Strategi
Komunikasi dalam Sosialisasi Pengembangan
Pertanian Organik di
Kota Kediri
Abstract
This research purposes are to understand : (a)
Perceiption of community to organic agriculture products in Kediri
Municipality; (b) Community participation to develop organic agriculture in
Kediri Municipality; and (c) The Policies issued by government to support
organic agriculture development.
The research results are (a) The community
understand about organic agriculture. It is agriculture system that use natural
material. The source of information that their received is agriculture
disseminator, by using activities as a dissemination, an exhibition of
agriculture products and a demonstration plot; (b) The community participation to
develop organic agriculture are implementation and give information about
organic agriculture to others; (c) According to community, government have
given an attention for development of organic agriculture by issueing their
policies.
Keywords : Communication
Strategy, organic, agriculture
Latar Belakang
Memasuki abad 21,
masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia
sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang
aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya
hidup sehat dengan slogan “back to nature”
telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan
kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh
dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi
dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.
Pertanian organik
adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa
menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah
menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi
kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian
telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk
pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food
safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini
menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.
Indonesia memiliki kekayaan
sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah,
serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat
besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh
karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada
tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan
ekspor.
Luas lahan yang
tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5
juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7
juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian
organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan
kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi
pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang
belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang
subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk
dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini
memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.
Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian
yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh
negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk
pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti
Jepang, Taiwan dan Korea.
Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya
terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi
antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk
pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus
memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada
kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.
Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan
terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara
masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam
komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu
sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh
mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk
peternakan.
Tabel 1.
Areal tanam pertanian
organik masing-masing wilayah di dunia, 2002
No.
|
Wilayah Areal Tanam
|
(juta ha)
|
1
|
Australia dan Oceania
|
7,70
|
2
|
Eropa
|
4,20
|
3
|
Amerika Latin
|
3,70
|
4
|
Amerika Utara
|
1,30
|
5
|
Asia
|
0,09
|
6
|
Afrika
|
0,06
|
Sumber: IFOAM, 2002;
PC-TAS, 2002.
Indonesia memiliki potensi
yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara
bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih
banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian
organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia
seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan
lain-lain.
Pengembangan
selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk
memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik
seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor
cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua
setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek
dagang.
Pengembangan
pertanian organik di Indonesia
belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama
halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi
masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus
dapat memperkuat posisi tawar petani.
Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem
pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern
berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem
produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik
modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara
ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin
berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup,
mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian
organik terus berkembang.
Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini
diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu
produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke
Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia
lainnya.
Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik
yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria
yaitu :
a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian
ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang
minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah
sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan
menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk
merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan
melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di
dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun
IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi
lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta
pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk
pertanian organik.
Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem
pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura,
perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi
era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik
Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.
Tabel 2.
Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik
No.
|
Kategori
Komoditi
|
1
|
Tanaman Pangan Padi
|
2
|
Hortikultura
Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam
daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga,
jeruk dan manggis
|
3
|
Perkebunan Kelapa,
pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
|
4
|
Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya
|
5
|
Peternakan Susu, telur dan daging
|
Sumber:
Libang Deptan,2002
Untuk memajukan pertanian organik, diperlukan perencanaan
dan implementasi yang baik secara bersamaan. Perencanaan dan implementasi juga
dilakukan secara bersama antara pemerintah dan pelaku usaha. Sinergisme
aktivitas dan pelaku usaha dapat mempercepat pencapaian tujuan dari “Go Organik
2010” yaitu ‘Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik utama dunia’.
Kebijakan pemerintah ditujukan untuk menumbuhkan,
memfasilitasi, mengarahkan dan mengatur perkembangan pertanian organik.
Departemen Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan ‘Go Organik 2010’. Pertanian organik
dirancang pengembangannya dalam enam tahapan mulai dari tahun 2001 hingga tahun
2010. Tahapan tersebut adalah :
·
Tahun 2001 difokuskan pada kegiatan sosialisasi
·
Tahun 2002
difokuskan pada kegiatan sosialisasi dan pembentukan regulasi
·
Tahun 2003
difokuskan pada pembentukan regulasi dan bantuan teknis
·
Tahun 2004
difokuskan pada kegiatan bantuan teknis dan sertifikasi
·
Tahun 2005
difokuskan pada sertifikasi dan promosi pasar
·
Tahun 2006 –
2010 terbentuk kondisi industrialisasi dan perdagangan.
Tahapan diatas disusun dengan mempertimbangkan akan
terciptanya kondisi yang kondusif dan konsistensi Departemen Pertanian dalam
menjalankan programnya. Kondusif dan konsisten merupakan salah satu tolok ukur
untuk menilai perjalanan dari program yang dikeluarkan oleh pemerintah.
Bila kita cermati, tahapan sosialisasi pertanian organik
telah dijalankan dengan baik dan tersebar secara luas di masyarakat. Hal ini
bisa dilihat dari tingginya respon masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut
mengenai pertanian organik. Disamping itu masyarakat tertarik untuk melakukan
budidaya pada lahan yang baru atau merubah budidayanya dari konvensional
menjadi organik.
Sosialisasi dilakukan oleh segenap elemen pembangunan
pertanian, mulai dari Departemen Pertanian, Dinas Pertanian, Departemen dan
Kementerian lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi
Profesi, Kelompok Tani dan media massa. Sosialisasi yang dilakukan masih banyak
membahas mengenai “bagaimana budidaya pertanian organik dilakukan?” dan “apakah
pertanian organik memiliki prospek yang baik bila dikembangkan?”.
Pada awal perkembangan pertanian organik, belum banyak data dan informasi ilmiah yang dapat disampaikan kepada masyarakat mengenai permasalahan yang berkembang. Namun inilah
momentum yang sangat baik bagi perkembangan pertanian organik selanjutnya.
Minimnya data dan informasi tentang pertanian organik mendorong segenap elemen pembangunan pertanian untuk mendalami, meneliti dan mencari lebih jauh tentang segala hal yang terkait dengan pertanian organik.
Tahap sosialisasi memang telah dilewati
(2002), namun tentu tahap ini tidak berarti serta-merta sudah dapat
ditinggalkan, karena hasil komunikasi menyangkut tiga aspek penting bagi
penerimanya yaitu: aspek kognitif, afektif, dan konatif.
Dalam teori adopsi inovasi yang dikembangkan oleh Everett M. Rogers dari 3
aspek tersebut memiliki 5 (lima) tahapan hasil komunikasi yaitu: knowledge (pengetahuan), persuation (persuasi), decision (keputusan), implementation (pelaksanaan), dan confirmation (konfirmasi). Sehingga jika
dikaitkan dengan sosialisasi pertanian organic maka dapat dijelaskan sebagai
berikut :
Tahap pengetahuan
terjadi saat seseorang menerima informasi tentang pertanian organik, berikutnya
menentukan menyukai atau tidak menyukai pertanian organik (persuasi),
selanjutnya akan memutuskan untuk menerima atau menolak tentang pertanian
organik (keputusan), tahap berikutnya jika menerima akan melaksanakan pertanian
organik (pelaksanaan), dan selanjutnya mengkonfirmasi informasi tersebut lebih
lanjut (konfirmasi).
Memperhatikan
teori tersebut serta memperhatikan luasnya wilayah yang akan dijangkau oleh
informasi pertanian organik, tentu sosialisasi tersebut tidak akan efektif jika
hanya dilakukan dalam 2 (dua) tahun.
Rumusan Permasalahan
Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
(a) Bagaimana
persepsi masyarakat terhadap produk pertanian organik di Kota Kediri ?;
(b) Sejauh
mana peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri?; dan
(c) Kebijakan-kebijakan
apa saja yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung pengembangan
pertanian organik ?
Tujuan Penelitian dan Hasil Diharapkan
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
(a) Mengetahui
persepsi masyarakat terhadap produk pertanian organik di Kota Kediri;
(b) Mengetahui
peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri; dan
(c) Mengetahui
kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung
pengembangan pertanian organik.
Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah tersusunnya informasi
yang dapat digunakan untuk membuat kebijakan dalam mengembangkan pertanian
organik di Kota Kediri.
Metode Penelitian
1. Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang
merupakan penelitian yang menggunakan metode untuk meneliti kondisi obyek yang
alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data
dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan
hasil penelitian kuantitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.
2.
Lokasi
dan Sampel Penelitian
Lokus penelitian ini
adalah Kota Kediri. Sedangkan sampel penelitian ini adalah purposive random sampling , dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang.
3.
Teknik Pengumpulan Data
Teknik
yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
(a) Kuesioner, yaitu mendistribusikan daftar pertanyaan yang telah
dipersiapkan sebelumnya dan disusun sistematis sesuai penelitian yang
dilakukan;
(b) Wawancara, yaitu teknik yang dilakukan untuk menggali informasi
secara mendalam yang belum terjaring melalui kuesioner yang telah disiapkan
baik dari responden, tokoh masyarakat, dan pemerintah; dan
(c) Observasi langsung, yaitu teknik yang digunakan untuk
mengkonfirmasi data yang telah diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mendalam
dengan jalan mengamati atau melihat langsung ke obyek yang menjadi sasaran.
4. Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah
menggunakan analisis kualitatif yang
diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dengan membuat diskripsi dan analisis
berdasarkan hasil wawancara mendalam (indepth
interview) dan observasi langsung.
Hasil Penelitian Dan Pembahasan
Hasil penelitian dan pembahasan disusun dengan tujuan penelitian yaitu
mengetahui :
(1) persepsi masyarakat terhadap
produk pertanian organik di Kota Kediri;
(2) Peran
masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri; dan
(3) Kebijakan-kebijakan
yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian
organik.
Deskripsi Daerah Penelitian
Kota Kediri terletak pada 111°,15’ hingga 112°,03’ Bukur
Timur dan 7°,45’ hingga 7°,55’ Lintang Selatan, terbelah oleh Sungai Brantas
yang mengalir dari selatan ke utara menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat
sungai dan timur sungai, dengan ketinggian rata-rata 67 meter diatas permukaan
laut.
Seluruh wilayah
Kota Kediri berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kediri yaitu: sebelah utara
berbatasan dengan Kecamatan Gampengrejo, sebelah timur berbatasan dengan
Kecamatan Wates dan Gurah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kandat
dan Ngadiluwih, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Grogol dan Semen.
Luas Kota Kediri yang mencapai 63,40 km² terbagi menjadi
tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Mojoroto, Kecamatan Kota dan Kecamatan
Pesantren. Wilayah barat sungai secara keseluruhan termasuk dalam wilayah
Kecamatan Mojoroto dengan luas wilayah 24,6 km², dan timur sungai sebagian
termasuk dalam wilayah Kecamatan Kota dan Kecamatan Pesantren yang
masing-masing luas wilayah sebagaimana table 4.1 dibawah.
Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota
Kediri menurut Kecamatan, 2005
No.
|
Kecamatan
|
Luas (Km²)
|
1
|
Mojoroto
|
24,6
|
2
|
Kota
|
14,9
|
3
|
Pesantren
|
23,9
|
|
Jumlah
|
63,4
|
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota
Kediri
Jumlah Penduduk Kota Kediri pada tahun 2005 telah
mencapai 241.253 jiwa, bertambah 83 jiwa dari tahun 2004 (perkembangan 0,03%),
dimana perkembangan penduduk laki-laki relatif lebih besar dibanding penduduk
perempuan, yaitu 0,24% untuk laki-laki dan negatif 0,16% untuk perempuan.
Secara keseluruhan Jumlah penduduk Kota Kediri sebagaimana nampak pada tabel
4.2., sehingga kepadatan penduduk (jiwa/Km²) di masing-masing kecamatan adalah:
Kecamatan Mojoroto: 3.508, Kecamatan Kota: 5.728, dan Kecamatan Pesantren:
2.912.
Tabel 4.2
Jumlah Penduduk
Menurut Jenis Kelamin Per-Kecamatan,
Hasil Regristrasi
Tahun 2005
No.
|
Kecamatan
|
Laki-Laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
1
|
Mojoroto
|
43.329
|
42.974
|
86.303
|
2
|
Kota
|
40.787
|
44.562
|
85.349
|
3
|
Pesantren
|
34.534
|
35.067
|
69.601
|
|
Jumlah
|
118.650
|
122.603
|
241.253
|
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kediri
Jumlah kelurahan di masing-masing kecamatan di Kota
Kediri adalah sebagai berikut :
Kecamatan
Mojoroto terdiri dari 14 kelurahan yaitu: Kelurahan Pojok,
Campurejo, Tamanan, Banjarmlati, Bandar Kidul, Lirboyo, Bandar Lor, Mojoroto,
Sukorame, Bujel, Ngampel, Gayam, Mrican, dan Dermo.
Kecamatan Kota terdiri dari 17 kelurahan, yaitu: Kelurahan Manisrenggo, Rejomulyo,
Ngranggo, Kaliombo, Kampungdalem, Setonopande, Ringinanom, Pakelan,
Setonogedong, Kemasan, Jagalan, Banjaran, Ngadirejo, Dandangan, Balowerti,
Pocanan, dan Semampir.
Kecamatan
Pesantren terdiri dari 15 kecamatan, yaitu: Kelurahan Blabak,
Bawang, Betet, Tosaren, Banaran, Ngletih, Tempurejo, Ketami, Pesantren,
Bangsal, Burengan, Tinalan, Pakunden, Singonegaran, dan Jamsaren.
Sebanyak lima sungai mengalir di Kota Kediri yaitu Sungai Kresek sepanjang
9,0 km, Sungai Parang:,5 km, Sungai Kedak: 8,0 km, Sungai Brantas: 7,0 km: dan
Sungai Ngampel: 4,50 km. Dari kelima sungai tersebut yang terbesar dan terkenal
adalah Sungai Brantas.
Identitas Responden
Dari jumlah responden pada penelitian ini adalah 50 orang yang terdiri yang
diambil secara random, identitas
responden penelitian ini dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1)
Umur
Umur responden yang terbanyak adalah 41-45 tahun dan 46-50 tahun yaitu
masing-masing 12 orang, sebagaimana nampak pada grafik berikut.
2)
Jenis Kelamin
46 orang (92,0%) responden penelitian adalah laki-laki, sisanya perempuan.
3)
Status Perkawinan
Hampir semua responden telah menikah (96%), dan hanya 2 orang yang masih
bujangan/ belum kawin.
4)
Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan akan mempengaruhi niat untuk menerapkan pertanian organik
di masyarakat. Penyewa lahan tentu tidak bisa coba-coba dalam memanfaatkan
lahannya. Bagi pemilik tentu lebih leluasa untuk menggunakan lahan mereka, karena
tingkat resiko lebih kecil dibanding penyewa. Sedangkan pekerja hanya
melakukannya atas permintaan siempunya. Kebanyakan responden adalah pemilik
lahan yaitu 80% (40orang), 12% (6 orang) buruh tani, sisanya adalah penyewa
lahan (8%).
5)
Luas Lahan
Semakin luas lahan yang dimiliki petani, semakin leluasa mereka membuat
keragaman tanaman, serta lebih leluasa pula mencoba menerapkan pertanian
organik pada lahan mereka.
Selain yang hanya buruh tani/ tidak memiliki lahan, luas lahan yang
mereka kerjakan mulai dari kurang 0,25 hektar hingga lebih dari 1 hektar. Namun
yang terbanyak adalah antara 0,25 – 0,5 hektar.
6)
Pendidikan
Selain pengalaman, pendidikan juga mempengaruhi pemahaman dan
partisipasi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pertanian organik.
Pendidikan responden beragam dari SD hingga sarjana. Namun pendidikan terbanyak
adalah SLTA 36% (18 orang), kemudian SD, SMP dan sarjana, dan akademi/sarjana
muda.
7)
Tempat Lahir
Penerapan pertanian organik biasanya dipengaruhi oleh asal daerah atau
dengan kata lain ‘perantau’ atau ‘non-perantau’ seseorang. Masyarakat perantau umumnya lebih memilih
pekerjaan yang non pertanian. Berdasarkan asal daerah hanya 16% yang berasal
dari luar Kota Kediri, sedangkan 84% (42 orang) merupakan masyarakat asli Kota
Kediri.
Persepsi Masyarakat terhadap Pertanian Organik
Untuk membangun persepsi masyarakat terhadap pengembangan pertanian organik
di Kota Kediri, perlu mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang
pertanian organik, sumber informasi tentang pertanian organik, lama mereka tahu
tentang pertanian organik, dan apa yang mereka ketahui tentang pertanian
organik.
1) Pengetahuan, semua responden mengaku tahu tentang pertanian organik;
2) Sumber Informasi untuk mengetahui pertanian organik kebanyakan adalah
dari penyuluh pertanian (32%);
3) Responden mengetahui pertanian organik terbanyak sejak adanya penyuluhan
PPL, Demplot, dan Pameran Produk Pertanian Organik (48,0%);
4) Pengertian pertanian organik bagi responden hampir sama yaitu: pertanian
menggunakan bahan alami yang kimiawi;
Peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik
Bentuk-bentuk peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik ini
dapat berupa kegiatan-kegiatan implementasi pertanian organik, bagaimana
pendapat masyarakat tentang perlunya dikembangkan pertanian organik, bagaimana
daya tarik pertanian organik bagi masyarakat, apakah masyarakat ikut
mempromosikan pertanian organik pada orang lain, kepada siapa mereka
menyampaikan, serta apa yang menjadi motivasinya, dan bagaimana cara
menyampaikannya.
1) Implementasi Pertanian Organik, hampir semua responden (88,0%), mengaku
bahwa mereka menerapkan pertanian organik, dan yang terbanyak dalam hal
pemupukan (24%);
2) Beda Pertanian Organik (PO) dapat uraikan berdasarkan kegiatan-kegiatan :
·
pengolahan tanah
dengan PO dianggap lebih mudah, murah, dan membuat tanah subur, membantu
menjadikan lingkungan bersih;
·
pola cocok tanam
dengan PO makin lama makin mudah dan murah karena tanah semakin gembur, bisa
ditanami lebih dari satu macam, dan keseimbangan kesuburan tanah lebih
terjamin;
·
pemupukan pada PO
lebih murah, sederhana, dan mudah mencarinya, makin lama tanah makin subur,
kandungan tanah makin lengkap, makin banyak dipupuk makin subur, tidak perlu memperhatikan dosis penggunaan;
·
pengendalian hama
pada pertanian organik oleh responden dinilai biayanya lebih murah, mudah
didapat dengan menggunakan tanaman atau agensia hayati tertentu, alami dan
tidak mengandung racun baik bagi tanaman, lingkungan, maupun kesehatan manusia;
·
pemasaran produk PO
lebih menguntungkan karena tinggi harganya, kualitasnya lebih baik, aman
dikonsumsi, walaupun harus punya sertifikasi;
3) Pertanian organik dianggap lebih menguntungkan oleh paling banyak
responden (80,0%);
4) Pertanian organik perlu dikembangkan menurut paling banyak responden
(96,0%);
5) Kebanyakan responden (36,0%) merasa tertarik mengembangkan pertanian
organik;
6) Menurut responden pertanian organik aman dikonsumsi, namun belum pernah
dibeli dari petani, masyarakat bawah belum tahu istimewanya produk pertanian
organik dan belum tahu efek samping produk anorganik;
7) Pertanian organik dianggap cara terbaik bagi usaha pertanian asalkan
dilakukan secara bertahap, sosialisasi berkelanjutan, pemerintah membantu sarana
dan prasarananya, dan praktek lapang yang maksimal;
8) Pertanian organik merupakan salah satu solusi kelangkaan pupuk anoganik;
9) Responden kebanyakan (96,0%) menyampaikan tentang pertanian organik kepada
orang lain yang terdiri: kadang-kadang, sering dan sering sekali;
10) Kebanyakan informasi PO disampaikan responden kepada sesama anggota
kelompok tani, dengan cara: mengajak ke demplot PO, memberikan brosur,
menerapkan di lahan, menceritakan kelebihan PO, bersama-sama membuat pupuk
organik sendiri, penyuluhan, berbincang-bincang tentang PO, kegiatan organisasi
kelompok tani dan sebagainya;
11) Motivasi dalam menyampaikan PO adalah memanfaatkan limbah/ sampah menjadi
barang yang berguna, tidak bergantung kepada pupuk anorganik, banyak orang yang
menerapkan, mengangkat posisi teman seperjuangan, banyak petani bisa membuat
dan menerapkan pupuk organik dan kondisi tanah menjadi lebih baik;
12) Kesulitan Dalam Mempromosikan Pertanian Organik adalah: biaya angkut yang
lebih banyak, penyediaan bahan baku belum menjadi usaha yang menarik, belum
banyak bukti keunggulan PO, masyarakat belum terbiasa, kondisi tanah terlajur
rusak, PO dianggap cara kuno.
Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah
dalam mendukung pengembangan pertanian organik
Berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam
mendukung pertanian organik, ada beberapa penilaian yang diberikan masyarakat
antara lain :
(a) Kebanyakan responden
(92%) menyatakan bahwa pemerintah pernah melakukan penyuluhan tentang pertanian
organik kepada petani;
(b) Kebanyakan responden menilai pemerintah
memberikan perhatian sangat besar (36,0%), namun sebagian (28,0%) menyatakan
kurang perhatian;
(c) Kebijakan lainnya yang dilaksanakan pemerintah
dalam mengembangkan pertanian organik misalnya Subsidi pupuk organik
(petroganik) dan subsidi benih.
Adapun Program dan Kegiatan yang dilaksanakan oleh
Pemerintah Kota Kediri antara lain adalah :
(a) Pelatihan pembuatan pupuk organik;
(b) Studi banding ke
Kecamatan Kandat dan ke Kabupaten Sragen, Jawa Tengah;
(c) Melakukan penelitian sederhana untuk penyiapan
anjuran;
(d) Penyediaan sarana dan prasarana pembuatan
pupuk organik, dan
(e) Implementasi pemupukan pupuk organik dengan
beli pupuk (Demplot).
Kesimpulan
1. Persepsi
Masyarakat terhadap Pertanian Organik.
Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pertanian organik di Kota
Kediri, adalah bahwa mereka tahu tentang pertanian organik yaitu pertanian menggunakan bahan
alami yang tidak mengandung bahan kimiawi. Adapun sumber informasinya adalah
penyuluh pertanian melalui kegiatan-kegiatan adanya penyuluhan, Demplot, dan Pameran
Produk Pertanian Organik.
2. Peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik.
Bentuk-bentuk peran serta yang telah dilakukan masyarakat adalah berupa
kegiatan-kegiatan implementasi pertanian organik, terutama hal pemupukan.
Masyarakat menyatakan bahwa implementasi pertanian organik lebih murah, mudah, membuat tanah semakin
subur, serta membantu menjadikan lingkungan bersih dan aman bagi kesehatan lingkungan dan produk
pertanian aman dikonsumsi bagi manusia. Sehingga bagi masyarakat pertanian
organik perlu dikembangkan.
Pertanian organik (PO) dianggap cara terbaik bagi usaha pertanian
asalkan dilakukan secara bertahap, sosialisasi berkelanjutan, pemerintah
membantu sarana dan prasarananya, dan praktek lapang yang maksimal. Pertanian organik juga merupakan salah satu solusi kelangkaan pupuk
anoganik.
Peran serta masyarakat lebih lanjut adalah menyampaikan informasi pertanian
organik kepada orang lain, yaitu kepada sesama anggota kelompok tani, dengan
cara: mengajak ke demplot PO, memberikan brosur, menerapkan di lahan,
menceritakan kelebihan PO, bersama-sama membuat pupuk organik sendiri,
penyuluhan, berbincang-bincang tentang PO, kegiatan organisasi kelompok tani
dan sebagainya.
Adapun motivasi dalam menyampaikan PO adalah memanfaatkan limbah/ sampah
menjadi barang yang berguna, tidak bergantung kepada pupuk anorganik, banyak
orang yang menerapkan, mengangkat posisi teman seperjuangan, banyak petani bisa
membuat dan menerapkan pupuk organik dan kondisi tanah menjadi lebih baik.
Sedangkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mempromosikan
Pertanian Organik adalah: biaya angkut yang lebih banyak, penyediaan bahan baku
belum menjadi usaha yang menarik, belum banyak bukti keunggulan PO, masyarakat
belum terbiasa, kondisi tanah terlajur rusak, PO dianggap cara kuno.
3. Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung
pengembangan pertanian organik.
Menurut masyarakat Pemerintah telah memberikan perhatian
yang besar dalam mengembangkan pertanian organik ini. Adapun Program dan
Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Kediri antara lain adalah :
(1) Pelatihan pembuatan pupuk organik;
(2) Studi banding ke Kecamatan Kandat dan ke
Kabupaten Sragen, Jawa Tengah;
(3) Melakukan penelitian sederhana untuk penyiapan
anjuran;
(4) Penyediaan sarana dan prasarana pembuatan pupuk
organik, dan
(5) Implementasi pemupukan pupuk organik dengan
beli pupuk (Demplot).
Rekomendasi
1. Pertanian organik seharusnya dikembangkan secara bertahap
namun berkelanjutan baik komposisi penggunaan pupuk dan obat-obatan, luasan
daerah binaan, maupun peningkatan kompetensi SDM PPL (Penyuluh Pertanian
Lapangan) dan Petaninya;
2. Promosi tentang pertanian organik agar lebih gencar
dilakukan lewat berbagai media, misalnya radio, televisi, dan koran/majalah,
dengan cara Talk Show, Tulisan ilmiah, Testimoni petani dan Promosi tentang
kebaikan/ keberhasilan dalam mengembangkan pertanian organik, melalui kerjasama
seluruh stake holders;
3. Pembuatan demoplot pertanian organik sebaiknya dilakukan
secara berkelanjutan pada tiap-tiap area tertentu, disamping itu perlu
dilakukan kegiatan fieldtrip ke
daerah-daerah lain yang lebih sukses dalam mengembangkan pertanian organik;
4. Revitalisasi kelompok tani dan penyuluh pertanian perlu
dilakukan dengan memperbanyak kegiatan kelompok tani dan meningkatkan
pengetahuan, pengalaman dan motivasi penyuluh;
5. Kebijakan penyediaan dan subsidi terhadap sarana dan
prasarana pertanian organik perlu dilakukan secara berkelanjutan dan lebih luas
jangkauannya;
6. Kerjasama dengan sekolah-sekolah agar secara lebih dini
memperkenalkan kepada siswa tentang pertanian organik secara umum, maupun
pengolahan sampah menjadi pupuk organik melalui kurikulum muatan lokal sekolah;
7. Perlu dilakukan “Gerakan Nasional” pembuatan pupuk
organik dari rumah-rumah, maupun kantor-kantor.
DAFTAR PUSTAKA
Hamm,
Ulrich, Prof. dan Michelsen, Johannes, PhD, 2000, Analysis of the organic food market in Europe. Paper
dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss.
Jolly, Desmond, 2000. From cottage industry to conglomerates: the transformation of the US organic food
industry. Paper dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss.
Green L.W. & Ottoson JM, 1998. Community
& Population Health with Powerweb:. Health & Human Performance.
McGraw-Hill. 8th.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar