Singkong atau tapioka merupakan bahan
pangan yang banyak diproduksi di Indonesia. Indonesia termasuk sebagai
negara penghasil ubi kayu terbesar ketiga (13.300.000 ton) setelah
Brazil (25.554.000 ton), Thailand (13.500.000 ton) serta disusul
negara-negara seperti Nigeria (11.000.000 ton), India (6.500.000 ton)
dari total produksi dunia sebesar 122.134.000 ton per tahun.
Singkong merupakan umbi atau akar
pohon yang panjang dengan fisik rata-rata bergaris tengah 2-3 cm dan
panjang 50-80 cm, tergantung dari jenis singkong yang ditanam. Daging
umbinya berwarna putih atau kekuning-kuningan. Umbi singkong tidak tahan
simpan meskipun ditempatkan di lemari pendingin. Gejala kerusakan
ditandai dengan keluarnya warna biru gelap akibat terbentuknya asam
sianida yang bersifat racun bagi manusia.
Umbi singkong merupakan sumber energi
yang kaya karbohidrat namun sangat miskin protein. Sumber protein yang
bagus justru terdapat pada daun singkong karena mengandung asam amino
metionin. Dari proses pengolahan singkong menjadi tepung tapioka,
dihasilkan limbah sekitar 2/3 bagian atau sekitar 75% dari bahan
mentahnya.
Selama ini orang hanya memanfaatkan
daging singkong sebagai bahan pangan, namun limbahnya tidak diolah
kembali. Bagi kebanyakan orang limbah tapioka hanyalah sampah dan
polutan yang mencemari lingkungan. Limbah tapioka oleh para petani hanya
digunakan sebagai pakan ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau
parit-parit. Hal tersebut dapat membahayakan lingkungan karena dapat
merubah kandungan oksigen di air menjadi berkurang.
Dengan inovasi teknologi yang
diterapkan, limbah tapioka ini dapat diolah lebih lanjut dan
dimanfaatkan sebagai bahan pangan produk nata yang berbahan dasar ampas
singkong. Dimana Indonesia merupakan penghasil singkong terbesar ketiga
di dunia (13.300.000 ton/tahun). Sehingga untuk ketersediaan bahan baku,
nata dari ampas singkong ini tidak akan menjadi masalah. Seperti nata
de coco, yang selama ini telah beredar di pasaran dan banyak digemari
masyarakat, diharapkan produk nata dari ampas singkong ini dapat menjadi
sumber alternative bahan pangan untuk masyarakat dengan penciptaan
nilai tambah pada limbah tapioca yang sangat berlimpah daripada hanya
dibuang begitu saja ke lingkungan atau hanya digunakan sebagai pakan
ternak saja.
Nata merupakan produk fermentasi
dari bakteri Acetobacter xylinum yang berupa lembaran selulosa dari
pengubahan gula yang terdapat pada substrat (umumnya air kelapa tetapi
dapat pula dari bahan lain) menjadi pelikel selulosa. Nata ini kandungan
utamanya adalah air dan serat sehingga baik untuk diet dan sering
digunakan dalam pembuatan dessert atau sebagai tambahan substansi pada
koktail, es krim dan sebagainya. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam
pembuatan nata di antaranya adalah bakteri, gula dan nitrogen, selain
itu harus pula diperhatikan suhu dan pH serta jangan tergoyanng agar
pembentukan pelikel berlangsung baik.
Bakteri Acetobacter xylinum adalah
bekteri Gram negatif yang dapat mensintesis selulosa dari fruktosa.
Selulosa ini memiliki pori melintang pada kristal mini glukan yang
kemudian terkoalisi ke dalam mikrofibril. Cluster mikrofibril yang ada
dalam struktur senyawa yang terbentuk seperti pita-pita dapat diamati
secara langsung dengan menggunakan mikroskop. Acetobacter xylinum
merupakan suatu model sistem untuk mempelajari enzim dan gen yang
terlibat dalam biosintesis selulosa. Jumlah inokulum yang diberikan 10 –
20 % dari bakteri umur 6 hari
Pembuatan nata dari ampas singkong ini
memerlukan serangkaian proses. Proses pertama adalah pemarutan singkong,
singkong yang telah dikupas dan dicuci bersih kemudian diparut. Hasil
parutan singkong ini kemudian dilarutkan ke dalam air untuk mendapatkan
pati singkong. Dari hasil perasan singkong kemudian didapatkan pati
singkong. Ampas singkong kemudian diambil dan difermentasi. Hasil
fermentasi ampas singkong atau tapioca ini kemudian ditutup untuk
meminimalkan kontak dengan udara dan didiamkan selama sepuluh hari.
Produk nata ini siap untuk dikonsumsi.
Setiap satu kilogram ampas singkong,
setelah diproduksi menjadi lima kilogram lembaran nata. Selain bernilai
ekonomis, produk nata dari singkong baik untuk kesehatan. Produk nata
yang dihasilkan berserat tinggi, sehingga dapat membantu melancarkan
pencernaan. Namun, pembuatan nata ini membutuhkan waktu yang lebih lama
untuk hidrolisis karbohidrat menjadi gula melalui proses fermentasi.
Produk nata dari singkong ini mengandung gula 5-7 % sehingga tidak
diperlukan penambahan gula kembali. Selama ini pembuatan nata de coco
masih membutuhkan penambahan gula, sehingga untuk skala produksi nata
dari ampas singkong ini lebih ekonomis dan efisien. Selain itu nata yang
dihasilkan lebih kenyal, tebal dan lebih putih.
Upaya pengolahan ampas
singkong menjadi suatu makanan bernilai gizi ini dapat membantu
mengurangi pencemaran lingkungan oleh limbah atau proses samping dari
singkong yang selama ini hanya dimanfaatkan oleh petani sebagai pakan
ternak atau dibuang begitu saja ke sungai atau parit. Selain itu upaya
pengelolaan ampas singkong ini dapat menghasilkan produk makanan yang
benilai gizi bagi masyarakat
Tidak ada komentar:
Posting Komentar