SISTEM PENGELOLAAN PERTANIAN RAMAH LINGKUNGAN
DENGAN METODA SYSTEM OF RICE INTENSIFICATION (SRI)
Istilah
yang dikemukakan sebagai sistem menanam padi secara intensif ini
sebenarnya kurang tepat karena dalam prakteknya justru mengubah secara
mendasar cara menanam padi selama ini yang memacu peningkatan input
eksternal seperti penggunaan air, pupuk, insektisida dan bahan kimia
lainnya menjadi suatu cara menanam padi yang lebih seksama atau telaten
dengan menumbuhkan sistem perakaran secara maksimal, meningkatkan jumlah
dan keberagaman organisme dalam tanah, serta mengurangi penggunaan air
dan biaya produksi.
Cara ini mengubah paradigma pengelolaan
tanah yang awalnya hanya sebagai media tanam menjadi pengelolaan tanah
sebagai bioreaktor yang merupakan pabrik hara bagi tanaman dengan para
pekerjanya organisme yang beragam di dalam tanah. Dengan perubahan yang
sangat mendasar ini sekalipun hampir semua input eksternal dikurangi
bahkan dihilangkan justru memberikan hasil yang lebih baik, dalam arti
lebih produktif (tanaman lebih tinggi, anakan lebih banyak, malai lebih
panjang dan bulir lebih berat/banyak), lebih sehat (tanaman lebih tahan
hama dan penyakit), lebih kuat (tanaman lebih tegar, lebih tahan
kekeringan dan tekanan abiotik), lebih menguntungkan (biaya produksi
lebih rendah), dan memberikan resiko ekonomi yang lebih rendah.
Sungguh sulit untuk dipercaya, namun
tidak demikian bagi para petani dari beberapa Kelompok Studi Petani
(KSP), misalnya KSP Berkah Famli Lakbok Ciamis yang telah
mempraktekkannya memasuki tahun ke-5. Mereka datang ke DPR-RI Komisi 4
di Jakarta tanggal 14 Februari 2006 yang lalu, untuk mengungkapkan rasa
syukurnya sekaligus menyampaikan pengalaman serta harapannya agar
rekan-rekan petani lainnya dapat berkesempatan melakukan apa yang mereka
tengah lakukan di sawahnya. Mereka merupakan bagian dari 5000 petani
lebih yang telah mempelajari dan mempraktekkan SRI di lebih 1200 ha
sawah di berbagai tempat di Jawa Barat.
Dengan cara SRI sawah tidak
digenangi air karena memang padi bukanlah tanaman air, cukup dengan
tanah dalam kondisi lembab/macak-macak. Tetapi karena mengandung kompos
yang cukup sehingga tanah mempunyai kemampuan untuk mengikat air yang
banyak selain menyisakan ruang untuk udara, mikroorganisme, dan
pertumbuhan akar. Kebutuhan air untuk sistem ini hanya setengah dari
cara konvensional, serta membuka peluang penerapan teknik baru untuk
pemenuhannya baik berupa penyiraman maupun pengaturan lainnya.
Bibit padi ditanam tunggal secara
satu persatu dengan umur pesemaian 5-7 hari. Bibit padi yang masih
memiliki keping biji ini ditanam dangkal dengan akarnya diletakkan
mendatar/leter L sehingga memudahkan tumbuhnya ruas, akar dan anakan.
Dengan demikian semaian tidak memerlukan bibit padi yang banyak, cukup
dengan 3-5 kg untuk 1 hektar sawah yang semula memerlukan 30 kg bibit,
dan pembibitan dapat dilakukan dalam besek bambu atau pipiti
/nampan/alas plastik untuk areal yang lebih luas sehingga memudahkan
dalam pemindahannya.
Karena penanaman tunggal para pemula
seringkali areup-arepeun menunggu tumbuhnya tanaman dan munculnya
anakan. Setelah sebulan berlalu baru mereka bisa melihat bahwa dengan
cara SRI akar dan anakan tumbuh lebih kuat dan lebih banyak dari pada
bibit yang ditanam tua dan banyak. Jarak tanam bibitpun cukup lebar,
ada yang 30×30 cm, 40x40cm, bahkan ada yang 50x50cm. Jarak tanam yang
renggang ini dimaksudkan untuk mengoptimalkan pertumbuhan anakan dan
sangat memudahkan pekerjaan pemeliharaan tanah, selain terhindar dari
persaingan nutrisi, energi dan aktivitas perakaran.
Penyiangan atau ngarambet merupakan
faktor yang sangat penting, fungsinya bukan saja untuk menghilangkan
gulma tetapi juga untuk memasukkan udara ke dalam tanah. Pada cara SRI
penyiangan dilakukan paling sedikit empat kali dari yang biasanya hanya
dua kali pada cara konvensional. Sekali saja penyiangan tidak dilakukan
bisa menurunkan produksi padi sekitar 1 ton/ha. Dengan tanah yang
berkompos dan beberapa jam sebelumnya air di sawah dinaikkan maka pada
saat penyiangan rumput yang tumbuh dapat dicabut/disiang dengan mudah.
Untuk maksud ini alat penyiangan dengan menggunakan seperangkat alat
yang berputar dapat dikembangkan.
Cara SRI dapat menekan gangguan hama
yang sering terjadi secara berarti tanpa harus menggunakan bahan kimia
anti hama/pestisida sintetis. Banyak jenis serangga yang hidup bersama
dengan tumbuhnya tanaman padi, namun mereka tidak sempat menjadi hama
(merusak dan merugikan) karena dengan cara SRI kondisi rimbunnya rumpun
padi tidak memberi cukup waktu kepada serangga untuk berkembangbiak.
Serangan keongpun dapat ditekan karena tanah terhindar dari genangan.
Menanam padi dengan cara SRI dapat
meningkatkan produktivitas secara nyata. Ujicoba petani di beberapa
daerah misalnya di Ciamis, Garut, Tasik memberikan hasil berturut-turut
mulai dari 9,4 ton/ha, 11 ton/ha, 11,2 ton/ha, bahkan terakhir ada yang
mencapai 12,5 ton/ha, tentunya pada luasan yang masih sangat terbatas.
Demikian juga ujicoba pemula di Cianjur, Bekasi, Sukabumi, Bandung
selalu diatas 8 ton/ha sekalipun dalam penerapan keseksamaannya masih
jauh dari sempurna. Cara SRI juga meningkatkan kualitas bulir padi yang
dihasilkan. Produk beras kepalanya meningkat 17%, rasanya lebih pulen,
dan lebih tahan.
Penggunaan jumlah dan mutu kompos
sangat menentukan, sementara kebiasaan petani untuk membuat kompos sudah
lama tergusur oleh kebiasaan membeli pupuk, bahkan ada anggapan
seolah-olah kandungan kompos harus seperti pupuk buatan. Sebenarnya para
petani dapat menyiapkan komposnya sendiri dengan memanfaatkan waktu
luangnya sehari-hari. Bahan kompos yang diperlukan bisa berasal dari
sampah organik yang sudah terpisah bersih dari sampah non-organik, atau
dari produksi biomasa setempat seperti dari tanaman kirinyuh, batang
pisang, dan lain-lain. Satu hektar sawah biasanya menyisakan sekitar 8
ton jerami dan 3 ton sekam, serta memerlukan tambahan biomassa sekitar
5-7 ton lagi. Bahan-bahan kompos dapat ditumpuk di atas permukaan tanah,
disiram rutin dengan campuran Mikroorganisme Lokal (MOL) yang berasal
dari buangan dapur atau dari kandang ternak serta dikembangkan sendiri
dari bahan-bahan tertentu yang berada di masing-masing daerah misalnya
Cairan Nasi yang disimpan pada sersah bambu, MOL caian keong mas yang
difermentasi sehingga terjadi proses pengomposan secara aerobik.
Kompos tidak hanya untuk
menggantikan pupuk, melainkan untuk membentuk struktur tanah sehingga
bisa berfungsi sebagai bioreaktor, yang dengan peran mikrorganismenya
bisa mengubah mineral terlarut dalam air dengan udara menjadi sumber
hara untuk tanaman. Penggunaan kompos dalam cara SRI meningkatkan
populasi mikroorganisme (Azospirillum, Azotobacter, Phosphobacteria,
dll) dalam rhizosphere secara berlipat dibandingkan dengan cara
konvensional.
Lebih lanjut dapat dikemukakan pada
cara konvensional populasi Azospirillum dalam akar hanya 65 ribu/mg
memberikan 20 anakan dan hasilan 2 ton/ha, sementara dengan cara SRI
yang menggunakan kompos populasi Azospirillum menjadi 1,5 juta/mg
memberikan 80 anakan dan hasilan diatas 10 ton/ha. Adapun penggunaan
pupuk NPK pada cara SRI justru menurunkan populasi Azospirillum dalam
akar menjadi kurang dari 0,5 juta/mg sekalipun masih memberikan 70
anakan dan hasilan maksimum 9 ton/ha.
Demikianlah cara SRI dapat
meningkatkan produksi padi secara sangat berarti sehingga memungkinkan
baik petani produsen maupun petani konsumen diuntungkan. Dengan
tingginya produksi harga beras di pasaran dapat turun sehingga terbeli
oleh petani konsumen, sementara petani produsen masih dapat menikmati
kenaikan pendapatannya karena jumlah yang dijualnya di pasar lebih
banyak.
Praktek pertanian yang tidak
berkelanjutan menganggap tanah sebagai mesin produksi dan tidak
memperlakukan tanah sebagai sistem yang hidup serta mengabaikan fungsi
dan peranan air juga bahan organik tanah. Disamping itu, upaya
peningkatan produksi dan takut kehilangan hasil sekecil apapun, membuat
pelaku pertanian seolah sebagai penguasa lingkungan. Tiga kondisi yang
merupakan ongkos mahal yang harus dibayar sebagai akibat sistem
pertanian yang dikembangkan selama 50 tahun terakhir adalah : kerapuhan
alam pertanian, kerapuhan pangan dan bertani yang terjajah.
Sejalan dengan gagasan dan kondisi
saat ini serta akibat yang telah ditimbulkan, maka budi daya model SRI
adalah salah satu cara yang dapat ditawarkan dan dilakukan sebagai upaya
perbaikan pada lahan /agro-ekosistem serta prilaku uahatani , SRI
diartikan salah satu upaya budi daya padi seksama dengan management
perakaran, yang berbasis pada pengelolaan tanah , tanaman dan air dengan
mengutamakan berjalannya aliran energi dan siklus nutirisi untuk
memperkuat suatu kesatuan agro-ekosistem.
Budi daya model SRI merupakan sistem
produksi pertanian yang holistik dan terpadu, dengan mengoptimalkan
kesehatan dan produktivitas agro-ekosistem secara alami, sehingga mampu
menghasilkan pangan dan serat yang cukup berkualitas dan berkelanjutan,
sehubungan dengan hal itu maka model pertanian SRI ini adalah salah
satu pilihan untuk dibangun dan dikembangkan, karena penggunaan air yang
hemat merupakan salah satu langkah dalam mengantisipasi krisis air.
Tantangan pada pengembangan SRI
Sejalan dengan berkembangnya penerapan SRI di lapangan dan minatnya para
petani, terutama dalam pelaksanaan penggunaan pupuk organik maka muncul
beberapa masalah diantaranya :
- Ketersediaan Bahan Organik baik dari biomassa atau yang bersumber dari limbah ternak masih sangat tebatas
- Pembuatan kompos di sebagian besar
masyarakat masih dilakukan secara manual sehingga memerlukan tenaga
kerja yang banyak dan waktu yang lama
- Membiasakan membuang dan membakar sumber bahan organik ( Jerami dan limbah organik lainnya) , telah menjadi budaya
- Petugas dan petani yang memahami dan terampil dalam penguasaan teknis Ekologi Tanah dan SRI jumlahnya masih sangat terbatas
Dalam Pengembangannya model
Usahatani dengan metoda SRI diikuti dengan pengembangan ternak,
penyediaan alat pengolah organik (Chooper) dan pembelajaran.
Peluang Pengembangan SRI
1. Pangan
SRI salah satu cara dalam
mengoptimalkan potensi tanaman; kemampuan tanah, fungsi air, juga teknik
budidaya menjadi satu rangkaian sistem yang akan memberikan
produktivitas lahan lebih baik, pertumbuhan yang normal pada
masing-masing biomassa tanaman sangat berpengaruh pada struktur tanaman,
apalagi didukung oleh fungsi tanah sebagai sebuah pabrik yang terus
bekerja /bioreaktor. sehingga produksi SRI telah didapatkan hasil yang
meningkat 32 % bahkan 2 kali lipat dari cara biasa (konvensional).
Sehatnya tanah akan memberikan dukungan terhadap normalnya pertumbuhan
tanaman yang pada gilirannya akan diperoleh makanan yang sehat, dengan
kandungan karbohidrat tinggi, atau zat lainnya serta terhindar dari
zat-zat yang berpengaruh negatif terhadap kesehatan manusia.
2. Pekerjaan
Kegiatan budidaya SRI di beberapa daerah
telah membangkitkan semangat berusahatani terutama keterlibatan para
petani dalam penyediaan sarana yang digunakan dalam usahanya seperti :
pengadaan bahan organik, pembuatan kompos, pengembangan Mikro Organisme
Lokal dan pembuatan pestisida nabati yang langsung dikerjakan para
petani sendiri padahal sebelumnya mereka membeli, pengadaan dan
pengembangan ternak untuk memenuhi kebutuhan organik selain
penganekaragaman usaha di sektor pertanian, hal ini peluang untuk terus
dikembangkan sekaligus membanguan pasar-pasar lokal yang merupakan
sumber kekuatan perekonomian di pedasaan.
3. Energi
Pengelolaan agroekosistem pada budidaya
metoda SRI mengutamakan potensi alam lebih optimal , aktivitas biota
dalam tanah didukung dengan upaya upaya mengintensifkan pengelolaannya
yang diintegrasikan oleh penggunaan air sesuai dengan kebutuhan
aktivitas pertanaman dan ekologi tanah. Hal ini akan terjamin dengan
kehadiran bahan organik di dalam tanah. Matahari, air dan unsur lainnya
yang dapat dikelola adalah modal sumber energi yang dapat ditingkatkan
nilainya dalam mendukung dan memperkuat budidaya tanam metoda SRI
menjadi lebih efisien dan efektif serta produktif.
4. Budaya
Kegiatan usahatani yang turun temurun
adalah kekuatan budaya masyarakat di pedesaan namun demikian beberapa
hal yang telah menjadi image/budaya terkadang memberikan dampak negatif
seperti : tanaman padi yang sejak semai sampai panen harus terus
digenang, serangga yang hidup di pandang sebagai hama sehingga terjadi
persaingan hidup yang ketat dan akhirnya harus jadi korban dibunuh, maka
pestsida menjadi senjata yang ampuh untuk solusi terbaiknya, beberapa
perlakuan terhadap benih yang mau ditanamkan terjadi pengrusakan
biomasa, dipersemaian akar dicabut putus, daun di potong, batang diikat,
dimasukan keranjang atau karung, ditumpuk sebelum ditanam, dilempar,
ditanam banyak, ditanam dalam dan akhirnya di petakan sawah direndam.
SRI melakukan kebalikan dari apa
yang telah dilakukan pada cara konvensional, sehingga dengan melaksankan
pola SRI ini diharapkan kondisi tanaman berawal dari benih yang bernas,
sehat tanpa ada kerusakan. Sehingga akan didapat sebuah budaya yang
mengarah pada norma-norma saling menguntungkan dan berkesinambungan
tanpa harus saling merusak atau membentuk persaingan yang bersifat
merugikan.
5. Lingkungan
Keharmonisan lingkungan di berbagai
ekosistem tercipta dari sebuah pemikiran dan tindakan yang dperbuat,
pada gilirannya hidup sehat akan dirasakan di berbagai kehidupan
ekosistem serta unsur-unsurnya seperti : tanah sehat akan memberikan
kehidupan rumah tangga tanah (ekologi tanah) yang sehat sekaligus akan
mendukung produktivitas lahan lebih tinggi, rumah tangga tanah yang
sehat sebagai jaminan terjadinya daur aliran energi dan siklus nutrisi
yang lebih mapan sehingga diatas permukaan tanah akan menjamin
kedinamisan, struktur jenjang hirarkis, dan interaksi yang saling
tergantung satu sama lain di agro-ekosistem.
Sysem Of Rice Inensification dalam
pengalamannya menawarkan sekaligus memberi oleh-oleh, dalam kurun waktu
7 tahun penerapan pengelolaan akar tanaman padi sehat yang
mengintegrasikan pengelolaan tanah yang dijadikan sebuah pabrik,
pengelolaan tanaman dengan menjaga dan mempertahankan potensi tumbuhnya
serta pengelolaan air yang merupakan sumber energi, nutrisi lebih
efisien dan efektif.
Sebagai pendukung agar SRI mampu
diterapkan para pelaku usahatanai, sebelumnya diutamakan Pembelajaran
Ekologi Tanah (PET) dipahami lebih dulu sebagai sebuah gerbang dalam
mengelolan agro-ekosistem, hal ini berdampak pada psikologis pengelola
usahatani untuk berhati-hati dalam setiap keputusan untuk mengambil
sebuah tindakan sehingga kondisi mahluk-mahluk hidup yang berada
disekitarnya tidak lagi mati terbunuh atau hidup merusak dan merugikan.
Praktek pengelolaan lahan ramah lingkungan melalui metoda SRI, hanyalah salah satu
gagasan kecil sambil menunggu gagasan lain yang lebih bermanfaat, namun demikan
semoga gagasan kecil ini bermanfaat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar