Pelapukan kimia sering pula disebut
dengan pelapukan khemis. Sebagaimana pelapukan fisis dan pelapukan
biologi, pelapukan kimia merupakan bagian dari tenaga eksogen yang
bersifat merusak (destruktif). Menurut Samadi (2007:87), “pelapukan
kimia merupakan proses penghancuran batuan disertai dengan perubahan
struktur kimianya”.
Perubahan struktur kimia yang dimaksud
adalah perubahan struktur kimia penyusun batuan yang mengalami pelapukan
tersebut. Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) mengemukakan bahwa
dalam prosesnya, air merupakan faktor utama sebagai zat pelarut. Air
yang dimaksud adalah air hujan.
Pelapukan kimia ini umumnya terjadi di
daerah yang berbatuan induk kapur (daerah yang bertopografi karst).
Sebenarnya batuan kapur merupakan batuan yang tidak tembus air
(permeabel), tetapi karena batuan ini banyak dijumpai adanya celah
retakan (diaklas) sehingga air hujan yang banyak mengandung CO2 meresap
ke dalamnya hingga menimbulkan pelarutan.
Selanjutnya, Ahmad Yani dan Mamat
Ruhimat (2008:92) menguraikan bahwa ada empat macam proses yang termasuk
ke dalam pelapukan kimia, yaitu:
(a) Hidrasi atau adsorbsi air:
penarikan air oleh sesuatu zat tetapi air tersebut tidak terus masuk
terus masuk ke dalam zat itu. Air hanya tertangkap di permukaan zat
tersebut. Contoh hidrasi adalah perubahan gips ke dalam anhidrit akibat
adsorbsi air. Persenyawaan kimianya sebagai berikut:
CaSO4 + 2H2O CaSO4 + 2H2O
CaSO4 = anhidrit CaSO4 + 2H2O = gips
CaSO4 + 2H2O CaSO4 + 2H2O
CaSO4 = anhidrit CaSO4 + 2H2O = gips
(b) Hidrolisa: penguraian air atas
ion-ion H yang positif dan ion-ion OH yang negatif. Ion-ion H bersama
dengan unsur K, Na, C, dan Mg mengadakan persenyawaan basa.
Basa-basa sangat mudah bereaksi dengan zat lain yang mengakibatkan K,
Na, Ca, dan Mg berubah menjadi garam yang mudah larut. Hal semacam ini
tampak pada persenyawaan orthoklas dan hidroksil sebagai berikut:
KAlSi 3O8 + HOH HAlSi2O8 – KOH
KAlSi 3O8 = orthoklas KOH = hidroksil
KAlSi 3O8 = orthoklas KOH = hidroksil
(c) Oksidasi: pengkaratan pada besi
yang terkandung pada batuan. Perubahan warna coklat
pada pinggiran batuan induk merupakan akibat dari oksidasi. Satu contoh reaksinya yakni
4FeO + 3H2O + O2 —-> 2Fe2O3 3H2O
pada pinggiran batuan induk merupakan akibat dari oksidasi. Satu contoh reaksinya yakni
4FeO + 3H2O + O2 —-> 2Fe2O3 3H2O
(d) Karbonasi: pada proses ini gas
karbon dioksida (CO2) bekerja sebagai faktor pelapuk. Air yang
mengandung gas karbon dioksida memiliki daya pelapuk sangat kuat. Gas
karbondioksida yang terkandung dalam air diikat dari udara atau dari
sisa tumbuhan setelah mengalami proses humifikasi. Batuan yang paling
mudah dilapukkan oleh proses karbonasi adalah batuan kapur (lime stone).
Proses kimia karbonasi dapat dilihat pada persenyawaan di bawah ini:
CaCO3 + H2O + CO2 —-> Ca (HCO3)2
CaCO3 = kalsit Ca (HCO3)2 = kalsium
bikarbonat
Di samping itu, Bambang Nianto Mulyo
dan Purwadi Suhandini (2004: 145 dan 2007:80) mencontohkan bahwa
penghancuran batuan melalui proses kimia menyebabkan batuan yang lapuk
perubahan susunan kimia. Contoh tersebut adalah:
(a) Mineral pirit (FeS2) di bawah
pengaruh udara lembab dan oksigen dapat menghasilkan besi sulfat (FeSO4)
dan asam sulfat (H2So4).
2FeS2 + 2H2O + 7O2 —-> 2FeSO4 + H2SO4
2FeS2 + 2H2O + 7O2 —-> 2FeSO4 + H2SO4
(b) Kaolin dihasilkan dari felspar
(Na2O . Al2O3 . 6SiO2) melalui proses kimia.
Na2O . Al2O3 . 6SiO2 + nH2O + CO2 —-> Na2CO3 + SiO2 + SiO2 . nH2O + 2H2O .
Na2O . Al2O3 . 6SiO2 + nH2O + CO2 —-> Na2CO3 + SiO2 + SiO2 . nH2O + 2H2O .
Al2O3 . 2SiO2 (kaolin)Sudarno
Herlambang pada Diklat MGMP Geografi SMA se-Jawa Timur di Malang (2006)
mempresentasikan bahwa topografi karst dibentuk oleh bentukan lahan asal
solusional, oleh pelarutan batuan kapur. Menurut beliau, syarat
berkembangnya topografi karst adalah:
1. Terdapat batuan yang mudah larut.
2. Kemurnian batuan gamping tinggi.
3. Lapisan batuannya tebal (> 100m).
4. Banyak diaklas.
5. Vegetasi penutup lahan lebat.
6. Terdapat di daerah tropis basah.
2. Kemurnian batuan gamping tinggi.
3. Lapisan batuannya tebal (> 100m).
4. Banyak diaklas.
5. Vegetasi penutup lahan lebat.
6. Terdapat di daerah tropis basah.
Bentuk lahan karst dibedakan menjadi
dua, yaitu bentuk lahan negatif dan bentuk lahan positif. Bentuk lahan
negatif. Bentuk lahan negatif adalah bentuk lahan yang berada lebih
rendah dari rata-rata permukaan Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan
negatif meliputi:
1. Doline, adalah ledokan (cekungan)
yang berbentuk corong atau mirip bentuk huruf v.
2. Uvala, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup dan luas, merupakan gabungan dari beberapa doline.
3. Polye, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup, sangat luas dan memanjang, dasar mendatar, berdinding terjal, serta merupakan gabungan dari beberapa uvala.
4. Yana, (luweng) adalah gua-gua kapur yang berbentuk vertikal seperti sumur.
5. Gua-gua kapur
2. Uvala, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup dan luas, merupakan gabungan dari beberapa doline.
3. Polye, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup, sangat luas dan memanjang, dasar mendatar, berdinding terjal, serta merupakan gabungan dari beberapa uvala.
4. Yana, (luweng) adalah gua-gua kapur yang berbentuk vertikal seperti sumur.
5. Gua-gua kapur
Adapun bentuk lahan positif adalah
bentuk lahan yang ketinggiannya di atas permukaan rata-rata permukaan
Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan positif antara lain adalah:
1. Kerucut karst, merupakan bentuk karst
tropik yang berupa sejumlah bukit karst berbentuk kerucut. Sumber lain
lebih suka menyebut kubah (dome) karst.
2. Menara karst, merupakan perbukitan
kars berlereng curam/vertikal yang menjulang tersendiri di antara
dataran alluvial. Hal lain yang juga merupakan ciri khas dari topografi
karst dan sebenarnya ada kaitannya pula dengan pelapukan kimia, yaitu
lokva dan sungai bawah tanah. lokva adalah doline yang dasarnya relatif
rata dan terlapisi oleh endapan tanah terrarosa hingga berfungsi sebagai
penampungan air (danau). Danau yang demikian sering disebut dengan
danau karst. Sungai bawah tanah sebenarnya merupakan lanjutan dari
sungai permukaan yang kemudian seolah-olah menghilang. Sungai yang
demikian sering disebut sink hole.
Sedangkan dua gambar di atas, merupakan
contoh bentukan dari pelapukan kimia daerah karst di Malang Selatan.
Pelarutan batuan kapur oleh air hujan yang mengandung karbon dioksida
melalui diaklas melantarkan terbentuknya rongga-rongga kapur hingga
membentuk gua-gua karst dan gejala-gejala lain yang ada di dalamnya.
Gambar pertama merupakan bentuk bagian dalam dari “gua Sengik” dengan
stalaktit-stalaktit muda yang bergelantungan di atap gua dengan ujung
meruncing. Stalaktit tersebut terbentuk melalui hasil pelarutan kapur
oleh air hujan yang merembes dan mengering di langit-langit gua. Ada
pula tetesan air hujan tersebut yang kemudian sampai di dasar gua,
hingga menguap dan mengering. Pengendapan kapur di dasar gua
menghasilkan bentukan yang disebut stalagmit. Karakteristik dari
stalagmit itu ujungnya tumpul dan tidak memiliki saluran untuk
merembeskan air. Satu hal yang istimewa pada bentukan di gua yang berada
di kompleks wisata ‘lokal’ Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo,
Kabupaten Malang ini. Gua ini di dalamnya terdapat semacam stalaktit
berbentuk seperti meja berwarna coklat muda yang mengeluarkan air dengan
semburan lembut. Sedang gambar kedua merupakan mulut gua kapur yang
sebagian tertutup vegetasi ketika musim penghujan, di Kecamatan Pagak.
Pelapukan organis sering pula disebut
dengan pelapukan biologi (biological weathering). Pelapukan organis
adalah penghancuran batuan oleh makhluk hidup, seperti tumbuhan,
binatang, dan juga manusia.
Pelapukan tumbuhan terjadi lantaran
akar-akar tumbuhan yang menerobos batuan. Dalam proses penerobosan akar
pada batuan, ujung-ujung akar tersebut mengeluarkan sejenis enzim yang
berfungsi menghancurkan batuan. Melalui proses pergeseran waktu, akar
yang membesar akan memecah dan membelah batuan menjadi beberapa bagian.
Menurut pengamatan saya, akar tumbuhan yang relatif kuat menghancurkan
batuan di antaranya adalah tanaman pinang raja, akasia, dan pilisium.
Akar serabut pinang raja yang kuat dan dalam jumlah banyak, serta meluas
mampu mengoyakkan batuan. Bahkan tumbuhan yang hidup di dekatnya tak
mampu hidup dengan normal. Hal ini terjadi karena akar-akar pinang raja
ini akan memenuhi juga lapisan atas tanah (horison A). Dengan hal
tersebut, jelas unsur hara yang ada pada lapisan itu tersedot habis oleh
sistem perakaran pada pinang raja tersebut, hingga tumbuhan lain yang
hidup di sekitarnya tak seberapa memperoleh bagian. Pelaku pelapukan
organis dari tumbuhan ini tidak hanya oleh tumbuhan yang ukurannya
besar, namun juga oleh tumbuh-tumbuhan lain yang lebih kecil seperti
cendawan,lumut,bahkan juga bakteri.
Pelapukan biologis oleh hewan dilakukan
oleh semut, rayap, cacing, tikus dan sebagainya untuk ukuran hewan
kecil sampai kelompok hewan ukuran besar seperti kerbau, sapi, bahkan
gajah. Kelompok binatang yang kecil merusak batuan dengan membuat lubang
kecil untuk berlindung dan mencari makan. Ayam merusak batuan dengan
mengais-ngaiskan kakinya, sedang kelompok binatang yang lebih besar
dengan injakannya dan perilaku lainnya. Hanya perlu diketahui bahwa
pelapukan oleh tumbuhan dan binatang ini intensitas dan dampaknya
relatif kecil.
Pelaku pelapukan biologis yang paling
besar pengaruhnya terhadap pelapukan batuan adalah manusia. Walaupun
kekuatan fisik manusia relatif terbatas, namun lantaran kemampuan
akalnya yang tinggi, batuan bisa hancur berkeping-keping dalam hitungan
detik.
Sumber:
1. Marbun, M.A. 1982. Kamus Geografi. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
2. Nianto Mulyo, Bambang & Suhandini, Purwadi. 2004 & 2007. Kompetensi Dasar Geografi Jilid 1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
3. Bagja, Waluya. 2007. Geografi SMA/MA Jilid 1. Bandung: Armico.
4. Yani, Ahmad & Ruhimat, Mamat. 2008. Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama.
1. Marbun, M.A. 1982. Kamus Geografi. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
2. Nianto Mulyo, Bambang & Suhandini, Purwadi. 2004 & 2007. Kompetensi Dasar Geografi Jilid 1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
3. Bagja, Waluya. 2007. Geografi SMA/MA Jilid 1. Bandung: Armico.
4. Yani, Ahmad & Ruhimat, Mamat. 2008. Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar