Organik, berasal dari akar kata organ. Seperti yang kita ketahui,
organ adalah bagian dari tubuh yang memiliki fungsi khas untuk mendukung
kehidupan. Yang saya garis bawahi tadi adalah kata kunci dari
pertanian organik.
Sayangnya, pertanian organik (dan produknya) seringkali dipahami dengan sempit. Asal pakai pupuk kandang, tanpa pestisida sintetis, atau sudah sesuai dengan standar deptan…maka produk langsung bisa diklaim sebagai organik. Padahal tidaklah demikian.
Pertanian organik setidaknya tersusun atas tiga elemen utama, yaitu:
1. Alam — di mana ada pengakuan akan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia. Misalnya cuaca, kondisi tanah, air, hewan-hewan, dsb. Kekuatan ini bukan untuk dilawan, tetapi dijadikan sebagai mitra.
2. Budidaya — di mana ada etika (budi), pikiran dan daya upaya.
3. Manusia — petani, masyarakat disekitar, penjual, dan konsumen
Elemen-elemen tadi tidak dapat dipisah-pisahkan. Semuanya harus bergerak secara harmonis, dan harus hidup.
Pengejawantahannya bisa beragam, sesuai dengan kondisi lokal. Bu Mary mungkin bisa bercerita lebih banyak bahwa di kalangan masyarakat Jawa ada ilmu Titi Mongso, yaitu ilmu tentang tanaman apa yang harus ditanam pada masa-masa tertentu. Masyarakat Jawa tradisional juga suka meletakkan sesaji di sawah. Isi sesajinya antara lain pisang raja dan kue-kue yang berasa manis. Bertahun-tahun kemudian tradisi ini baru dibuktikan secara ilmiah bahwa pisang raja akan mengundang semut, yang merupakan predator terhadap hama tanaman padi. Sayangnya tradisi ini kemudian semakin punah dengan masuknya agama-agama yang berasal dari daerah non penghasil padi. Dan, masih banyak lagi sebenarnya contoh2 yang lain.
Karena berusaha selaras dengan alam, maka pertanian organik tidak bisa dilakukan secara multiculture dalam jumlah besar. Dalam pertanian organik selalu ada unsur:
1. Beraneka ragam. Untuk mengendalikan populasi hama, dan untuk menjamin agar tanah tidak mengalami defisiensi nutrisi tertentu. Di sini dikenal tanaman penambat nitrogen, tanaman pengusir hama, tanaman pemikat hama (agar hama tidak menyerang tanaman induk), tanaman penggembur tanah (umbi-umbian), tanaman penaung, dsb.
2. Bergilir. Selain untuk menyesuaikan diri dengan musim agar tidak mudah kena penyakit, tujuannya juga untuk mengendalikan populasi hama dan menjaga kesuburan tanaman.
3. Lokal. Tanaman lokal telah beradaptasi dengan alam lokal selama berabad-abad sehingga lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
Tentang ini, perlu diingat bahwa Kelapa Sawit berasal dari Afrika Barat. Tanaman palma khas Indonesia itu sagu, kelapa, aren, siwalan dan sejenisnya.
Karena salah satu unsurnya adalah manusia, maka pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari FAIR TRADE alias perdagangan yang adil. Masyarakat setempat dilibatkan dalam pertanian ini, baik sebagai petani, pengolah maupun pemasar. Petani harus mendapatkan penghasilan yang layak untuk kehidupannya. Dan konsumen harus mendapat produk yang sehat sesuai dengan harga yang dibayarnya….
Semoga ini bisa memberikan sedikit gambaran bagi rekan-rekan sekalian tentang konsep organic farming.
Akhir kata, “Organic farming is way of life, it is not mereley a way of doing business.”
All the best for Indonesia,
Sayangnya, pertanian organik (dan produknya) seringkali dipahami dengan sempit. Asal pakai pupuk kandang, tanpa pestisida sintetis, atau sudah sesuai dengan standar deptan…maka produk langsung bisa diklaim sebagai organik. Padahal tidaklah demikian.
Pertanian organik setidaknya tersusun atas tiga elemen utama, yaitu:
1. Alam — di mana ada pengakuan akan kekuatan yang lebih besar dari kekuatan manusia. Misalnya cuaca, kondisi tanah, air, hewan-hewan, dsb. Kekuatan ini bukan untuk dilawan, tetapi dijadikan sebagai mitra.
2. Budidaya — di mana ada etika (budi), pikiran dan daya upaya.
3. Manusia — petani, masyarakat disekitar, penjual, dan konsumen
Elemen-elemen tadi tidak dapat dipisah-pisahkan. Semuanya harus bergerak secara harmonis, dan harus hidup.
Pengejawantahannya bisa beragam, sesuai dengan kondisi lokal. Bu Mary mungkin bisa bercerita lebih banyak bahwa di kalangan masyarakat Jawa ada ilmu Titi Mongso, yaitu ilmu tentang tanaman apa yang harus ditanam pada masa-masa tertentu. Masyarakat Jawa tradisional juga suka meletakkan sesaji di sawah. Isi sesajinya antara lain pisang raja dan kue-kue yang berasa manis. Bertahun-tahun kemudian tradisi ini baru dibuktikan secara ilmiah bahwa pisang raja akan mengundang semut, yang merupakan predator terhadap hama tanaman padi. Sayangnya tradisi ini kemudian semakin punah dengan masuknya agama-agama yang berasal dari daerah non penghasil padi. Dan, masih banyak lagi sebenarnya contoh2 yang lain.
Karena berusaha selaras dengan alam, maka pertanian organik tidak bisa dilakukan secara multiculture dalam jumlah besar. Dalam pertanian organik selalu ada unsur:
1. Beraneka ragam. Untuk mengendalikan populasi hama, dan untuk menjamin agar tanah tidak mengalami defisiensi nutrisi tertentu. Di sini dikenal tanaman penambat nitrogen, tanaman pengusir hama, tanaman pemikat hama (agar hama tidak menyerang tanaman induk), tanaman penggembur tanah (umbi-umbian), tanaman penaung, dsb.
2. Bergilir. Selain untuk menyesuaikan diri dengan musim agar tidak mudah kena penyakit, tujuannya juga untuk mengendalikan populasi hama dan menjaga kesuburan tanaman.
3. Lokal. Tanaman lokal telah beradaptasi dengan alam lokal selama berabad-abad sehingga lebih tahan terhadap hama dan penyakit.
Tentang ini, perlu diingat bahwa Kelapa Sawit berasal dari Afrika Barat. Tanaman palma khas Indonesia itu sagu, kelapa, aren, siwalan dan sejenisnya.
Karena salah satu unsurnya adalah manusia, maka pertanian organik tidak dapat dipisahkan dari FAIR TRADE alias perdagangan yang adil. Masyarakat setempat dilibatkan dalam pertanian ini, baik sebagai petani, pengolah maupun pemasar. Petani harus mendapatkan penghasilan yang layak untuk kehidupannya. Dan konsumen harus mendapat produk yang sehat sesuai dengan harga yang dibayarnya….
Semoga ini bisa memberikan sedikit gambaran bagi rekan-rekan sekalian tentang konsep organic farming.
Akhir kata, “Organic farming is way of life, it is not mereley a way of doing business.”
All the best for Indonesia,
Tanks informasinya, sangat bermanfaat bagi saya yang sedang menggeluti dunia pertanian organik,,,,
BalasHapus