Parasitoid telur famili Trichogrammatidae banyak digunakan sebagai
agens pengendali hayati yang cukup berhasil di pelbagai negara karena
sifatnya polifag dan dapat mengatasi pelbagai jenis hama di lapangan.
Sifat polifag ini pulalah yang menyebabkan keefektifan Trichogramma di lapangan kurang baik. Pengoptimuman pemanfaatan Trichogramma
merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian hayati yang belum
banyak dieksplorasi di Indonesia. Hubungan antara berbagai segi
interaksi inang-parasitoid, mass rearing, pengendalian mutu, dan kaitannya dengan unjuk kerja parasitoid di lapangan secara spesifik belum diteliti. Penggunaan Trichogramma sebagai agens hayati di lapangan biasanya memerlukan jumlah individu yang besar. Oleh karena itu mass rearing merupakan salah satu teknologi yang harus dikembangkan. Dalam teknologi mass rearing
ini, ada berbagai segi yang dapat mempengaruhi mutu parasitoid yang
dikembangbiakkan, misalnya terjadi pergeseran inang akibat
pengembangbiakan pada inang alternatif, nisbah kelamin, depresi
penangkaran sanak (inbreeding depression), foundress effect,
ketidakserasian reproduktif, dan aplikasi agens di lapangan. Penelitian
ini difokuskan pada penelitian dasar sampai terapan, mulai dari
keanekaragaman taksonomi dan genetika parasitoid famili
Trichogrammatidae di seluruh Jawa, penelitian dasar interaksi
inang-parasitoid sampai dengan terapannya yang meliputi pengaruh suhu
pada unjuk kerja parasitoid (teknik transportasi parasitoid) dan
pelepasan parasitoid di lapangan.
Koleksi parasitoid sebanyak 29 populasi yang meliputi enam spesies, yaitu Trichogramma japonicum, T. flandersi, T. chilonis, Trichogrammatoidea cojuangcoi, dan T’toidea armigera. Dua
spesies di antaranya merupakan spesies yang baru ditemukan di
Indonesia. Hal yang juga menarik ialah ditemukannya Trichogrammatidae
pada inang Plutella dan Crocidolomia yang belum dilaporkan sebelumnya.
Uji kebugaran dilakukan dengan memasukkan satu betina beserta pias
telur ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 24 jam. Pias telur
diganti setiap hari dan lama hidup, kemampuan parasitasi, keperidian,
produksi telur per hari, lama produksi, dan reproductive maturity dihitung. Dari 29 populasi yang diuji, populasi BB1 dari kelompok T’toidea armigera mempunyai ciri-ciri yang paling baik dalam keperidian, lama hidup, dan lama masa reproduktif.
Jenis inang dapat mempengaruhi lama hidup, keperidian, lama masa
reproduktif dan keberhasilan hidup parasitoid. Pada umumnya keragaan
parasitoid pada inang Corcyra dan Heliothis lebih baik daripada Plutella, Spodoptera, dan Crocidolomia,
tetapi hal ini sangat relatif bergantung pada populasi parasitoid yang
digunakan. Lamanya generasi ternyata mempengaruhi lama hidup,
keperidian, dan masa reproduksi. Lamanya waktu parasitoid telah
dikembangkan di laboratorium dan ternyata tidak mempengaruhi preferensi
inang. Penyimpanan pias pada suhu rendah ternyata dapat mempengaruhi
perkembangan Trichogramma di dalam inang, keberhasilan hidup,
serta laju pemunculan imago. Pada percobaan ketidakserasian reproduksi
tampak bahwa tidak semua individu yang dikawinkan dengan individu dari
populasi yang berbeda (masih dalam satu spesies) dapat menghasilkan
keturunan fertil, hal ini dapat dilihat dari hasil keturunan kawin
silang yang semua keturunannya ternyata jantan. Gejala ketidakserasian
reproduksi tampaknya terdapat pada beberapa populasi di lapangan
sehingga penelitian yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk
membuktikan dugaan ini.
Keragaman antarpopulasi Trichogramma dan Trichogrammatoidea
cukup tinggi. Populasi yang diperoleh dari daerah yang jaraknya relatif
dekat ternyata cukup berbeda. Tampaknya jarak tidak mempengaruhi
tingkat kesamaan secara genetika. Ada populasi yang jaraknya berjauhan,
tetapi memiliki sifat yang lebih mirip satu dengan lainnya dibandingkan
dengan populasi yang justru lebih berdekatan jaraknya. Hal ini tampak
pada ciri molekuler maupun kebugaran yang dihasilkan.
Jumlah imago parasitoid yang dilepas di lapangan ternyata dapat
mempengaruhi tingkat paratisasi dan tingkat kerusakan polong. Dari hasil
pelepasan dengan menggunakan kurungan, pelepasan 600 telur Corcyra terparasit T. japonicum
mampu memarasit inang dengan tingkat persentasi tertinggi (37.9%)
sehingga tingkat kerusakan polongnya sangat rendah (8.1%) dibandingkan
dengan pelepasan 200 telur Corcyra terparasit. Berdasarkan pada populasi yang digunakan untuk pelepasan dengan kurungan, populasi yaang berasal dari Cianjur (T. armigera) mempunyai tingkat persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi Yogyakarta (T. japonicum) dan Karawang (T. japonicum).
Hasil penelitian pelepasan parasitoid di lapangan tanpa menggunakan
kurungan menunjukkan bahwa semakin besar populasi parasitoid yang
dilepaskan, maka semakin kecil kerusakan yang terjadi. Hasil pelepasan
7000 telur C. cephalonica di lapangan menunjukkan kemampuan parasitisasi T. japonicum yang cukup tinggi sehingga kerusakan polongnya cukup rendah, yaitu hanya 6.2%.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar