A. Pendahuluan
Studi
mengenai dasar-dasar manajemen dapat dimulai dengan menyajikan berbagai
konsepsi dasar sebagai kerangka referensi ilmiah dan praktis dalam
usaha memahami logika pikir manajemen. Titik beratnya akan diletakkan
pada arti manajemen, perkembangan historisnya, pengaruh filsafat dan
nilai-nilai manajer serta efek dari faktor lingkungan yang
melingkupinya, baik yang bersifat intern maupun ekstern.
Melalui
orientasi tersebut pandangan akan lebih difokuskan pada pemahaman
manajemen dalam sudut pandang aktivitas manajer sebagai sebuah proses
yang khas melalui pendekatan yang berbeda. Secara sederhana studi
tentang dasar-dasar manajemen dapat digambarkan pada Gambar 1:
Gambar 1 Konseptual Dasar-dasar Manajemen (Zailani dan Antowijoyo, 1989:4)
B. Pengertian Manajemen
Kamus Webster menyatakan bahwa manajemen berasal dari kata manage (maneggio, Italia) yang dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kata manage berarti: mengurus, memimpin, mencapai, dan memerintah. Berdasarkan pengertian secara etimologis itu munculah konsep manajemen yang secara terminologis menurut para ahli disebut sebagai the act or art of managing, conducting, directing, and controlling. Manajemen
merupakan suatu kegiatan atau seni dalam mengurus (memimpin, mencapai,
dan memerintah), membimbing, mengarahkan dan mengendalikan (Appley dalam
Zailani dan Antowijoyo, 1989:1).
Berdasarkan
pembatasan tersebut kemudian muncul berbagai definisi tentang
manajemen. Diantaranya adalah Follet yang mendefinisikan manajemen
sebagai seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain. Sedangkan
Stoner mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan dan pengawasan usaha-usaha para anggota
organisasi dan penggunaan berbagai berbagai sumber daya organisasi
lainya untuk mencapai tujuan organisasi yang diinginkan (Handoko,
1991:8). Definisi manajemen seperti yang dikemukakan oleh Stoner
tersebut pada dasarnya sependapat dengan definisi manajemen yang
dikemukakan oleh Tery yang menyatakan, bahwa manajemen sebagai suatu
tindakan untuk melaksanakan sesuatu melalui orang lain. Artinya tindakan
tersebut melalui perencanaan dan pengorganisasian, pengarahan dan
penggerakan serta koordinasi dan pengawasan.
Millet
yang mendefinisikan manajemen sebagai suatu proses pembimbingan,
pengarahan dan pemberian fasilitas terhadap pekerjaan orang-orang yang
terkoordinasi dalam kelompok-kelompok formal untuk mencapai tujuan yang
dikehendaki. Disimpulkan manajemen akan selalu berhubungan dengan
segenap usaha untuk mencapai tujuan yang ditelah ditetapkan dan
diharapkan melalui orang lain berdasarkan target terhadap
sasaran-sasaran tertentu dengan menggunakan strategi yang dibuat
berdasarkan prinsip-prinsip manajemen ilmiah dan praktis serta dengan
memamfaatkan berbagai fasilitas dan sumber daya yang tersedia dengan
sebaik-baiknya.
C. Konsep Dasar Manajemen
Konsep dasar manajemen meliputi:
1. Identitas manajemen :
a. Sebagai suatu hal yang ada karena dapat dipelajari,
b. Sebagai
suatu proses karena umumnya meliputi kegiatan : perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, penggerakan dan pengawasan secara
berkelanjutan,
c. Dapat diketahui hanya dari hasilnya saja (intangible),
d. Sebagai suatu alat untuk mencapai tujuan (hasil).
2. Arti pentingnya manajemen:
a. Tak akan ada suatu organisasi yang berhasil dalam mencapai tujuanya tampa menggunakan manajemen secara efektif dan efesien,
b. Manajemen dapat memberikan nilai efektifitas bagi setiap usaha-usaha manusia,
c. Manajemen dapat menjamin pencapaian hasil usaha yang maksimal.
3. Prinsip Manajemen:
a. Berguna bagi para manajer dalam usaha menghindari berbagai kesalahan umum dalam pekerjaanya,
b. Bersifat fleksibel sesuai dengan situasi dan kondisi yang berkembang dalam lingkungan organisasi.
4. Sasaran manajemen:
Sasaran
manajemen sangat penting oleh karena itu harus dibuat dengan jelas dan
tegas karena jika tidak (kurang) jelasnya maka akan mempersulit
tugas-tugas manajer.
Berdasarkan
beberapa pengertian dan definisi yang telah diuraikan di atas dapat
disimpulkan, bahwa manajemen itu meliputi hal-hal sebagai berikut :
1. Sebagai pekerjaan pimpinan,
2. Ada tujuan yang ingin dicapai,
3. Pencapaian tujuan dilakukan dengan orang lain,
4. Setiap
kegiatanya selalu menggunakan cara berpikir ilmiah dan praktis
(prinsip-prinsip manajemen) dengan dukungan berbagai sumberdaya yang
tersedia,
5. Pencapaian tujuan dilakukan dengan cara seefektif dan seefesien mungkin.
Berdasarkan kesimpulan tersebut pengertian manajemen diinterpretasikan pada Gambar 2:
Gambar 2 Konseptual Pengertian Manajemen (Handoko, 1991:10)
D. Hakekat Manajemen
Jika manajemen merupakan suatu genus maka manajemen dalam pemerintahan dapat dikatakan sebagai suatu spesiesnya.
Artinya manajemen dalam pemerintahan sebagai ilmu terapan dari ilmu
manajemen dalam lingkungan aparatur pemerintahan (negara) baik dalam
arti sempit (lembaga eksekutif) maupun dalam arti luas (lembaga
eksekutif, legislatif dan yudikatif) mulai dari tingkat pusat sampai
daerah. Penjelasan tersebut menunjukan, bahwa uraian tentang manajemen
khususnya manajemen dalam pemerintahan akan menyentuh pula wilayah
administrasi karena antara keduanya walaupun dapat dibedakan namun tidak
dapat dipisahkan.
E. Pengertian Administrasi
Pengertian administrasi dapat dilihat secara sempit maupun luas. Secara sempit administrasi (administratie dalam bahasa Belanda dan clerical work dalam bahasa Inggris) diartikan sebagai ketatausahaan,
seperti kegiatan kearsipan, surat-menyurat dan kerumah-tanggaan.
Pengertian ini adminitrasi dianggap sebagai bagian (aspek) dari
manajemen. Secara luas administrasi diartikan sebagai tindakan tertentu
yang diambil dalam usaha mencapai tujuan yang telah disadari (Marx dalam
Siagian, 1982:10). Para ahli umumnya sepakat, bahwa tindakan tersebut
sebagai wujud kerja sama dari dua orang lebih yang dipandang sebagai
unsur utama administrasi. Sedangkan unsur lainya, adalah:
1. Manusia dua orang lebih yang menciptakan, melaksanakan dan menggunakanya untuk mencapai tujuanya,
2. Tujuan sebagai komitmen yang menyatukan tindakan,
3. Tugas (kegiatan) sebagai wujud dari adanya pembagian tugas,
4. Sarana dan prasarana.
Semakin sedikit jumlah orang yang terlibat, akan semakin sederhana tujuan yang hendak dicapai. Semakin sederhana tugas-tugas yang hendak dilaksanakanakan semakin sederhana pula peralatan dan perlengkapan yang diperlukan.
F. Kriteria Pokok Administrasi
1. Rasionalitas,
karena setiap tindakan kerjasama untuk mencapai tujuan itu akan selalu
didasarkan pada pertimbangan akal sehat (logis dan objektif),
2. Keefektifan,
sebagai usaha untuk mencapai tujuan yang diharapkan semaksimal mungkin.
Seorang manajer yang efektif berarti memiliki kemampuan untuk memilih
dan menentukan tujuan, pekerjaan, metode dan peralatan yang tepat guna
mencapai tujuan,
3. Efesiensi,
untuk mencapai efektivitas dengan pengorbanan yang seminimal mungkin.
Jadi sebagai perbandingan yang terbaik antara hasil yang dicapai dengan
pengorbanan yang dikeluarkan. Seorang manajer yang efisien memiliki
kemampuan untuk memperhitungkan secara cermat bagaimana menghasilkan
keluaran yang lebih tinggi (produktivitas) dibanding masukan yang
digunakan (tenaga kerja, bahan, uang, peralatan dan waktu).
Keefektifan adalah melakukan pekerjaan yang benar (doing the right thing) dan efesiensi adalah melakukan pekerjaan dengan benar (doing things right).
Jadi yang terpenting bagi para manajer adalah bagaimana menemukan
pekerjaan yang benar untuk dilakukan dan memusatkan sumber daya dan
usaha pada pekerjaan tersebut bukan melakukan pekerjaan dengan benar (Drucker
dalam Handoko, 1991:7). Apabila seorang manajer (pimpinan) mempunyai
pengetahuan dasar manajemen dan mengetahui cara menerapkanya pada
situasi yang ada maka akan memiliki kemampuan untuk melakukan
fungsi-fungsi manajerial dengan efesien dan efektif.
Sehubungan
dengan penjelasan itu Beard mengatakan, bahwa di masa depan tiada
masalah yang lebih penting daripada masalah administrasi (Siagian,
1982:13). Artinya maju mundurnya sebuah pemerintahan akan sangat
ditentukan oleh administrasinya sedangkan administrasi itu sendiri
sangat ditentukan oleh orang-orang yang melaksanakanya dengan bekal
dasar kemampuan manajemen yang baik. Sehingga sangat beralasan bila
manajemen dapat dipandang sebagai inti administrasi (aspek pokok
administrasi) di samping sebagai wadah administrasi dan manajemen
(Lipawsky dalam Siagian, 1982:17).
G. Seni dan Ilmu Manajemen
Manajemen
adalah suatu fenomena sosial yang telah ada sejak adanya seseorang
menggunakan orang lain untuk memenuhi keinginanya, dalam hal ini
manajemen, adalah seni. Seni merupakan suatu keterampilan seseorang
untuk mencapai hasil nyata sesuai dengan yang diharapkan. Jadi hakekat
seni, adalah suatu keberhasilan yang nyata dan baik walaupun sifatnya
relatif (tergantung pada orang, waktu, tempat dan keadaan).
Dewasa
ini manajemen juga telah dipandang sebagai sebuah ilmu karena telah
dapat memenuhi kaidah-kaidah keilmuan, yaitu dapat diuraikan secara
sistematis, mengandung prinsip, dalil, rumus, hukum dan teori yang
diperoleh dari hasil pengalaman, pengamatan, pemikiran dan penelitian
secara objektif, universal serta dapat dibuktikan kebenaranya
berdasarkan kenyataan yang ada. Artinya ilmu, adalah sesuatu yang dapat
dipelajari dan diajarkan sedangkan hakekat ilmu, adalah sebagai suatu
kenyataan yang objektif, logis dan universal.
Oleh
sebab itu betapapun majunya manajemen sebagai suatu ilmu sifat seninya
tidak mungkin hilang, manajemen akan tetap selaku ilmu yang berseni (artistic science) disamping seni yang ilmiah (scientific art). Orang
memimpin apa saja asal tahu apa yang diperlukan dan dapat memenuhinya
sehingga akan menjadi seorang pemimpin yang baik. Seseorang yang
memimpin usaha swasta dan atau pemerintahan hanya berbeda dalam
lingkupnya saja tetapi dalam banyak hal sama.
Gambar 3 Manajemen Atas Dasar Kerangka Ilmu Pengetahuan yang Sistematis (Handoko, 1991:6)
H. Sejarah Manajemen sebagai Ilmu
Organisasi usaha
yang diarahkan oleh beberapa orang dan bertanggung jawab atas
perencanaan, pengorganisasian, pemimpin, dan pengendalian kegiatan telah
ada sejak ribuan tahun lalu. Piramida Mesir serta Tembok Besar Cina
merupakan bukti nyata bahwa proyek yang ukurannya luar biasa besar,
telah menggunakan puluhan ribu manusia, telah dilaksanakan jauh sebelum
zaman modern. Siapa yang memberitahukan masing-masing pekerjaan dan apa
yang harus dilakukan?
Jawabanya
adalah manajemen tanpa mempedulikan apa sebutan para manajer saat itu,
seseorang harus merencanakan apa yang perlu dilakukan, mengorganisasikan
manusia serta bahan untuk melaksanakannya, memimpin dan mengarahkan
para pekerja, dan menegakan pengendalian tertentu guna menjamin bahwa
segala sesuatunya dikerjakan menurut rencana. Praktik manajemen lainnya
dapat disaksikan selama tahun 1400-an di kota Venesia, Italia, sebuah
pusat penting perekonomian dan perdagangan. Penduduk Venesia
mengembangkan suatu bentuk awal bisnis dan terlihat dalam banyak
kegiatan yang sekarang lazim bagi organisasi, misalnya jalur perakitan
yang membakukan produksi, sistem penyimpan dan pergudangan untuk
memantau isinya, fungsi personalia (pengelolaan sumber daya manusia),
yang dibutuhkan untuk mengelola angkatan kerja, dan suatu sistem
akunting yang mencatat pendapatan dan biaya.
Contoh
dari masa lalu ini memperlihatkan bahwa organisasi dan manajemen telah
ada dan dipraktekan selama ribuan tahun lalu. Namun baru pada beberapa
ratus tahun yang lalu terutama pada Abad XX manajemen mengalami
penyelidikan secara sistematis, menghimpun kumpulan pengetahuan yang
sama dan menjadi sebuah disiplin ilmu yang diformat untuk dipelajari.
Dua peristiwa sejarah yang penting telah pula memainkan suatu peran
dalam memajukan kajian manajemen.
1. Adam Smith (1776) menerbitkan sebuah doktrin ekonomi klasik: The Wealth of National,
Smith mengemukakan keuntungan-keuntungan ekonomis yang akan diperoleh
organisasi dan masyarakat dengan pembagian kerja. Sebagai contoh Smith
mengatakan, bahwa jika sepuluh orang pada pabrik peniti telah melakukan
pekerjaan khususnya masing-masing maka akan bisa menghasilkan kurang
lebih 48.000 peniti sehari. Namun seandainya setiap orang bekerja
sendiri mulai dari awal proses sampai akhir proses untuk menghasilkan
peniti sehari maka sudah hebat bila mereka mampu menghasilkan sepuluh
peniti sehari. Kesimpulan Smith, bahwa pembagian kerja jelas bisa
meningkatkan produktivitas dengan meningkatkan ketrampilan dan menghemat
waktu yang lazimnya hilang dalam pergatian tugas serta dengan
menciptakan berbagai mesin dan penemuan yang menghemat tenaga kerja,
2. Revolusi Industri,
dengan memanfaatkan tenaga mesin sehingga lebih ekonomis untuk
memproduksi barang secara massal. Berbagai pabrik besar ini jelas
memerlukan keterampilan manajemen terutama untuk:
a. Meramal permintaaan,
b. Menjamin kecukupan banyak bahan mentah yang siap untuk membuat produk-produk,
c. Memberi tugas-tugas kepada orang-orang untuk mengarahkan kegiatan sehari-hari,
d. Mengkoordinasikan berbagai macam pekerjaan, dan menjamin agar tetap berada dalam kondisi baik.
Selanjutnya
perkembangan teori-teori manajemen telah dicirikan oleh berbagai macam
pendapat tentang apa yang harus dilakukan para manajer dan bagaimana
harus mengerjakannya. Para pendukung manajemen ilmiah dan para ahli
teori adminitrasi umum disebut sebagai teori klasik sebab tulisan mereka
menentukan kerangka kerja bagi banyak ide-ide sekarang ini mengenai
manajemen.
Manajemen tradisional (art management)
sebagai suatu sistem (aliran) kepemimpinan yang mendasarkan cara
kerjanya secara tradisional (turun-temurun). Aliran ini berpandangan,
bahwa seseorang dapat menjadi pemimpin apabila dia keturunan seorang
pemimpin (pemimpin sebagai suatu warisan). Selain itu ada juga yang
berpandangan, bahwa seseorang menjadi pemimpin karena memiliki sifat
yang lebih menonjol di dalam kelompoknya, seperti keberanianya,
kewibawaanya maupun aktivitasnya.
3. Manajemen sebagai ilmu (scientific management), mulai dikenal sejak munculnya beberapa pelopor dalam manajemen, diantaranya yaitu :
a. Tulisan
Charles Babbage di Inggris tahun 1832 yang berjudul The Economy of
Manufacture sebagai sebuah laporan hasil penelitian tentang Time Study
pada pabrik peniti. Tulisan ini pada dasarnya menekankan arti pentingnya
efesiensi waktu bagi para pekerja dan jumlah biaya yang pasti
dikeluarkan dalam setiap proses produksi. Namun sangat disayangkan
tulisan ini pada waktu itu belum mendapat sambutan yang hangat di
masyarakat.
b. Tulisan
Frederick W. Taylor tahun 1911 yang berjudul Principles of Scientific
Management sebagai sebuah laporan hasil penelitian mengenai Time and
Motion Study pada pabrik baja. Taylor menyimpulkan bahwa pemborosan
waktu, tenaga kerja dan bahan-bahan lebih disebabkan karena pengawasan
kerja yang tidak (kurang) efektif. Kesimpulan itu didasarkan atas hasil
pengamatanya terhadap ukuran (tipe) dan perhitungan beberapa tindakan
dari para pekerja pada waktu mengolah berbagai bahan dan bekerjanya
mesin. Dari hasil penelitianya itu Taylor telah menunjukan kepada
masyarakat dan pemerintahnya, bahwa:
1) Pada
beberapa contoh yang sederhana terlihat, bahwa banyak sekali tindakan
manusia di dalam masyarakat yang tidak (kurang) efisien,
2) Memberikan suatu keyakinan umum, bahwa untuk mengobati ketidak efisiensi tersebut melalui perbaikan di bidang manajemen,
3) Membuktikan manajemen yang paling baik, adalah scientific management berdasarkan hukum, aturan dan prinsip yang jelas.
Kemudian menunjukan tugas-tugas manajer dalam setiap pelaksanaan pekerjaanya, yaitu :
1) Selalu
berusaha menggantikan cara-cara kerja yang hanya didasarkan pada
pengalaman dan bakat dengan cara-cara kerja yang ilmiah.
2) Menekankan pengembangan manajemen dengan latihan keilmuan dan pemilihan tenaga-tenaga kerja secara selektif.
3) Mewujudkan kerjasama yang baik antara manajer dengan para pelaksana untuk mencapai efesiensi yang maksimal.
4) Penyempurnaan
pembagian kerja dan pendelegasian wewenang serta tanggung jawab melalui
perencanaan dan pengorganisasian kerja yang ilmiah. Taylor mempunyai
sistem yang disebut dengan Functional Foremanship dengan cara membagi
pekerjaan dalam dua golongan besar, yaitu:
1) Pekerjaan yang memerlukan pemikiran, yakni bagian perencanaan (planning),
2) Pekerjaan yang bersifat teknis pelaksanaan (workshop).
Gambar 4 Sistem Pembagian Kerja Manajemen (Zailani dan Antowijoyo, 1989:14)
Berdasarkan
sistem pembagian tugas (pekerjaan) yang telah dikemukakan tersebut
terlihat, bahwa Taylor menghendaki adanya spesialisasi tugas yang
ditekankan pada ketepatan waktu dalam bekerja dengan rancangan persiapan
sebagai berikut:
1) Pembagian kerja disusun secara terperinci (mendetail),
2) Seleksi para pekerja untuk memilih keahlian,
3) Latihan-latihan untuk memperoleh kecakapan khusus secara mendalam.
Namun sistem yang dikemukakan oleh Taylor masih memiliki beberapa kelemahan diantaranya:
1) Bagi para pekerja, perintah dari delapan orang itu bisa menimbulkan kesimpang-siuran sehingga pekerjaanya tidak bisa tuntas,
2) Tidak ada (jarang) seseorang yang memiliki keahlian beraneka ragam,
3) Tidak ada tanggung jawab yang jelas terhadap hasil pekerjaan yang dilakukan oleh para pekerja.
Taylor
berusaha menciptakan suatu revolusi mental baik para pekerja maupun
para manajer dengan merumuskan pedoman tegas untuk memperbaiki efisiensi
produksi. Taylor dapat merumuskan empat prisip manajemen dan
menegaskan, bahwa dengan mengikuti prinsip itu akan dihasilkan
kemakmuran baik bagi para manajer maupun para pekerja. Para pekerja akan
mendapatkan upah lebih banyak dan para manajer akan mendapatkan laba
lebih besar. Keempat prinsip manajemen Taylor tersebut, adalah:
1) Kembangkan sebuah ilmu bagi setiap unsur pekerjaan seseorang yang akan menggantikan kaidah ibu jari yang sama,
2) Secara
ilmiah pilih, latih, ajari dan kembangkan pekerja tersebut sebelum para
pekerja memilih sendiri pekerjaan mereka dan melatih diri mereka
sendiri semampu mereka,
3) Bekerjasamalah
secara sungguh-sungguh dengan para pekerja untuk menjamin bahwa semua
pekerjaan dilaksanakan sesuai dengan prinsip-prinsip ilmu yang telah
dikembangkan,
4) Bagilah
pekerjaan dan tanggung jawab secara merata antara pimpinan dengan para
pekerja. Manajemen mengambil alih semua pekerja yang lebih sesuai
baginya ketimbang bagi para pekerja.
Tulisan
Henry Fayol dalam bukunya yang berjudul General and Industrial
Management (Manajemen Umum dan Industri). Karya ilmiahnya ini cukup
membahas tentang beberapa syarat umum seorang top manajer dan beberapa
prinsip umum dari manajemen yang menurutnya dapat diterapkan pada segala
kegiatan manajer baik di kalangan bisnis maupun pemerintahan. Apabila
dibandingkan dengan tulisan Taylor maka tulisan Fayol ini dapat
melengkapi kelemahan teori taylor tersebut karena pada dasarnya Fayol
mengajukan tiga pokok persoalan, yaitu:
a. Pembagian pekerjaan, dalam hal ini menurut Fayol setiap kegiatan dalam perusahaan umumnya dapat dibagi dalam 6 fungsi, yaitu:
1) Fungsi teknis (produksi),
2) Fungsi komersial (pembelian dan penjualan),
3) Fungsi finansial (pengadaan dan penggunaan dana),
4) Fungsi akuntansi (pembukuan termasuk statistik),
5) Fungsi security (jaminan terhadap barang dan personel),
6) Manajemen.
b. Kepegawaian,
dalam menilai pegawai Fayol menilainya dari beberapa segi kualitas,
seperti: fisik, mental, pendidikan, moral, dan pengalamanya,
c. Beberapa prinsip umum manajemen:
1) Pembagian kerja (Devision of work),
2) Wewenang dan tanggung jawab (Authority and responsibility),
3) Disiplin,
4) Kesatuan komando (Unity of command),
5) Kesatuan arah (Unity of direction),
6) Mengabaikan kepentingan pribadi untuk kepentingan umum (Disregarding private interest for the sake of public),
7) Sistem pengupahan (penggajian) pegawai,
8) Pemusatan wewenang (Sentralisasi),
9) Hirarki (jenjang) pengawasan,
10) Ketertiban,
11) Keadilan dan kejujuran,
12) Stabilitas kondisi pegawai (jaminan masa kerja),
13) Prakarsa dan,
14) Semangat kesatuan (setia kawan).
Selain itu Hicks menambahkan pula beberapa prinsip manajemen umum, yaitu:
1) Kesesuaian tujuan
Semua
kegiatan organisasi akan efektif jika semua orang yang terlibat di
dalamnya bisa bekerja ke satu tujuan secara harmonis. Artinya harus
muncul kesesuian antara tujuan individu dengan tujuan organisasinya
secara konseptual.
2) Universalitas manajemen
Apapun
tugas organisasi dan tingkat manajemenya maka fungsi-fungsi manajemen
pada dasarnya sama karena pada dasarnya keterampilan manajemen itu
bersifat transferabel dari satu organisasi dengan satu organisasi
lainya.
3) Mengutamakan tujuan dan perencanaan
Perumusan
tujuan sebagai syarat mutlak untuk sebuah organisasi yang ingin
mencapai tujuan secara teratur dan rasional. Sedangkan perencanaan
sebagai suatu proses dalam perumusan beberapa tujuan dan pemilihan
beberapa pendekatan untuk mencapai tujuan. Proses tersebut umumnya
meliputi : pembentukan gagasan, pembuatan konsep, produksi dan
pelayanan. Perencanaan ini mendahului fungsi-fungsi manajemen lainya.
4) Pengawasan berdasarkan penyimpangan
Supervisi
dan pengawasan korektif dikonsentrasikan terhadap kegiatan yang
bersifat menyimpang (tidak serasi) dengan yang telah direncanakan.
5) Keputusan berdasarkan penyimpangan
Seorang
manajer harus bisa membuat keputusan mengenai semua persoalan yang
menjadi perhatianya kecuali terhadap persoalan yang bukan kewenanganya.
6) Keseibangan antara wewenang (authority), kekuasaan (power), tanggung jawab (responsibility) dan pertanggungjawaban (accountability),
7) Koordinasi.
Berbagai
kegiatan usaha yang efektif dapat dicapai jika semua orang dan sumber
lain bisa disinkronkan (diserasikan dan diarahkan). Artinya koordinasi
diperlukan untuk menjamin tercapainya tujuan secara produktif (Siagian,
1982:18-21).
Koordinasi pada hakekatnya berhubungan dengan penyatuan usaha manusia, yang meliputi:
Ø Jumlah usaha, baik secara kuantitatif maupun kualitatif,
Ø Waktu yang diperlukan,
Ø Penentuan arah usaha-usaha tersebut.
Karakteristik dari koordinasi, adalah :
Ø Bersifat dinamis,
Ø Menekankan pada pandangan yang menyeluruh dalam mencapai tujuan oleh seorang manajer.
Perbedaan
antara koordinasi dengan kooperasi terletak pada bagaimana hubungan
antara orang-orang dalam melakukan kegiatanya untuk mencapai suatu
tujuan. Pada koordinasi erat sekali kaitanya dengan sinkronisasi yang
mempunyai arti lebih luas dari kooperasi. Sedangkan kooperasi lebih
menekankan pada kerja sama diantara orang-orang dalam mencapai tujuan.
Kooperasi bisa terjadi tanpa disertai adanya koordinasi karena
koordinasi tidak mudah dilaksanakan dengan alasan :
Ø Setiap bagian mementingkan bagianya masing-masing,
Ø Setiap kepala bagian bertanggung jawab untuk melaksanakan tugas dalam unitnya sendiri,
Ø Adanya vested interest disetiap unit (bagian) sehingga mereka cenderung untuk memusatkan tujuan bagianya masing-masing,
Weber
seorang ahli sosiologi Jerman yang pada awal tahun 1900-an menulis
mengenai pengembangan teori struktur otoritas yang menggambarkan
kegiatan organisasi berdasarkan hubungan otoritas. Weber melukiskan
suatu tipe ideal organisasi yang disebutnya birokrasi. Birokrasi,
adalah suatu system yang dicirikan oleh, adanya pembagian kerja,
hierarki yang dirumuskan dengan tegas, peraturan, dan ketetapan yang
terinci dalam hubungan impersonal.
Birokrsi yang ideal menurut Weber, adalah:
a) Pembagian kerja, pekerjaan diperinci menjadi tugas-tugas sederhana, rutin dan dirumuskan dengan baik,
b) Hierarki Wewenang, kedudukan (posisi) disusun dalam sebuah hierarki yang dibawah kendali dan diawali oleh yang lebih tinggi,
c) Seleksi Format,
semua anggota organisasi dipilih atas dasar kualifikasi teknis yang
diperlihatkan oleh pelatihan, pendidikan, dan pemeriksaan formal,
d) Tatanan dan aturan formal,
untuk menjamin keseragaman dan mengatur perilaku karyawan, dan para
manager sangat tergantung pada peraturan organisasi yang formal,
e) Impersonalitas,
peraturan dan kendali diterapkan seragam, sambil menghindari campur
tangan atas kepribadian dan cita rasa pribadi para karyawan,
f) Orientasi Karier,
para manajer sebagai pejabat professional bukannya pemilik unit-unit
yang mereka kelola. Mereka bekerja demi gaji dan mengajarkan karier
mereka di dalam organisasi itu.
Pendekatan Kuantitatif disebut juga Operation Research (OR) atau ilmu manajemen, pendekatan
ini muncul dari berkembangnya pemecahan matematis dan statis dalam
masalah kemiliteran selama Perang Dunia II. Pasca PD II banyak teknik
kuantitatif yang telah digunakan dalam memecahkan persoalan militer
diterapkan ke sektor bisnis. Salah satu kelompok perwira militer yang
dijuluki “Whiz Kids”, bergabung dengan Fond Motor Company pada
pertengahan 1940-an dan segera mulai menggunakan metoda statistik dan
model kuantitatif untuk memperbaiki teknik pengambil keputusan di Ford.
Pendekatan kuantitatif terhadap manajemen mencakup penerapan statistik,
model optimasi, model informasi dan simulasi komputer. Program Linier,
adalah salah satu teknik yang dapat digunakan para manajer untuk
memperbaiki keputusan pengalokasian sumber daya. Penjadwalan kerja dapat
lebih efisien sebagai hasil analisis penjadwalan jalur kritis
(CPA=Critical Path Analysis). Keputusan mengenai penentuan tingkat
persediaan optimum yang harus dipertahankan oleh sebuah perusahaan dapat
sangat dipengaruhi oleh model kuantitas pesanan ekonomis.
I. Perilaku Organisasi
Para
manajer dalam usaha merampungkan segala pekerjaanya dilakukan dengan
kerja sama, ini menjelaskan mengapa beberapa penulis dan peneliti telah
memilih untuk melihat manajemen dengan memusatkan perhatian pada
sumber-sumber daya manusia organisasi tersebut. Bidang kajian yang
berkaitan dengan tindakan (perilaku) manusia ditempat kerja itu, disebut
perilaku organisasi (OB = organizational behaviour).
Sebagian besar sekarang ini merupakan bidang manajemen (personalia)
sumber daya manusia, dan pandangan kontemporer mengenai motivasi,
kepemimpinan, kerja kelompok, dan pengelolaan konflik telah muncul dari
perilaku organisasi itu.
Ada
empat orang yang menonjol sebagai pendukung awal pendekatan perilaku
organisasi, yaitu: Robert Owen, Hugo Munsterberg, Mary Parker Follett,
dan Chester Barnard. Robert Owen adalah seorang
pengusahan sukses asal Scontlandia yang membeli pabrik pertamanya tahun
1780. Ketika baru berusia 18 tahun Ia muak dengan praktek kasar yang
disaksikannya di pabrik-pabrik diseluruh scotlandia, misalnya
dipekerjakannya anak-anak kecil (banyak yang umurnya di bawah 10 tahun),
hari kerja 13 jam, dan keadaan tempat kerja yang menyedihkan.
Owen
kemudian menjadi seorang pembaharu sosial yang mencomooh pabrik karena
memperlakukan peralatan mereka dengan lebih baik dari pada buruh mereka.
Owen menegaskan, bahwa uang yang dibelanjakan untuk memperbaiki upah
merupakan salah satu investasi paling baik yang dapat dibuat oleh para
eksekutif bisnis. Owen mengatakan, bahwa perhatikan karyawan itu sangat
mengutungkan manajemen, dan akan meringankan penderitaan manusia.
Owen
mengusulkan suatu tempat kerja yang idealistis dimana jam-jam kerja
akan diatur, tenaga kerja anak akan diharamkan, pendidikan masyarakat
akan disediakan, santapan ditempat kerja akan disediakan, dan
perusahaan-perusahaan akan dilibatkan dalam proyek-proyek kemasayarakat.
Namun Owen lebih dikenang dalam teori manajemen karena keberanian dan
niatnya untuk mengurangi penderitaan kelas pekerja ketimbang karena
sukses manajemennya.
Hugo Munsterbeg menciptakan
bidang psikologi industri kajian ilmiah terhadap para individu yang
bekerja untuk mencapai produktivitas yang maksimal. Untuk ini Hugo
menyarankan penggunaan tes psikologi untuk memperbaiki pemilihan
karyawan, nilai teori belajar dalam mengembangkan metode pelatihan, dan
kajian atas perilaku manusia untuk memahami teknik yang paling efektif
dalam memotivasi para pekerja. Sebagiaan besar pengetahuan kita sekarang
tentang teknik pemilihan karyawan, pelatihan karyawan, desain pekerja,
dan motivasi didasarkan pada karya Munsterberg itu.
Chester Barnard adalah
orang yang gagasannya menjembatani sudut pandang klasik dengan sudut
pandang perilaku organisasi. Seperti fayol, dan Barnard, adalah seorang
praktisi, Bernard juga, adalah Presiden New Jersey Bell Telephone
Company. Bernard telah membaca dan dipengaruhi oleh tulisan Weber,
tetapi berbeda dengan Weber yang mempunyai pandangan mekanistik dan
impersonal terhadap organisasi, Bernard melihat organisasi sebagai
system social yang membutuhkan kerja sama manusia. Bernard berpendapat,
bahwa organisasi itu terbentuk dari orang-orang yang mempunyai ikatan
sosial yang saling berinteraksi. Peran manajer, adalah berkomunikasi dan
merasang anak buah menuju tingkatan usaha yang tinggi, dan suksesnya
sebuah organisasi menurut Bernard tergantung pada diperolehnya kerja
sama dari orang-orangnya.
J. Kajian Hawthorne
Kajian
Hawthore adalah serangkaian penelitian yang diselenggarakan antara
tahun 1920-an hingga 1930-an, yang hasilnya memberikan wawasan baru
kepada individual dan kelompok. Pada tahun 1927 para insinyur Westrn
Electric meminta Profesor Elton Mayo dan Harvard serta rekannya untuk
bergabung dengan kajian tersebut sebagai konsultan. Begitulah dimulainya
suatu hubungan yang akan berlangsung selama 1932, dan mencakup banyak
percobaan dalam mendesain ulang jabatan, perubahan lamanya jam kerja,
dan hari kerja dalam seminggu, memperkenalkan periode istirahat, dan
rancangan upah individu dengan kelompok.
Salah
satu percobaan yang dirancang untuk mengevaluasi pengaruh sebuah system
pembayaran intensif kerja kelompok pada produktifitas kelompok.
Hasilnya mengindikasikan, bahwa rancangan intensif itu kurang
pengaruhnya terhadap hasil seorang pekerja dibanding tekanan kelompok
dan penerimaan kelompok serta rasa aman yang menyertainya. Untuk itu
norma-norma sosial (patokan) kelompok tersebut disimpulkan sebagai
penentu kerja individu.
Para
ahli umumnya sepakat, bahwa kajian Hawthorne itu mempunyai dampak
terhadap arah gagasan manajemen, dan peran perilaku manusia dalam
organisasi. Namun kajian Hawthorne itu dikritik, serangan dilancarkan
terhadap produser analisis dari temuan, dan kesimpulannya. Dari sudut
pandang sejarah tidaklah begitu penting apakah kajian-kajian itu secara
akademis sehat atau kesimpulanya dibenarkan, yang penting kajian itu
merasang minat terhadap perilaku manusia dalam organisasi. Kajian
Hawthorne itu memainkan peran penting dalam mengubah pandangan yang
dominan pada waktu itu yakni karyawan itu berbeda dari mesin lain mana
pun juga yang digunakan oleh organisasi tersebut, artinya mereka itu
hanyalah ada dengan tujuan menolong organisasi tersebut mencapai
sasarannya secara effisien.
K. Teori Maslow
Teori motivasi yang terkenal, adalah teori Abraham Maslow tentang Hierarki Kebutuhan. Maslow adalah ahli psikologi humanistis yang mengemukakan bahwa di dalam setiap manusia terdapat tataran lima kebutuhan, yaitu:
1. Kebutuhan Fisiologis: pangan, minum, tempat berteduh, kepuasan seksual, dan tuntutan fisik lainnya,
2. Kebutuhan Rasa Aman:
rasa aman dan perlindungan terhadap hal yang membahayakan fisik dan
emosional, dan juga jaminan bahwa kebutuhan fisik itu akan terus
dipenuhi,
3. Kebutuhan Sosial: rasa sayang, rasa termasuk dalam kelompok, diterima, dan persahabatan,
4. Kebutuhan Penghargaan:
faktor-faktor penghargaan bathiniah, seperti harga diri, otonomi, dan
prestasi serta faktor harga diri, seperti status, pengakuan dan
perhatian,
5. Kebutuhan Aktualisasi Diri: pertumbuhan, mencapai potensi seseorang, dan pelaksanaan diri, dorongan untuk menjadi apa yang mampu untuk dicapai seseorang.
Maslow
menegaskan bahwa setiap tingkat dalam hirarki itu pada pokoknya harus
dipenuhi sebelum tingkatnya diaktifkan, dan setelah satu kebutuhan pada
pokoknya dipenuhi, kebutuhan tersebut tidak lagi memotivasi perilaku.
Artinya sewaktu setiap kebutuhan pada pokoknya terpenuhi, kebutuhan
berikut menjadi dominan. Dari sudut pandang motivasi, teori kebutuhan
yang pada pokoknya telah dipenuhi tidak lagi memotivasi seseorang. Untuk
itu seandainya ingin memotivasi seseorang, maka menurut Maslow harus
mengerti kebutuhan orang tersebut ada pada tingkat mana di dalam hirarki
itu, dan memusatkan perhatian untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan pada
tingkat tersebut atau di atasnya. Maslow memisahkan kelima kebutuhan itu
menjadi tingkat atas dan tingkat bawah, kebutuhan-kebutuhan fisiologis
dan keamanan digambarkan sebagai kebutuhan tingkat bawah, sedangkan
kebutuhan sosial, pengharga, dan aktualisasi diri digambarkan sebagai
kebutuhan tingkat atas.
L. Kepemimpinan (Leadership)
Organisai
adalah suatu pengaturan orang yang secara sengaja diciptakan untuk
mencapai suatu tujuan tertentu dengan tiga ciri umum yang dipunyainya,
yaitu: manusia, tujuan, dan struktur. Setiap organisasi terdiri atas
beberapa orang manusia untuk menjalankan pekerjaan agar organisasi
tersebut dapat mencapai sasarannya (jika hanya satu orang yang berkerja
bukanlah organisasi). Setiap organisasi mempunyai tujuan tertentu yang
biasanya diungkapkan dalam rangka sebuah sasaran (serangkaian sasaran)
yang ingin dicapai oleh organisasi.
Semua
organisasi mengembangkan struktur secara sengaja agar semua anggota
dapat melaksanakan pekerjaan mereka. Struktur itu dapat terbuka dan
luwes tanpa batasan yang jelas dan tegas mengenai kewajiban jabatan atau
ketaatan yang kaku pada setiap pengaturan jabatan yang tegas.
Singkatnya suatu jaringan kerja sederhana yang terdiri atas hubungan
kerja longgar (struktur) tersebut dapat bersifat lebih rasional dengan
peraturan dan uraian. Misalnya salah satu anak perusahaan independent
General Motors, Saturn Corporation, bisa mewakili ciri penampilan
organisasi kontemporer dengan pengaturan kerja yang luwes, tim kerja
karyawan, sistem komunikasi terbuka, dan gabungan pemasoknya.
Bagaimanakah
persisnya perubahan konsep organisasi itu? Mengenai hal ini terdapat
beberapa perbedaan antara pandangan tradisional dengan pandangan
kontemporer. Organisasi zaman sekarang lebih terbuka, fleksibel, dan
tanggap terhadap perubahan karena perubahan masyarakat, ekonomi global,
dan teknologi telah menciptakan lingkungan baru bagi organisasi.
Organisasi yang sukses, adalah organisasi yang terus-menerus mencapai
sasaran mereka untuk ini harus ditempuh cara-cara baru dalam
menyelesaikan pekerjaan mereka. Contohnya “ledakan informasi”,
globalisasi yang meningkat, dan harapan-harapan karyawan yang
berubah-ubah ditempat kerja.
Meskipun
konsep organisasi ini dapat berubah namun manajer dan manajemenya tetap
sebagai hal penting bagi organisasi. Manajer, adalah anggota organisasi
yang mengawasi dan mengarahkan pekerjaan anggota yang lain. Sifat
organisasi dan pekerjaan yang telah berubah dalam banyak organisasi
telah mengaburkan garis perbedaan yang tegas antara manajer dengan
karyawan. Banyak pekerjaan karyawan yang tradisional sekarang mencakup
kegiatan manajerial, terutama dalam regu-regu, misalnya: seringkah
anggota tim menyusun rencana, mengambil keputusan, memantau kinerjanya,
dan sebagai karyawan operasi ikut pula memikul tanggung jawab yang
secara tradisional dianggap milik manajemen. Untuk itu beberapa definisi
yang telah digunakan dimasa lampau tidak cocok lagi. Seorang anggota
organisasi yang memadukan dan mengkoordininasikan pekerjaan orang lain
dapat berarti bertanggung jawab langsung atas sebuah departemen atau
dapat berarti menyelia satu orang saja.
Hal
ini dapat juga mencakup mengkoordininasikan kegiatan kerja sebuah regu
yang terdiri atas beberapa orang dari departemen yang berlainaan atau
dari organisasi lain. Manajer mempunyai kewajiban kerja lain yang tidak
berkaitan dengan memadukan pekerjaan orang lain, misalnya : seorang
pengawas klaim asuransi dapat pula memproses klaimnya selain
mengkoordinasikan kegiatan kerja pegawai kaim lainnya. Bagi organisasi
yang berstruktur tradisional (organisasi yang memiliki penataan kerja
yang secara sengaja dibentuk seperti sebuah piramida) mencerminkan
kenyataan, bahwa jumlah karyawan tidak lebih besar di bagian bawah
daripada di puncak, seperti terlihat pada Gambar 5.
Gambar 5 Penataan Kerja
Mengidentifikasi dengan tepat siapa manajer dalam organisasi ini tidak sulit, meskipun manajer mempunyai berbagai macam nama. Manajer Lini pertama, adalah manajemen tingkat paling rendah dan seringkali disebut Penyelia. Pada sebuah pabrik manajer lini pertama dapat disebut Mandor atau dalam regu atletik Pelatih
akan dianggap sebagai manajer lini pertama. Manajer menengah mencakup
semua tingkat manajemen antara tingkat penyelia dan tingkat puncak pada
organisasi tersebut dengan sebutan, seperti : kepala bagian (kepala
biro), pemimpin proyek, manajer pabrik, kepala unit, dekan, uskup, atau
manajer devisi.
Selanjutnya
pada puncak (dekat puncak organisasi) terdapat manajer puncak yang
bertanggung jawab atas pengambilan keputusan seluruh organisasi dan
menetapkan kebijakan serta strategi yang mencakup seluruh organisasi.
Lazimnya jabatan-jabatan pada tingkat ini dipegang oleh wakil presiden
pelaksana, presiden, direktur pelaksana, kepala operasi, CEO (Chief
Executive Officer), atau presiden komisaris. Istilah manajemen mengacu
pada proses mengkoordinasi dan mengintegrasi kegiatan kerja agar
diselesaikan secara efisien dan efektif melalui orang lain. Proses itu
menggambarkan berbagai fungsi yang berjalan terus sebagai kegiatan utama
yang harus dilakukan oleh para menejer. Fungsi itu meliputi kegiatan:
merancang, mengorganisasi, memimpin, mengendalikan, mengkoordinasikan,
dan mengintegrasikan pekerjaan orang lain itu merupakan hal yang
membedakan sebuah posisi manajerial dari posisi non manajerial.
Menggambarkan
apa yang harus dikerjakan oleh para manajer bukanlah suatu tugas yang
gampang (sederhana) karena tidak ada dua organisasi yang sama persis,
dan tidak ada dua pekerjaan manajer yang tepat sama. Melihat adanya
keterbatasan itu, maka untuk dapat memiliki kajian manajemen formal
diperlukan lebih dari 100 tahun agar dapat di peroleh dan dimiliki
sejumlah skema kategori yang jelas serta bisa dikembangkan untuk
melukiskan apa yang harus dilakukan oleh para manajer. Mengenai hal ini
bisa dilihat dari segi fungsi, posisi, peran, keterampilan, sistem
pengelolaan, dan pengelolaan situasi yang berbeda serta berubah-ubah
jika tidak mempunyai tujuan tertentu yang dipikirkan.
Organisasi
pada hakikatnya diadakan untuk mencapai tujuan tertentu, artinya
seseorang (manajer) harus merumuskan tujuan tersebut serta sarana-sarana
untuk mencapainya (fungsi perencanaa). Fungsi perencanaan itu mencakup
proses merumuskan sasaran, menetapkan suatu strategi untuk mencapai
sasaran, dan menyusun rencana guna mengintegrasikan, dan
mengkoordinasikan kegiatanya. Para manajer bertanggung jawab untuk
mendesain sebuah struktur organisasi (fungsi pengorganisasian). Fungsi
ini mencakup proses menentukan mana tugas yang harus dikerjakan, siapa
yang harus mengerjakannya, bagaimana tugas-tugas itu harus dikelompokan,
siapa melapor kepada siapa, dan pada tingkat mana keputusan-keputusan
harus diambil.
Setiap
organisasi mencakup orang-orang, dan tugas dari manajemen untuk
mengintegrasikan dan mengkoordinasikan pekerjaan orang-orang itu. Hal
ini merupakan fungsi memimpin, apabila para manajer memotivasi
bawahannya, mengarahkan kegiatan orang lain, memilih saluran komunikasi
yang paling efektif, atau menyelesaikan pertentangan diantara anggota,
mereka itu, adalah pemimpin. Fungsi manajemen terakhir yang dilakukan
oleh para manajer, adalah pengendalian. Setelah sasarannya ditentukan
dan dirumuskan, begitu juga pengaturan strukturnya dan orang-orang
dipekerjakan, dilatih serta diberi motivasi maka untuk menjamin segala
sesuatunya berjalan sebagaimana mestinya, para manajer harus memantau
kinerja.
Kinerja
aktual harus diperbandingkan dengan sasaran-sasaran yang telah
ditentukan sebelumnya. Seandainya terdapat penyimpangan tugas
manajemenlah yang harus mengembalikan pekerjaan itu pada jalurnya..
Proses pemantau, memperbandingkan, dan mengoreksi inilah apa yang
dimaksud dengan fungsi pengendalian. Proses manajemen itu merupakan
serangkai keputusan dan kegiatan terus-menerus dimana para manajer
terlibat sewaktu mereka merancang, mengorganisasi, memimpin dan
mengendalikan.
Pada
akhir tahun 1960-an, Mintzberg melakukan suatu pengamatan mendetail
terhadap lima manajer puncak yang sedang bekerja. Apa yang ditemukannya
menantang beberapa pengertian yang telah lama bercokol mengenai
pekerjaan manajer. Mintzberg menyimpulkan, bahwa para manajer itu
menjalankan sepuluh peran yang berbeda tetapi sangat erat kaitannya.
Istilah peran manajemen merujuk pada kategori tertentu tingkah laku
manajerial, kesepuluh peran manajerial itu, adalah :
1. Pemimpin,
2. Lambang Pemimpin,
3. Penghubung,
4. Pemantau,
5. Penyebar,
6. Juru bicara,
7. Wirausaha,
8. Pengendalian gangguan,
9. Pengalokasian sumber daya dan,
10. Perundangan.
Kesepuluh
peran manajerial Minzberg itu sebagai peran utama yang berkaitan dengan
hubungan antar pribadi, pengalihan informasi, dan pengambilan
keputusan. Peran antar pribadi, adalah peran yang meliputi kegiatan
simbolis (figurehead) antara pemimpin dan penghubung. Peran informasi,
adalah peran yang meliputi kecepatan memantau, menyebarkan dan juru
bicara. Peran memutuskan, adalah peran yang meliputi kewirausahawan,
penanganan gangguan, pengalokasian sumber daya dan perudangan.
Keterampilan
Manajemen, untuk melakukan apa yang harus dilakukan seorang manajer
diperlukan suatu ketrampilan agar dapat menjalankan kegiatan dan
tugas-tugasnya. Menurut hasil penelitian Robert L. Katz di tahun 1970-an
menemukan, bahwa manajer membutuhkan tiga keahlian (ketrampilan)
hakiki, yaitu:
1. Ketrampilan teknis mencakup pengetahuan dan keahlian dalam bidang khusus tertentu,
2. Manusiawi, adalah kemampuan untuk bekerja dengan baik bersama orang lain, baik secara individual maupun secara kelompok,
3. Konseptual,
adalah kemampuan untuk berfikir dan menggagas situasi abstrak, untuk
melihat organisai sebagai suatu kesamaan dan hubungan di antara sub-sub
unit, dan untuk menggambarkan bagaimana organisasi dapat masuk dalam
suatu lingkungan.
Ada dua alasan untuk mempelajari menajemen, pertama kita semua memiliki sebuah kepentingan mendalam untuk memperbaiki cara-cara pengolahan organisasi. Kedua,
untuk merencanakan karier manajemen dalam pengertian ini proses
manajemen merupakan dasar tempat membangun ketrampilan manajemen.
FUNGSI PERENCANAAN
Perencanaan
meliputi semua kegiatan mulai dari merumuskan sasaran (tujuan)
organisasi, menetapkan strategi menyeluruh untuk mencapai tujuan
tersebut dan mengkoordinasikanya.
Maksud Perencanaan
Sedikitnya ada empat alasan mengapa perencanaan penting dilakukan, yaitu:
1) Perencanaan akan memberikan arah yang jelas,
2) Mengurangi dampak perubahan,
3) Memperkecil pemborosan dan kelebihan,
4) Menentukan standar yang digunakan dalam pengendalian.
Perencanaan
juga bisa memantapkan usaha koordinasi dan memberi arah kepada para
manajer serta nonmanajer. Tanpa perencanaan yang baik
departemen-departemen mungkin akan bekerja dengan tujuan yang saling
bertentangan dan menghambat organisasi untuk bergerak secara efisien
menuju sasarannya. Perencanaan mengurangi ketidakpastian karena dapat
mendorongan para manajer untuk melihat kedepan, mengantisipasi
perubahan, mempertimbangkan dampak perubahan dan menyusun berbagai
tanggapan yang tepat serta cepat. Perencanaan juga memperjelas
konsekuensi dari tindakan yang mungkin dilakukan oleh para manajer dalam
menanggapi perubahan.
Fokus Perencanaan
Fokus
perencanaan pada masa depan, apa yang harus dicapai dan bagaimana
caranya. Esensinya, fungsi perencanaan termasuk dalam aktivitas
manajerial yang menetapkan tujuan untuk masa depan, dan sarana yang
tepat untuk mencapai tujuan tersebut. Hasil dari fungsi perencanaan
adalah rencana, suatu dokumen tertulis yang menetapkan serangkaian
tindakan yang akan diambil perusahaan.
Elemen Perencanaan
Fungsi
perencanaan mengharuskan manajer untuk membuat keputusan sedikitnya
mengenai 4 elemen dasar rencana, yaitu : tujuan, tindakan, sumberdaya
dan implementasi.
1. Tujuan, menetapkan kondisi masa depan yang diharapkan seorang manajer untuk dicapai,
2. Tindakan,
adalah sarana (aktivitas) khusus yang direncanakan untuk mencapai
tujuan. Penetapan tujuan dan pemilihan rangkaian tindakan juga
memerlukan peramalan (forecasting) masa depan. Seorang
manajer tidak dapat membuat rencana tanpa mempertimbangkan berbagai
kejadian dan faktor masa depan yang akan mempengaruhi apa yang mungkin
akan dicapai,
3. Sumberdaya
merupakan rangkaian tindakan, suatu rencana harus menetapkan macam dan
banyaknya sumberdaya yang diperlukan, sumberdaya potensial dan alokasi
sumberdaya. Penetapan sumberdaya melibatkan penganggaran (budgeting), identifikasi dan tingkat sumberdaya yang dapat dipastikan untuk serangkaian tindakan,
4. Implementasi,
melibatkan penugasan dan arahan personel untuk melaksanakan rencana
artinya sebuah rencana harus memasukan cara dan sarana untuk
mengimplementasikan tindakan-tindakan yang dimaksud.
Jenis Perencanaan
Cara
yang populer untuk menjabarkan rencana organisasi, adalah menurut
luasnya (strategi Vs operasional), kerangka waktu (jangka pendek vs
jangka panjang), kekhususan (pengarahan vs otonomi) dan frekuensi
penggunaan (dipakai sekali terus-menerus).
Rencana Strategis vs Rencana Operasional
Rencana Strategis adalah rencana yang berlaku
bagi seluruh organisasi, menentukan sasaran umum dan berusaha
menempatkan organisasi dalam lingkungannya. Rencana Operasional, sebagai usaha untuk menempatkan organisasi dalam lingkungannya.
Rencana Jangka Pendek Vs Rencana Jangka Panjang
Rencana
Jangka Panjang adalah rencana dengan batas waktu diatas tiga tahun.
Rencana Jangka Pendek adalah Rencana yang mencakup satu tahun atau
kurang.
Rencana yang diarahkan (directional) vs Rencana Khusus (specific)
Rencana
Khusus, adalah rencana yang sudah dirumuskan dengan jelas dan tidak
menyediakan ruang bagi interprestasi. Rencana Directional, adalah
rencana yang fleksibel yang menetapkan pedoman umum.
Kritikan terhadap perencanaan formal
amat popular di tahun 1960-an dan masih populer sampai sekarang. Para
pengkritik telah menantang beberapa asumsi dasar yang mendasari
perencanaan itu. Ada beberapa argumen utama yang telah diarahkan pada
perencanaan formal, yaitu:
1. Perencanaan dapat menciptakan kekakuan,
2. Rencana tak dapat dikembangkan bagi suatu lingkungan yang dinamis,
3. Rencana formal tidak dapat menggantikan intuisi dan kretifitas.
Fungsi Pengorganisasian
Menetapkan Struktur dan Desain Organisasi
Pengorganisasian, dirumuskan sebagai proses menciptakan struktur sebuah organisasi. Struktur Organisasi,
adalah kerangka kerja formal organisasi yang mencerminkan pembagian,
pengelompokan dan pengkoordinasian tugas dalam suatu organisasi. Desain Organisasi, adalah pengembangan atau pengubahan struktur suatu organisasi.
Spesialisai Kerja
Konsep
spesialisasi (pembagian) kerja menyebabkan meningkatnya produktivitas
karyawan. Penerapan konsep pembagian kerja yang terkenal dilakukan
melalui jalur perakitan Henry Ford pada awal tahun 1900-an dengan
membagi tugas pada setiap pekerja untuk suatu pejerjaan tertentu dan
diulang-ulang. Spesialisasi kerja, adalah tingkat dimana tugas-tugas dalam suatu organisasi dibagi menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terpisah. Hakekat spesialisasi kerja,
ialah seluruh pekerjaan tidak dilakukan oleh satu individu melainkan
dipecah-pecah menjadi langkah-langkah dengan setiap langkah dikerjakan
oleh orang yang berbeda. Artinya setiap karyawan mengkhususkan diri
untuk mengerjakan bagian kegiatan bukannya seluruh kegiatan itu.
Departementalisasi
Departementalisasi
sebagai landasan yang digunakan untuk mengelompokan tugas-tugas dan
pekerjaan dalam rangka mencapai sasaran organisasi. Setiap organisasi
akan memiliki cara khasnya sendiri dalam mengklasifikasikan dan
menggolongkan kegiatan kerja. Secara histories salah satu cara yang
paling popular untuk menggolongkan kegiatan kerja, adalah menurut fungsi
yang dilakukan (departemen fungsional). Kegiatan kerja dapat pula didepartementalisasikan menurut jenis produk yang dihasilkan oleh organisasi tersebut (departementalisasi produk), gambar Departementalisasi Produk.
Gambar 6 Departementalisasi Produk
Cara lain untuk melakukan departementalisasi, adalah berdasarkan geografis atau wilayah (departementalisasi goegrafis) fungsi
penjualan, misalnya mempunyai Wilayah Barat, Timur, Selatan, dan Utara.
Setiap Wilayah ini merupakan sebuah departemen yang diorganisasikan
sekitar geografi. Seandainya para pelanggan organisasikan tersebar di
suatu wilayah geografis yang luas, bentuk departementalisasi macam ini
dapat berharga.
Rantai Komando
Rantai Komando
adalah sebuah garis wewenang yang tak terputus yang membentang dari
tingkat atas organisasi terus sampai tingkat paling bawah dan
menjelaskan siapa melapor kepada siapa. Dalam membahas rantai komando
ada tiga konsep serupa, yaitu : wewenang, tanggung jawab, dan kesatuan
komando. Wewenang, merujuk pada hak-hak yang melekat pada sebuah posisi manajerial untuk memberi perintah dan mengharapkan perintah itu ditaati. Tanggung jawab, apabila
orang mendapat hak dengan kadar untuk melakukan sesuatu, orang pun
mengandaikan kewajiban yang setara untuk melaksanakan kegiatan yang
diperintahkan. Kesatuan Komando, menolong melestarikan konsep
garis wewenang yang terputus, prinsip ini mengatakan, bahwa seseorang
hanya boleh mempunyai satu atasan saja dan kepadanyalah dia bertanggung
jawab secara langsung.
Rentang Kendali
Konsep
rentang kendali merujuk pada seberapa banyak anak buah yang dapat
diawasi secara efektif dan efisien oleh seorang manajer. Masalah rentang
kendali mendapat sejumlah perhatian meskipun tidak ada kesepakatan
mengenai angka ideal tertentu, namun sejumlah penulis memang mengakui
bahwa tingkatan dalam oraganisasi merupakan variable kotingensi yang
dapat mempengaruhi angka ini. Mereka mengatakan, bahwa sewaktu seorang
manajer naik dalam hirarki organisasi, ia harus berhadapan dengan
masalah yang makin beragam kerumitannya, dan tidak terstruktur karena
itu para penjabat puncak seharusnya mempunyai rentang kendali yang lebih
kecil daripada manajer-manajer menegah.
Demikian
juga para manajer menengah memerlukan rentang kendali yang lebih kecil
daripada para penyelia. Harus disadari dan dipahami, bahwa rentang
kendali yang paling efektif dan efisien itu semakin ditentukan dengan
melihat pada sejumlah variable kontingensi. Mengapa konsep rentang
kendali itu penting? Untuk sebagian besar konsep tersebut menentukan
jumlah tingkatan dan jumlah manajer yang dimiliki sebuah organisasi,
kalau segala sesuatunya sama, semakin luas atau semakin lebar rentang
kendali maka semakin efisien desain organisasi.
Sentralisasi dan Desentralisasi
Organisasi
tertentu para manajer puncak mengambil semua keputusan dan para manajer
tingkat yang lebih rendah hanya melaksanakan petunjuk itu. Pada ekstrim
yang lain, pada sejumlah organisasi pengambilan keputusan itu didorong
kebawah melalui tingkatan manajemen kepada para manajer yang paling
dekat dengan tindakan tersebut. Sentralisasi melukisan sejauh mana
pengambilan keputusan itu terkonsentrasi di tingkat-tingkat atas
organisasi. Apabila manajemen puncak mengambil keputusan-keputusan
penting organisasi tersebut dengan sedikit atau tanpa masukan dari para
karyawan tingkat yang lebih rendah maka organisasi itu tersentralisasi.
Sebaliknya
semakin karyawan tingkat rendah bisa memberi masukan atau betul-betul
diberi kebebasan untuk mengambil keputusan maka perusahan itu makin
terdesentralisasi. Pada konsep sentralisasi dan
desentralisasi itu bersifat relatif (bukan absolut), dimaksud dengan ini
ialah bahwa sebuah organisasi itu tidak pernah sepenuhnya
tersentralisasi atau terdesentralisasi. Di bawah ini tabel Faktor yang
mempengaruhi jumlah Sentralisasi dan Desentralisasi.
Lebih banyak Sentralisasi, bila:
1. Lingkungannya stabil
Para
manajer tingkat rendah tidak semahir atau berpengalaman dalam mengambil
keputusan seperti hal para manajer tingkat atas. Para manajer tingkat
rendah tidak ingin ikut serta dalam keutusan-keputusan. Organisasi itu
menghadapi suatu atau risiko gagalnya perusahan.
2. Perusahannya terlampau besar
Pelaksanaan
strategi-strategi perusahaan yang efektif tergantung pada para manajer
yang mempunyai hak menentukan apa yang terjadi.
Lebih banyak Desentralisasi, bila:
1. Lingkungannya komplek tidak pasti
Para
manajer tingkat bawahnya mampu dan berpengalaman dalam mengambil
keputusan. Para manajer tingkat rendah menhendaki suara dalam
keputusan-keputusan. Keputusan-keputusannya raltif kurang penting.
Budaya perusahaannya terbuka memungkinkan para manajer mempunyai
pengaruh atas apa yang terjadi. Perusahaan secara geografis terpencar.
Pelaksanaan strategi-strategi perusahaan yang efektif tergantung kepada
keterlibatan para manajer dan fleksibilitasnya untuk mengambil
keputusan-keputusan.
Formalisasi
Formalisasi
merujuk pada sejauh mana berbagai pekerjaan dan tingkah laku karyawan
dalam organisasi dibakukan serta dibimbing oleh peraturan. Apabila
sebuah pekerjaan sangat diformalisasikan, maka orang yang mengerjakan
pekerjaan tersebut mempunyai kebebasan minimum atas apa yang harus
dilakukan, kapan hal itu harus diselesaikan, dan bagaimana ia harus
melakukannya. Para karyawan diharapkan senantiasa menangani masukan yang
sama dengan cara yang persis sama, menghasilkan keluaran yang seragam
dan konsisten. Pada organisasi dengan formalisasi tinggi, terdapat
uraian jabatan yang tegas, banyak peraturan organisasi, dan prosedur
yang telah dirumuskan dengan jalas mencakup proses kerja.
Pada
organisasi dengan formalisasi rendah, tingkah laku pekerjanya relatif
tidak terstruktur dan mempunyai banyak kebebasan dalam hal bagaimana
cara melakukan pekerjaan. Kebebasan seseorang ditempat kerja berbanding
terbalik dengan tingkah laku dalam pekerjaan yang telah diprogram
sebelumnya oleh organisasi tersebut, semakin besar standarisasinya,
semakin kecil masukan yang dimiliki karyawan mengenai bagaimana
pekerjaan itu harus diselesaikan. Standarisasi bukan saja menghilangkan
kemungkinan, bahwa para karyawan akan terlibat dalam tingkah laku
alternatif, tetapi standarisasi bahkan menghilangkan perlunya para
karyawan untuk memikirkan alternatif.
Kompleksitas
Kompleksitas
adalah akibat perkembangan langsung pembagian kerja dan penciptaan
departemen-departemen. Gagasan dasar dari kompleksitas, adalah
organisasi dengan sejumlah besar pekerjaan dan unit yang sangat berbeda
jenisnya akan menciptakan lebih banyak masalah manajerial dan organisasi
yang rumit daripada organisasi dengan lebih sedikit jenis pekerjaan dan
departemennya.
Pembagian Kerja
Pembagian kerja (division of labor)
berkenaan dengan tingkat sejauh mana pekerjaan dispesialisasikan. Para
manajer membagi seluruh kerja organisasi ke dalam beberapa pekerjaan
tertentu yang mempunyai kegiatan tertentu. Organisasi merupakan kumpulan
dari pekerjaan yang terspesialisasikan, yaitu orang-orang yang
melakukan pekerjaan yang berbeda. Keputusan manajerial yang utama,
adalah menentukan sampai sejauh mana pekerjaan akan dispesialisasikan.
Secara
historis, manajer cenderung membagi pekerjaan hingga sekecil mungkin
karena adanya keunggulan dalam pembagian kerja, yaitu jika sebuah
pekerjaan mengandung sedikit tugas, maka melatih personalia baru yang
menggantikan posisi personalia lama yang berhenti atau pindah dapat
dilakukan dengan cepat. Kegiatan pelatihan yang minimal dapat menghemat
biaya pelatihan. Bila sebuah pekerjaan hanya terdiri dari tugas-tugas
yang terbatas jumlahnya, seorang karyawan bisa menjadi sangat terampil
melaksanakan tugas-tugas tersebut. Keterampilan ini bisa mengahsilkan
mutu output yang lebih baik.
M. Kepemimpinan
Manajer dan Pemimpin
Para
manajer itu ditunjuk karena kemampuan mereka untuk mempengaruhi
didasarkan pada wewenang formal yang melekat pada posisinya. Para
pemimpin dapat ditunjuk dari dalam suatu kelompok. Pemimpin dapat
mempengaruhi orang-orang lain untuk bekerja melebihi tindakan yang
diperintahkan oleh otoritas formal (manajer). Haruskah semua manajer
menjadi pemimpin, dan haruskah semua pemimpin menjadi manajer, sementara
ini belum ada orang yang mampu membuktikanya entah karena riset atau
argumentasi nalar, bahwa kemampuan kepemimpinan itu merupakan halangan
bagi seorang manajer.
Seorang
manajer idealnya haruslah pemimpin tetapi bukan semua pemimpin dengan
sendirinya mempunyai kemampuan atau ketrampilan dalam fungsi manajemen
lain, artinya tidak semuanya harus menduduki posisi manajemen. Untuk itu
definisi seorang pemimpin, ialah orang yang mampu mempengaruhi orang
lain dan memiliki wewenang manajerial. Sedangkan Kepemimpinan, adalah
kemampuan untuk mempengaruhi suatu kelompok menuju tercapainya tujuan.
Teori-Teori Kontemporer Kepemimpinan
Tiga
dari teori-teori kontemporer mengenai kepemimpinan, adalah Teori
Friedler, Teori Alur Tujuan, dan Teori Partisipasi Pemimpin. Ketiga
teori itu digambarkan sebagai teori kontingensi mengenai kepimpinan
sedangkan teori lainya lebih mencerminkan pandangan kepemimpinan dalam
hal penerapanya.
Model fiedler
Model
Kontingensi yang komprehensif mengenai kepemimpinan telah disusun oleh
Fred Fiedler. Model kontingensi Fiedler itu mengemukakan, bahwa kinerja
kelompok yang efektif tergantung pada perpaduan yang memadai antara gaya
interaksi pemimpin dengan bawahannya, dan derajat sejauh mana situasi
memungkinkan kelompok itu untuk mengendalikan dan mempengaruhi. Model
itu didasarkan pada anggapan, bahwa kepemimpinan itu paling efektif pada
situasi yang berbeda, dan kemudian mengidentifikasi kombinasi yang pas
antara gaya dengan situasi.
Fiedler
menyatakan bahwa faktor kunci dalam kesuksesan kepemimpinan adalah gaya
kepemimpinan yang mendasari seseorang. Gaya seseorang itu merupakan
salah satu dari tipe kepemimpinan, salah satunya gaya kepemimpinan yang
berorientasi pada tugas (hubungan). Untuk mengukur gaya seorang
pemimpin, Fiedler mengembangkan kuesioner LPC (Least Preferred Cowoker
atau teman kerja yang paling tidak disukai). Fiedler percaya, bahwa jika
rekan kerja yang paling sedikit disukai itu digambarkan dengan
istilah-istilah yang relatif positif (dengan kata lain skors LPC yang
tinggi), maka respon itu terutama berminat dengan hubungan pribadi yang
baik dengan rekan-rekan kerjanya. Artinya apabila anda menggambarkan
orang yang paling sedikit mampu untuk bekerja sama itu dengan
istilah-istilah yang menguntungkan, anda akan diberi cap berorientasi hubungan.
Sebaliknya,
andaikata anda melihat rekan yang paling sedikit disukai itu dalam
istilah-istilah yang relatif tidak menguntungkan (angka LPC yang
rendah), anda terutama berminat pada produktivitas dan penyelasaian
tugas itu dengan demikian anda akan dicap berorientasi tugas. Setelah
gaya kepemimpinan mendasari seseorang ditentukan melalui LPC, perlu
juga mengevaluasi situasi untuk mencocokkan pemimpin itu dengan
situasinya. Riset Fiedler dalam hal ini menyikapi 3 dimensi kontingensi
yang menetapkan faktor-faktor situasional utama untuk menentukan
efektifitas pemimpin, yaitu hubungan pemimpin-anggota, mencakup: (1) tingkatan kepercayaan, keyakinan, dan rasa hormat, yang dimiliki bawahan terhadap pemimpin mereka; dinilai sebagai entah baik atau buruk; (2) struktur tugas, sejauh mana tugas-tugas kerja itu diformalkan dan dijadikan prosedur, dinilai sebagai tinggi atau rendah; dan (3) kekuasaan posisi,
tingkat pengaruh yang dimiliki seorang pemimpin terhadap
kegiatan-kegiatan berdasarkan kekuasaan, seperti mempekerjakan, memecat,
menertibkan, menaikan pangkat, dan menaikan gaji, dinilai sebagai kuat
atau lemah.
Fiedler
memperlakukan gaya kepemimpinan seseorang sebagai hal yang tetap. Untuk
itu, sebetulnya hanya ada dua cara untuk memperbaiki efektifitas
pemimpin. Pertama, anda harus membawa masuk seorang pemimpin baru
yang lebih cocok dengan situasinya. Misalnya, apabila situasi kelompok
itu dinilai sebagai sangat tidak menutungkan tetapi dipimpin oleh
seorang pemimpin yang brorientasi hubungan, kinerja kelompok itu dapat
diperbaiki dengan menggantikan orang tersebut dengan pemimpin yang
berorientasi tugas. Alternatif kedua, adalah mengubah situasinya
hingga cocok dengan pemimpin itu, ini dapat dilakukan dengan
merestrukturisasi tugas-tugas dengan cara meningkatkan atau mengurangi
kekuasaan yang dimiliki pemimpin terhadap faktor-faktor, seperti
kenaikan gaji, kenaikan pangkat, dan tindakan disipliner.
Teori Alur-Tujuan
Salah
satu pendekatan yang paling dihargai untuk memahami kepemimpinan,
adalah teori Alur-Tujuan. Teori ini dikembangkan oleh Robert House
sebagai sebuah model kepemimpinan situasional yang menyaring unsur-unsur
kunci dari teori pengharapan tentang motivasi. Pokok teori ini, adalah
tugas pemimpin untuk menolong para pengikutnya dalam mencapai
tujuan-tujuan mereka, dan untuk memberikan dukungan (bimbingan) yang
perlu guna menjamin agar tujuan-tujuan mereka itu cocok dengan
keseluruhan tujuan-tujuan kelompok (organisasi) tersebut. Menurut teori
ini perilaku seorang pemimpin dapat diterima oleh bawahan sejauh mereka
melihatnya sebagai sumber langsung kepuasan atau sebagai sarana kepuasan
masa depan.
Perilaku seorang pemimpin itu memotivasi, sejauh
kelakuan itu membuat pencapaian kebutuhan bawahan tergantung pada
kinerja yang efektif, memberi pelatihan, bimbingan, dukungan, dan
imbalan-imbalan yang perlu bagi kinerja yang efektif. House
mengidentifikasi empat perilaku pemimpin, yaitu:
1. Pemimpin yang Direktif, membiarkan bawahan mengetahui apa yang diharapkan dari diri mereka, memjadwal pekerjaan yang harus dilakukan, dan memberi bimbingan spesifik mengenai caranya menyelesaikan tugas,
2. Pemimpin yang Suportif, bersikap bersahabat dan menunjukkan serta menggunakan saran-saran mereka sebelum membuat keputusan,
3. Pemimpin yang Partisipatif, berunding dengan bawahan dan menggunakan saran-saran mereka sebelum membuat keputusan,
4. Pemimpin yang Berorientasi Prestasi, mematok tujuan-tujuan yang menantang dan mengharapkan bawahan untuk bekerja pada tingkat yang paling tinggi.
Gambar 7 Teori Alur-Tujuan
Berikut ini beberapa contoh hipotesa yang telah dikembang dari teori Alur-Tujuan, yakni:
1. Kepemimpinan Direktif,
menyebabkan kepuasan yang lebih besar bila tugas-tugas itu sangat
terstruktur dan ditata dengan baik namun bawahan yang merasa mempunyai
kemampuan besar (banyak pengalaman) cenderung menganggap hal itu
berlebihan. Semakin jelas dan birokratis hubungan wewenang formalnya,
maka para pemimpin harus bisa menampilkan perilaku yang mendukung dan
mengurangi perilaku yang mengarahkan,
2. Kepemimpinan yang suportif, menghasilkan kepuasan dan kinerja karyawan yang tinggi bila ada konflik nyata dalam suatu kelompok kerja,
3. Kepemimpinan partisipatif,
orang-orang percaya, bahwa mereka bisa mengendalikan nasib mereka
sendiri sehingga akan merasa lebih puas dengan gaya kepemimpinan
partisipatif,
4. Bawahan-bawahan dengan tempat kendali eksternal akan merasa lebih puas dengan gaya yang direktif,
5. Kepemimpin berorientasi prestasi,
akan meningkatkan harapan bawahan bahwa usaha yang dilakukan akan
menjurus kearah kinerja yang tinggi apabila tugas-tugas disusun secara
tidak jelas.
Model Partisipasi Pemimpin
Model
kontingensi lainnya dikembangkan oleh Viktor Vroom dan Philip Yetton.
Model ini, adalah model partisipasi pemimpin yang menghubungkan perilaku
pemimpin partisipasi dalam hal pembuatan keputusaan. Model ini
dikembangkan pada awal 1970-an dengan asumsi, bahwa perilaku pemimpin
harus disesuaikan dengan struktur tugasnya, baik yang bersifat rutin,
non rutin, atau salah satu diantaranya. Model Vroom dan Yetton disebut
sebut juga model normatif sebab model ini menyajikan suatu rangkaian
aturan (norma) yang berurutan dan harus diikuti oleh pemimpin untuk
menentukan bentuk dan jumlah partisipasi dalam pengambilan keputusan,
sebagaimana ditentukan oleh berbagai jenis situasi.
Otokrasi
I (AI): Anda bisa pecahkan masalah dan membuat keputusana sendiri
dengan menggunakan informasi yang tersedia saat itu. Otokrasi II (AII):
Cari informasi yang diperlukan dari bawahan, kemudian putuskan sendiri
jawaban atas permasalah tesebut. Pimpinan boleh menceritakan kepada
bawahan mengenai masalah yang dihadapi sehingga bisa mencari informasi
dari mereka. Peran bawahan dalam pembuatan keputusan lebih kepada
memberi informasi yang diperlukan daripada memberikan atau mengevaluasi
alternatif pemecahan masalah.
Konsultatif
I (CI): Pemimpin bisa berbagi masalah dengan bawahan kemudian meminta
gagasan dan saran tanpa membawa mereka sebagai suatu kelompok.
Konsultatif II (CII): Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan
sebagai kelompok, dan secara bersama-sama mencari gagasan serta saran
dari mereka. Kemudian anda membuat keputusan yang boleh mencerminkan
atau tidak mencerminkan pengaruh bawahan anda. Kelompok II (GII):
Pemimpin berbagi masalah dengan para bawahan sebagai kelompok, dan
bersama-sama menghasilkan serta mengevaluasi alternatif dan mencoba
untuk mencapai kesepakatan (consensus) pada suatu jawaban persoalan.
Teori Antribusi Kepemimpinan
Teori
antribus telah digunakan pula untuk menjelaskan persepsi tentang
kepemimpinan. Teori ini berusaha untuk menafsirkan hubungan sebab-akibat
dengan pernyataan, bahwa kepemimpinan itu sekedar sebuah keterangan
yang dibuat orang mengenai individu-individu lain. Melalui penggunaan
kerangka kerja atribusi tersebut para peneliti telah menemukan, bahwa
orang cenderung mencirikan pemimpin sebagai seseorang yang memiliki
karakteristik, seperti : kecerdasan, kepribadian yang mudah bergaul,
keterampilan verbal yang kuat, agresif, penuh pengertian, dan rajin.
Pemimpin itu serba tinggi (artinya tinggi dalam memprakarsai struktur,
dan dalam perhatianya) telah terbukti sesuai dengan keterangan orang
mengenai apa yang membuat pemimpin baik.
Teori Kepemimpinan Karismatik
Teori
kepemimpinan karismatik merupakan perluasan dari teori atribusi, teori
ini mengatakan, bahwa para pengikut menemukan penjelaskan mengenai
kemampuan kepemimpinan yang heroik (luar biasa) manakala mereka
mengamati perilaku tertentu. Studi terhadap kepemimpinan karismatik
untuk sebagian besar telah diarahkan pada penentuan perilaku yang
membedakan para pemimpin karismatik dengan para pemimpin yang bukan
karismatik.
Karakteristik kunci dari Pemimpin Karismatik sebagai berikut:
1. Keyakinan diri, keyakinan penuh dalam penilaian dan kemampuannya.
2. Visi,
memiliki tujuan idealis dalam mengusulkan masa depan yang lebih baik
daripada keadaan status quo. Semakin besar perbedaan antara tujuan
idealis dengan status quo, akan sangat memungkinkan, bahwa para pengikut
akan mengkaitkan misi yang luar biasa itu kepada pemimpin.
3. Kemapuan mengartikulasikan visi,
mampu menjelaskan dan menyatakan visi itu dalam istilah yang dipahami
orang lain. Artikulasi ini memperlihatkan pemahaman terhadap kebutuhan
kepada para pengikut untuk bertindak sebagai kekuatan motivasi.
4. Keyakinan yang kuat akan misi, berani menanggung resiko pribadi, mengeluarkan biaya besar, dan bersedia mengorbankan diri demi tercapainya visi.
5. Perilaku yang lain dari biasa,
membawa perilaku yang dianggap baru, tidak biasa, dan melawan arus.
Bila berhasil, perilaku ini membangkitkan keheranan dan kekaguman dari
para pengikut.
6. Penampilan sebagai agen, lebih dianggap sebagai agen perubahan yang radikal daripada sebagai pengemban status quo.
7. Kepekaan Lingkungan,
mampu melakukan penilaian yang realistik terhadap hambatan lingkungan,
dan sumber daya yang diperlukan untuk membawa perubahan.
Kepemimpinan Transaksional dan Kepemimpinan Transformasional
Dua
kepemimpinan tersebut tidak bisa dilihat sebagai pendekatan yang
berlawan untuk menyelesaikan segala sesuatunya karena kepemimpinan
transformasional dibangun di atas kepemimpinan transaksional.
Kepemimpinan transformasional menghasilkan tingkat usaha dan kinerja
bawahan yang melampaui apa yang akan terjadi dengan pendekatan
transaksional saja. Apalagi kepemimpinan transaksional itu lebih
daripada kharisma, pemimpin yang sangat kharismatik akan menghendaki
para pengikut untuk menyesuaikan pandangan dunia kharismatik itu dan
tidak melangkah lebih jauh. Pemimpin transformasional akan mencoba
membangkitkan kemampuan para pengikutnya untuk mempertanyakan bukan saja
berbagai pandangan yang telah ada, melainkan juga pada akhir pandangan
yang telah ditetapkan oleh sang pemimpin itu.
Pengawasan (Pengendalian)
Pengendalian
dapat dirumuskan sebagai proses memantau kegiatan untuk memastikan
penyelesaian kegiatan itu sebagaimana telah direncanakan dan proses
mengoreksi setiap penyimpangan yang berarti. William G. Ouchi
mengemukakan, bahwa ada tiga pendekatan lebih lanjut untuk merancang
sistem pengendalian, yaitu:
1. Pengendalian Pasar, adalah
pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan
mekanisme pasar ekternal, seperti persaingan harga dan pasar relatif,
untuk menentukan berbagai pedoman yang digunakan dalam sistem
pengendalian,
2. Pengendalian birokrasi, adalah
pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan
wewenang organisasional dan mengandalkan aturan, ketentuan, prosedur,
dan kebijakan administratif,
3. Pengendalian Iklan,
adalah pendekatan terhadapan pengendalian yang bertumpu pada penggunaan
perilaku karyawan yang diatur oleh nilai, norma, tradisi, ritual,
keyakinan bersama, dan segi lain budaya organisasi, misalnya : ritual
korporasi, seperti jamuan pemberian hadiah kerja setiap tahun atau bonus
hari raya, memainkan peran penting dalam menentukan pengendalian.
Tabel 1 Karakteristik dari Tiga Pendekatan terhadap Sistem Pengendalian
Tipe Pengendalian
|
Karakteristik
|
Pasar |
Menggunakan
mekanisme ekternal pasar, seperti : persaingan harga dan pangsa pasar
terkait, untuk membuat standar yang digunakan pada sistem. Biasanya
digunakan oleh organisasi yang produk atau jasanya telah ditentukan
dengan jelas, dan sangat berbeda serta menghadapi persaingan pasar
yang cukup ketat
|
Birokrasi
|
Bertumpu
pada wewenang organisasi dan bergantung pada mekanisme, serta
hierarki, seperti : peraturan, ketetapan, prosedur, kebijakan,
standarisasi kegiatan, uraian tugas yang terdefinisi dengan baik, dan
anggaran, untuk memastikan, bahwa para karyawan memperlihatkan
perilaku yang benar dan dapat mencapai standar kinerja
|
Iklan
|
Mengatur
karyawan dengan nilai, norma, tradisi, upacara-upacara, keyakinan,
dan aspek-aspek lain dari budaya organisasi. Sering digunakan oleh
organisasi yang biasa bekerja secara tim dan teknologinya mengalami
perubahan dengan cepat
|
Pentingnya Pengendalian
Perencanaan
dapat dibuat, struktur organisasi bisa diciptakan untuk memperlancar
tercapainya tujuan secara efektif dan efisien, para karyawan dapat
diarahkan dan dimotivasi guna menghasilkan kinerja yang baik namun
apakah semua itu bisa menjamin semua kegiatan yang dilakukan akan
berlangsung sesuai dengan perencanaan, dan tujuan yang dikejar oleh para
manajer bisa tercapai. Untuk itu pengendalian sangat penting sebagai
jembatan terakhir dalam mata rantai fungsional kegiatan manajemen.
Pengendalian, adalah salah satu cara bagi para manajer untuk mengetahui
apakah tujuan organisasi itu tercapai atau tidak, dan mengapa hal itu
terjadi.
Jenis Pengendalian
Pengendalian Umpan Balik Depan:
pengendalian ini paling didambakan karena bisa mencegah munculnya
masalah diawal kegiatan, artinya pengendalian itu diarahkan ke masa
depan. Kunci, adalah melakukan tindakan manajerial sebelum masalahnya
timbul sehingga memungkinkan manajemen untuk mencegah permasalahan
ketimbang harus membereskannya. Pengendalian ini menuntut informasi yang
tepat waktu dan akurat sehingga sering sulit dikembangkan. Akibatnya
para manajer sering mengandalkan kedua jenis pengendalian lainnya.
Pengendalian Sejalan: berlangsung saat kegiatan sedang dilaksanakan
sehingga manajemen dapat mengoreksi masalah yang muncul sebelum masalah
itu terlampau mahal. Bentuk pengendalian yang paling terkenal, adalah
pengawasan langsung terhadap tindakan bawahan, dan memantau serta
mengoreksinya.
Pengendalian
Umpan Balik (paling populer), pengendalian berlangsung setelah
kegiatannya terlaksana, seperti laporan pengendalian yang digunakan
Chris Tanner untuk menilai penjualan bir. Kekurangan utama dari
pengendalian ini, ialah pada saat manajer mendapatkan informasi itu
kerusakannya telah terjadi. Seperti pepatah “menutup pintu kandang kuda
setelah kudanya dicuri”. Pengendalian ini mempunyai dua keunggulan
dibandingkan pengendalian umpan depan dan pengendalian sejalan. Pertama,
pengendalian umpan balik memberi para manajer informasi yang bermakna
tentang seberapa efektif usaha perencanaan itu. Kedua, pengendalian
umpan balik dapat meningkatkan motivasi karyawan.
Gambar 8 Beberapa Jenis Pengendalian
N. Kualitas Sebuah Sistem Pengendalian yang Efektif
Pada
Sistem pengendalian yang efektif cenderung mempunyai beberapa
karakteritik itu berbeda-beda sesuai dengan situasinya namun dapat
digeneralisasikan dengan ciri-ciri yakni:
1. Ketepatan,
sebuah sistem pengendalian yang menghasilkan informasi yang tidak tepat
dapat membuat manajemen lupa mengambil tindakan manakala seharusnya
bertindak atau menanggapi suatu masalah yang sebetul tidak ada,
2. Tepat Waktu,
pengendalian seharusnya menggugah perhatian para manajer terhadap
penyimpangan tepat pada waktunya guna mencegah akibat serius terhadap
kinerja sebuah unit,
3. Hemat,
sebuah sistem pengendalian harus hemat dalam penerapanya, dan harus
bisa memberikan manfaat dalam kaitannya dengan biaya yang
ditimbulkannya,
4. Fleksibel, bisa menyesuaikan dengan perubahan yang tidak bersahabat atau untuk mamanfaatkan peluang baru,
5. Bisa dipahami, oleh para penggunaannya,
6. Kriteria (standar) yang masuk akal, bisa dicapai karena bila kriteria itu terlampau tinggi atau tidak masuk akal, maka tidak akan lagi memotivasi,
7. Penempatan yang strategis,
para manajer tidak mungkin mengendalikan segala sesuatu yang
berlangsung dalam organisasi, seandainya mampu manfaatkanya tidak akan
dapat menutupi biayanya,
8. Tekanan pada perkecualian,
para manajer yang tidak mampu mengendalikan semua kegiatanya, seharus
menempatkan alat pengendali strategis ditempat di mana alat itu dapat
meminta perhatian hanya bagi perkecualian,
9. Multikriteria,
para manajer dan karyawan akan berusaha untuk “tampil bagus” pada
kriteria yang dikendalikan. Multi Kriteria mempunyai dampak positif
ganda, karena lebih sulit dimanipulasi ketimbang kriteria tunggal.
Kriteria tersebut dapat mengurangi usaha untuk sekedar tampil “bagus”,
juga karena kinerja jarang dapat dinilai secara obyektif dari satu
indikator saja, multi kriteria memungkinkan penilaian kinerja yang lebih
akurat,
10. Tindakan koreksi,
sebuah sistem pengendalian yang efektif bukan saja menunjukkan kapan
terjadi penyimpangan yang berarti dari standar, melainkan juga
menyarankan tindakan apa yang harus diambil untuk membetulkan
penyimpangan tadi.
O. Manajemen Kontemporer (Manajemen Abad XXI )
Lazimnya
pandangan teori manajemen dalam masyarakat mengatakan, bahwa manajer
itu harus langsung bertanggung jawab dalam keberhasilan atau kegagalan
sebuah organisasi. Sudut pandang ini disebut sebagai pandangan Mahakuasa
terhadap manajemen sebaliknya sejumlah pengamat mengatakan, bahwa
manajer itu sedikit saja pengaruhnya terhadap keberhasilan organisasi.
Sebagian besar kegagalan atau keberhasilan sebuah organisasi itu
disebabkan oleh kekuatan diluar kendali menejemen, sudut pandang ini
diberi nama pandangan simbolis terhadap manajemen.
Pandangan Maha Kuasa
Pandangan
ini mencerminkan sebuah pengendalian dominan dalam teori manajemen.
Mutu manajer sebuah organisasi menentukan mutu organisasi itu. Orang
menganggap bahwa perbedaan efektitas dan efisiensi sebuah organisasi
disebabkan oleh keputusan dan tindakan manajernya. Manajer yang baik
mengantisipasi perubahan, menjajaki peluang, membetulkan kinerja yang
buruk, dan memimpin organisasi menuju sasarannya (mengubah sasaran itu
bila perlu). Ketika laba meningkat, manajemen menganggap itu sebagai
jasanya dan memberi imbalan kepada dirinya sendiri dengan bonus-bonus,
saham, dan sebagainya. Apabila laba merosot, dewan direksi mengganti
pucuk pimpinan karena yakin bahwa manaejemen baru akan membawa hasil
yang lebih baik.
Misalnya,
di Bombay Company sebuah pengecer alat perlengkapan rumah, pimpinan
pelaksana tertinggi Robert Nourse dicopot dari posisinya setelah
penjualan dari laba merosot dalam pertengah tahun 1990-an, dan seorang
CEO baru diangkat untuk menggantikannya. Pandangan terhadap para manajer
sebagai mahakuasa itu sesuai dengan gambaran stereotip tentang
eksekutip bisnis yang jagoan dan suka memimpin dapat mengatasi setiap
rintangan dalam mengejar sasaran organisasi itu. Pandangan mahakuasa ini
tidak terbatas pada organisasi bisnis tapi dapat juga digunakan untuk
membantu menjelaskan tingginya pergantian diantara para pelatih,
perguruan tinggi maupun para professional. Tanpa memperdulikan keadaan
yang merintanginya, jika organisasi bekerja jelek, maka seseorang
dianggap bertanggung jawab (menejer). Manakala segala sesuatunya
berjalan baik para manajer mendapat pujian, walaupun mereka memiliki
sedikit hubunganya dengan hasil tersebut.
Pandangan Simbolis
Pandangan
ini mengemukakan, bahwa kemampuan manajer untuk mempengaruhi hasil
dibatasi oleh beberapa faktor luar. Tidaklah masuk akal bila
mengharapkan para manajer mempunyai pengaruh yang berarti terhadap
kinerja sebuah organisasi. Menurut pandangan ini, hasil sejumlah
organisasi dipengaruhi oleh sejumlah faktor di luar kendali manajemen.
Faktor-faktor itu mencakup perekonomian, perubahan para pelanggan,
kebijakan pemerintah, tindakan para pesaing dan industri tertentu,
kendali terhadap pemilik teknologi, serta keputusan yang diambil oleh
para manajer terdahulu dalam organisasi tersebut.
P. Lingkungan
Istilah
lingkungan merujuk pada lembaga atau kekuatan yang berada di luar
organisasi dan secara potensial mempengaruhi kinerja organisasi.
Lingkungan Umum vs Lingkungan Khusus
Lingkungan
umum mencakup segala sesuatu di luar organisasi, misalnya faktor
ekonomi, keadaan politik, pengaruh sosio-budaya, masalah globalisasi,
dan teknologi, semua itu dapat mempengaruhi organisasi tetapi
relevansinya tidak jelas. Lingkungan khusus mencakup bagian lingkungan
yang secara langsung berkaitan dengan pencapaian sasaran sebuah
organisasi. Lingkungan itu terdiri atas para pendukung yang sangat
penting (pihak yang berkepentingan) sehingga dapat mempengaruhi efektif
organisasi secara positif maupun negatif. Setiap lingkungan khusus
bersifat unik dan berubah-ubah bersama keadaanya yang mencakup para
pemasok masukan, klien (pelanggan), pesaing, badan pemerintah, dan
kelompok masyarakat tertentu. Misalnya Lockheed Martin Corporation amat
bergantung pada kontrak pertahan sehingga Departemen Pertahanan Amerika
Serikat merupakan lingkungan khususnya.
Ketidak pastian lingkungan
Merupakan
derajad perubahan dan kompleksitas lingkungan organisasi, segi lainya
menggambarkan kadar kompleksitas lingkungan, yang mengacu kepada jumlah
komponen dalam sebuah lingkungan organisasi dan sejauh mana pengetahuan
yang dimiliki oleh organisasi itu tentang komponen tadi. Misalnya Hasbro
Toy Company, sebuah pabrik mainan terbesar di dunia, menyederhanakan
lingkungannya dengan mencaplok banyak pesaingnya termasuk Kenner Toys,
Parker Brothers, dan Tonka. Semakin sedikit pesaing, pelanggan, pemasok,
dan badan pemerintah yang harus digauli oleh sebuah organisasi, semakin
berkuranglah ketidakpastian dalam lingkungannya.
Mengelola Disebuah Lingkungan Asing
Ada beberapa pedoman dalam mengelola organisasi disebuah lingkungan asing, yaitu:
1. Lingkungan Hukum politik
Para
manajer harus menyadari perbedaan disetiap lingkungan, apabila ingin
mengetahui kendala dan peluang di tempat organisasinya. Misalnya, tiap
negara mempunyai undang-undang yang berbeda dalam hal kebijakan
industri, pembatasan perdagangan, persyaratan kerja, pembayaran suap,
hak-hak pribadi, hak-hak kaum pekerja, dan seterusnya,
2. Lingkungan Ekonomi
Para
manajer global mempunyai perhatian terhadap ekonomi yang tidak dimiliki
oleh para manajer yang bekerja pada satu negara saja dalam hal ini ada 3
perhatian utama, yaitu nilai tukar mata uang yang berubah-ubah, laju
inflasi, dan berbagai macam kebijakan. Laba perusahaan global dapat
secara dramatis berubah-ubah tergantung kepada kekuatan mata uang dalam
negerinya dan mata uang negara-negara dimana perusahaan itu beroperasi.
Setiap devaluasi mata uang sebuah negara akan sangat mempengaruhi
tingkat keuntungan sebuah perusahaan. Kekuatan mata uang suatu negara
asing dapat juga memepengaruhi keputusan para manajer. Misalnya General
Motors telah mengimport Geo Stormnya ke amerika dari Jepang. Namun
ketika kekuatan Yen Jepang terhadapan dolar membuat produk itu tidak
ekonomis, para pejabat perusahaan memutuskan untuk menghentikan model
tersebut.
Laju
inflasi ekonomi dapat berbeda-beda di berbagai wilayah dunia. Misalnya
dinegara-negara kecil, seperti Bolivia, inflasi tahunan telah mencapai
26.000%. Di negara-negara yang lebih besar dan lebih industrial, seperti
Brazil, laju inflasi tahunan terkadang mencapai 2700%. Laju inflasi itu
mempengaruhi harga bahan mentah, tenaga kera, dan pasokan lainya.
Selain itu, inflasi mempengaruhi harga yang dapat dipasang oleh
perusahaan terhadap barang atau jasa lainnya. Berbagai kebijakan
perpajakan merupakan perhatian besar bagi seorang manajer global, di
beberapa negara, tuan rumah bersikap lebih membatasi daripada negara
asal organisasi itu sedangkan pada beberapa negara lainya jauh lebih
ringan. Satu-satunya kepastian, ialah peraturan perpajakan itu berbeda
dari pada setiap negara. Manajer membutuhkan pengetahuan tepat tentang
berbagai peraturan pajak di negara-negara di mana mereka beroperasi
untuk menemukan kewaajiban pajak keseluruhan perusahaan mereka.
3. Lingkungan Budaya
Kekuatan
Lingkungan global terakhir, adalah perbedaan budaya antara bangsa.
Setiap organisasi mempunyai budaya internal yang berbeda-beda,
negara-negara pun mempunyai kebudayaan pula.
Individualisme Vs kolektivitas
Individualisme
merujuk pada sesuatu kerangka kerja sosial yang ikatannya longgar
dimana orang diharapkan untuk mengurusi kepentingan mereka sendiri dari
kepentingan keluarga terdekatnya. Ini dimungkinkan sebab adanya sejumlah
besar kebebaskan yang diberikan oleh masayarakat semacam itu kepada
individu. Lawannya kolektivitisme, yang di cirikan dengan kerangka kerja
sosial ketat dimana orang mengharapkan orang lain yang berada dalam
kelompok mereka menjadi bagiannya supaya mengurusi dan melindungi mereka
apabila mengalami kesusahan. Sebagai imbalanya, mereka merasa harus
memberikan loyalitas mutlak kepada kelompok tadi. Hofstrede, mengatakan,
bahwa tingkat individualisme di sebuah negara erat kaitannya dengan
kekayaan negara itu. Negara-negara yang lebih kaya, seperti Amerika
Serikat, Inggris Raya, dan Nederland sangatlah individualistis.
Negara-negara yang lebih miskin seperti Kolombia dan Pakistan sangat
bersifat kolektif.
Jarak
kekuasaan, adalah suatu budaya yang mengukur sampai sejauh mana suatu
masyarakat dapat menerima ketidak merataan pembagian kekuatan dalam
lembaga dan organisasi. Penghindaran ketidakpastian suatu ukuran budaya
yang digunakan untuk menjelaskan sampai sejauh mana nilai-nilai sosial
dipengaruhi oleh kesombongan dan materialisme. Kuantitas hidup suatu
perlengkapan budaya nasional bisa menjelaskan sampai seberapa jauh
nilai-nilai sosial dicirikan oleh kesombongan dan materialisme sedangkan
kualitas hidup suatu perlengkapan budaya nasional bisa mencerminkan
penekanan yang diberikan pada hubungan dan perhatian kepada pihak orang
lain.
Pedoman bagi para manajer Amerika Serikat
Hofstrede
menemukan, bahwa kebudayaan Amerika berada di tempat tertinggi di
antara semua negara dalam hal individualisme, dibawah rata-rata dalam
hal jarak kekuasaan, jauh dibawah rata-rata dalam hal menghindari
ketidakpastian, dan jauh di atas rata-rata dalam hal kuantitas hidup.
Kesimpulan ini sesuai dengan bagaimana dunia memandang Amerika itu,
artinya Amerika dilihat sebagai negara yang menekankan etika
individualistic, memiliki pemerintahan perwakilan dengan cita-cita
demokrasi, relatif bebas dari ancaman ketidakpastian, dan mempunyai
perekonomian kapitalistik yang menghargai agresivitas dan materialisme.
Setelah
seorang yang dipilih sebagai calon yang baik bagi sebuah posisi
manajerial diluat negeri, ada beberapa faktor individual maupun
organisasi yang menentukan apakah dia ini mampu atau tidak menyesuaikan
diri dengan penugasan luar negeri tersebut secara efektif. Faktor-faktor
individual yang dapat mempengaruhi penyesuaian internasional tersebut
adalah :
1. Kemampuan
untuk tetap bersemangat, bersikap positif, dan produktif bahkan dalam
situasi baru yang barangkali penuh tekanan dan ketegangan,
2. Kemampuan untuk bergaul secara efektif dengan rekan kerja di negara tuan rumah,
3. Kemampuan dengan tepat merasakan dan berpendapat dengan norma dan nilai budaya negara itu.
Sedangkan
faktor-faktor organisasi yang dapat mempermudah transisi tersebut
mencakup pekerjaan yang dilakukan oleh orang itu, adalah :
1. Budaya organisasi,
2. Tingkat sosialiasi budaya organisasi tersebut.
Faktor-faktor
budaya organisasi yang harus dipertimbangkan bagi transisi yang
berhasil mencakup seberapa jauh budaya organisasi itu mirip dengan apa
yang telah dialami orang tersebut dimasa lalu, dukungan sosial yang
disediakan oleh budaya organisasi itu, dan jumlah bantuan logistik yang
diberikan oleh organisasi tersebut untuk mempermudah penyesuaian itu.
Faktor lain yang menentukan keberhasilan penyesuaian seseorang dengan
penugasan di luar negeri adalah keterampilan-keterampilan sosialisasi
organisasinya.
Sosialisasi
organisasi merujuk pada proses yang dialami oleh para karyawan untuk
menyesuaikan dengan budaya organisasi. Transisi kebudayaan itu akan
lebih mudah seandainya orang tersebut mengembangkan keterampilan
sosialisasi yang efektif. Faktor lain yang mempengaruhi penyesuaian di
negeri asing yang merupakan faktor bukan kerja adalah bagaimana seorang
individu secara pribadi menyesuaikan dengan barunya kebudayaan itu dan
bagaimana keluarga serta pasangan hidupnya menyesuaikan diri. Untuk
lebih jelasnya dari faktor-faktor yang mempengaruhi penyesuaian
internasional ini dapat dilihat pada gambar dibawah ini :
Tidak ada komentar:
Posting Komentar