MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Kamis, 08 Maret 2012

DASAR-DASAR ILMU TANAH

Pelapukan kimia sering pula disebut dengan pelapukan khemis. Sebagaimana pelapukan fisis dan pelapukan biologi, pelapukan kimia merupakan bagian dari tenaga eksogen yang bersifat merusak (destruktif). Menurut Samadi (2007:87), “pelapukan kimia merupakan proses penghancuran batuan disertai dengan perubahan struktur kimianya”.
Perubahan struktur kimia yang dimaksud adalah perubahan struktur kimia penyusun batuan yang mengalami pelapukan tersebut. Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) mengemukakan bahwa dalam prosesnya, air merupakan faktor utama sebagai zat pelarut. Air yang dimaksud adalah air hujan.
Pelapukan kimia ini umumnya terjadi di daerah yang berbatuan induk kapur (daerah yang bertopografi karst). Sebenarnya batuan kapur merupakan batuan yang tidak tembus air (permeabel), tetapi karena batuan ini banyak dijumpai adanya celah retakan (diaklas) sehingga air hujan yang banyak mengandung CO2 meresap ke dalamnya hingga menimbulkan pelarutan.
Selanjutnya, Ahmad Yani dan Mamat Ruhimat (2008:92) menguraikan bahwa ada empat macam proses yang termasuk ke dalam pelapukan kimia, yaitu:
(a) Hidrasi atau adsorbsi air: penarikan air oleh sesuatu zat tetapi air tersebut tidak terus masuk terus masuk ke dalam zat itu. Air hanya tertangkap di permukaan zat tersebut. Contoh hidrasi adalah perubahan gips ke dalam anhidrit akibat adsorbsi air. Persenyawaan kimianya sebagai berikut:
CaSO4 + 2H2O CaSO4 + 2H2O
CaSO4 = anhidrit CaSO4 + 2H2O = gips
(b) Hidrolisa: penguraian air atas ion-ion H yang positif dan ion-ion OH yang negatif. Ion-ion H bersama dengan unsur K, Na, C, dan Mg mengadakan persenyawaan basa. Basa-basa sangat mudah bereaksi dengan zat lain yang mengakibatkan K, Na, Ca, dan Mg berubah menjadi garam yang mudah larut. Hal semacam ini tampak pada persenyawaan orthoklas dan hidroksil sebagai berikut:
KAlSi 3O8 + HOH HAlSi2O8 – KOH
KAlSi 3O8 = orthoklas KOH = hidroksil
(c) Oksidasi: pengkaratan pada besi yang terkandung pada batuan. Perubahan warna coklat
pada pinggiran batuan induk merupakan akibat dari oksidasi. Satu contoh reaksinya yakni
4FeO + 3H2O + O2 —-> 2Fe2O3 3H2O
(d) Karbonasi: pada proses ini gas karbon dioksida (CO2) bekerja sebagai faktor pelapuk. Air yang mengandung gas karbon dioksida memiliki daya pelapuk sangat kuat. Gas karbondioksida yang terkandung dalam air diikat dari udara atau dari sisa tumbuhan setelah mengalami proses humifikasi. Batuan yang paling mudah dilapukkan oleh proses karbonasi adalah batuan kapur (lime stone). Proses kimia karbonasi dapat dilihat pada persenyawaan di bawah ini:
CaCO3 + H2O + CO2 —-> Ca (HCO3)2
CaCO3 = kalsit Ca (HCO3)2 = kalsium bikarbonat
Di samping itu, Bambang Nianto Mulyo dan Purwadi Suhandini (2004: 145 dan 2007:80) mencontohkan bahwa penghancuran batuan melalui proses kimia menyebabkan batuan yang lapuk perubahan susunan kimia. Contoh tersebut adalah:
(a) Mineral pirit (FeS2) di bawah pengaruh udara lembab dan oksigen dapat menghasilkan besi sulfat (FeSO4) dan asam sulfat (H2So4).
2FeS2 + 2H2O + 7O2 —-> 2FeSO4 + H2SO4
(b) Kaolin dihasilkan dari felspar (Na2O . Al2O3 . 6SiO2) melalui proses kimia.
Na2O . Al2O3 . 6SiO2 + nH2O + CO2 —-> Na2CO3 + SiO2 + SiO2 . nH2O + 2H2O .
Al2O3 . 2SiO2 (kaolin)Sudarno Herlambang pada Diklat MGMP Geografi SMA se-Jawa Timur di Malang (2006) mempresentasikan bahwa topografi karst dibentuk oleh bentukan lahan asal solusional, oleh pelarutan batuan kapur. Menurut beliau, syarat berkembangnya topografi karst adalah:
1. Terdapat batuan yang mudah larut.
2. Kemurnian batuan gamping tinggi.
3. Lapisan batuannya tebal (> 100m).
4. Banyak diaklas.
5. Vegetasi penutup lahan lebat.
6. Terdapat di daerah tropis basah.
Bentuk lahan karst dibedakan menjadi dua, yaitu bentuk lahan negatif dan bentuk lahan positif. Bentuk lahan negatif. Bentuk lahan negatif adalah bentuk lahan yang berada lebih rendah dari rata-rata permukaan Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan negatif meliputi:
1. Doline, adalah ledokan (cekungan) yang berbentuk corong atau mirip bentuk huruf v.
2. Uvala, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup dan luas, merupakan gabungan dari beberapa doline.
3. Polye, adalah ledokan (cekungan) yang tertutup, sangat luas dan memanjang, dasar mendatar, berdinding terjal, serta merupakan gabungan dari beberapa uvala.
4. Yana, (luweng) adalah gua-gua kapur yang berbentuk vertikal seperti sumur.
5. Gua-gua kapur
Adapun bentuk lahan positif adalah bentuk lahan yang ketinggiannya di atas permukaan rata-rata permukaan Bumi di sekelilingnya. Bentuk lahan positif antara lain adalah:
1. Kerucut karst, merupakan bentuk karst tropik yang berupa sejumlah bukit karst berbentuk kerucut. Sumber lain lebih suka menyebut kubah (dome) karst.
2. Menara karst, merupakan perbukitan kars berlereng curam/vertikal yang menjulang tersendiri di antara dataran alluvial. Hal lain yang juga merupakan ciri khas dari topografi karst dan sebenarnya ada kaitannya pula dengan pelapukan kimia, yaitu lokva dan sungai bawah tanah. lokva adalah doline yang dasarnya relatif rata dan terlapisi oleh endapan tanah terrarosa hingga berfungsi sebagai penampungan air (danau). Danau yang demikian sering disebut dengan danau karst. Sungai bawah tanah sebenarnya merupakan lanjutan dari sungai permukaan yang kemudian seolah-olah menghilang. Sungai yang demikian sering disebut sink hole.
 Sedangkan dua gambar di atas, merupakan contoh bentukan dari pelapukan kimia daerah karst di Malang Selatan. Pelarutan batuan kapur oleh air hujan yang mengandung karbon dioksida melalui diaklas melantarkan terbentuknya rongga-rongga kapur hingga membentuk gua-gua karst dan gejala-gejala lain yang ada di dalamnya. Gambar pertama merupakan bentuk bagian dalam dari “gua Sengik” dengan stalaktit-stalaktit muda yang bergelantungan di atap gua dengan ujung meruncing. Stalaktit tersebut terbentuk melalui hasil pelarutan kapur oleh air hujan yang merembes dan mengering di langit-langit gua. Ada pula tetesan air hujan tersebut yang kemudian sampai di dasar gua, hingga menguap dan mengering. Pengendapan kapur di dasar gua menghasilkan bentukan yang disebut stalagmit. Karakteristik dari stalagmit itu ujungnya tumpul dan tidak memiliki saluran untuk merembeskan air. Satu hal yang istimewa pada bentukan di gua yang berada di kompleks wisata ‘lokal’ Desa Mentaraman Kecamatan Donomulyo, Kabupaten Malang ini. Gua ini di dalamnya terdapat semacam stalaktit berbentuk seperti meja berwarna coklat muda yang mengeluarkan air dengan semburan lembut. Sedang gambar kedua merupakan mulut gua kapur yang sebagian tertutup vegetasi ketika musim penghujan, di Kecamatan Pagak.
 Pelapukan organis sering pula disebut dengan pelapukan biologi (biological weathering). Pelapukan organis adalah penghancuran batuan oleh makhluk hidup, seperti tumbuhan, binatang, dan juga manusia.
 Pelapukan tumbuhan terjadi lantaran akar-akar tumbuhan yang menerobos batuan. Dalam proses penerobosan akar pada batuan, ujung-ujung akar tersebut mengeluarkan sejenis enzim yang berfungsi menghancurkan batuan. Melalui proses pergeseran waktu, akar yang membesar akan memecah dan membelah batuan menjadi beberapa bagian. Menurut pengamatan saya, akar tumbuhan yang relatif kuat menghancurkan batuan di antaranya adalah tanaman pinang raja, akasia, dan pilisium. Akar serabut pinang raja yang kuat dan dalam jumlah banyak, serta meluas mampu mengoyakkan batuan. Bahkan tumbuhan yang hidup di dekatnya tak mampu hidup dengan normal. Hal ini terjadi karena akar-akar pinang raja ini akan memenuhi juga lapisan atas tanah (horison A). Dengan hal tersebut, jelas unsur hara yang ada pada lapisan itu tersedot habis oleh sistem perakaran pada pinang raja tersebut, hingga tumbuhan lain yang hidup di sekitarnya tak seberapa memperoleh bagian. Pelaku pelapukan organis dari tumbuhan ini tidak hanya oleh tumbuhan yang ukurannya besar, namun juga oleh tumbuh-tumbuhan lain yang lebih kecil seperti cendawan,lumut,bahkan juga bakteri.
 Pelapukan biologis oleh hewan dilakukan oleh semut, rayap, cacing, tikus dan sebagainya untuk ukuran hewan kecil sampai kelompok hewan ukuran besar seperti kerbau, sapi, bahkan gajah. Kelompok binatang yang kecil merusak batuan dengan membuat lubang kecil untuk berlindung dan mencari makan. Ayam merusak batuan dengan mengais-ngaiskan kakinya, sedang kelompok binatang yang lebih besar dengan injakannya dan perilaku lainnya. Hanya perlu diketahui bahwa pelapukan oleh tumbuhan dan binatang ini intensitas dan dampaknya relatif kecil.
 Pelaku pelapukan biologis yang paling besar pengaruhnya terhadap pelapukan batuan adalah manusia. Walaupun kekuatan fisik manusia relatif terbatas, namun lantaran kemampuan akalnya yang tinggi, batuan bisa hancur berkeping-keping dalam hitungan detik.
Sumber:
1. Marbun, M.A. 1982. Kamus Geografi. Jakarta Timur: Ghalia Indonesia.
2. Nianto Mulyo, Bambang & Suhandini, Purwadi. 2004 & 2007. Kompetensi Dasar Geografi Jilid 1. Solo: PT Tiga Serangkai Pustaka Mandiri.
3. Bagja, Waluya. 2007. Geografi SMA/MA Jilid 1. Bandung: Armico.
4. Yani, Ahmad & Ruhimat, Mamat. 2008. Geografi Menyingkap Fenomena Geosfer. Bandung: Grafindo Media Pratama.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar