun tujuh puluhan pada tanaman
padi) bahkan kematian total tanaman (ledakan hama kutu loncat pada
lamtoro local di era tahun delapan puluhan).
Kejadian tersebut di atas minimal suatu ilustrasi tentang besarnya
tingkat gangguan pada keseimbangan hayati di alam, sehingga populasi
musuh alam (antara lain predator dan parasit) sudah tidak seimbang lagi
dengan populasi hama-hama tersebut di atas. Kondisi tersebut dipicu
terutama oleh penggunaan pestisida kimia murni yang tidak terkendali,
sehingga pencemaran atmosfer akan menekan kehidupan musuh-musuh alami
hama.
Beberapa cara pengendalian organisme pengganggu yang dikenal antara
lain: (1) Cara teknik budidaya dititikberatkan pengurangan populasi
musuh alami (menghilangkan tanaman/bagian yang terserang, pergiliran
tanaman, pengaturan populasi tanaman, karantina tanaman/tumbuhan,
tanaman campuran); (2) Cara fisik (menghilangkan binatang hama dari
tanaman, pencabutan gulma, penggunaan zat penarik, penggunaan penangkap
hama, perlakuan panas untuk penyebab penyakit); (3) Cara hayati
(pemanfaatan predator dan parasit, penggunaan tanaman resisten,
pemanfaatan binatang pengusir hama); (4) Cara kimiawi dengan pestisida
kimia murni di satu sisi positifnya adalah efek lebih cepat tampak dan
praktis dalam penanganan. Tetapi aplikasi yang tidak tepat (takaran,
cara, intensitas dan saat) justru dampak negatifnya akan dirasakan
jangka panjang dalam bentuk pencemaran (atmosfer, tanah dan air), residu
pada produk tanaman, keracunan pada manusia dan hewan, resistensi pada
hama dan penyebab penyakit. Cara
pengendalian inilah yang sangat mengancam kelestarian sumber daya alam
keseimbangan hayat di alam. Penggunaan cara kimia tersebut sebaiknya
dilakukan apabila cara lain yang lebih ramah lingkungan kurang berhasil.
Penggunaan dan pengembangan pestisida hayat dianggap dapat menutup kelemahan pestisida kimia murni.
Budidaya tanaman ganda
1. Multiple Cropping
Penanaman
lebih dari jenis tanaman pada sebidang tanah yang sama dalam satu
tahun, yang termasuk dalam sistem tanaman ganda yaitu Inter Cropping,
Mixed Cropping dan Relay Cropping.
a. Inter Cropping
Penanaman
serentak dua atau lebih jenis tanaman dalam barisan berselang-seling
pada sebidang tanah yang sama. Sebagai contoh tumpang sari antara
Sorghum dan tanaman kacang tunggak dan antara tanaman ubi kayu dan
jagung atau kacang tanah.
b. Mixed Cropping
Penanaman
dua atau lebih jenis tanaman secara serentak dan bercampur pada
sebidang lahan yang sama. Sistem tanam campuran lebih banyak diterapkan
dalam usaha pengendalian hama dan penyabab penyakit.
c. Relay Cropping
Penanaman
sisipan adalah penanaman suatu jenis tanaman kedalam pertanaman yang
ada sebelum tanaman yang ada tersebut dipanen, atau dengan istilah lain
suatu bentuk tumpang sari dimana tidak semua jenis tanaman ditanam pada
waktu yang sama.
Sebagai
contoh : padi gogo dan jagung ditanam bersamaan kemudian ubi kayu
ditanam sebagai tanaman sela satu belan atau lebih sesudahnya.
2. Sequantial Cropping
Penanaman
lebih dari satu jenis tanaman pada sebidang lahan dalam satu tahun,
dimana tanaman kedua ditanam setelah tanaman pertama dipanen. Demikian
juga kalau ada tanaman ketiga, tanaman ditanam setelah tanaman kedua
dipanen.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar