MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Selasa, 20 September 2011

Dasar-Dasar Teknologi Tanah


I. PENDAHULUAN
Tujuan Instruksional Umum
Setelah mempelajari bab ini, maka mahasiswa/mahasiswi di harapkan telah paham bahkan mampu menjelaskan tentang: (a) sejarah perkembangan dan pengertian tanah, (b) komponen penyusun tanah, (c) tanah sebagai media tumbuh dan (d) ruang lingkup pokok-popok bahasan dalam mata kuliah ini.
  1. Definisi dan Sejarah Perkembangan Tanah
Bermacam-macam definisi tentang tanah yang dipakai sehari-hari maupun diliteratur, tergantung kepada sudut pandang dan keguaannya. Sebagai contoh ahli pertambangan menganggap tanah sebagai sesuatu yang tidak berguna karena menutupi barang-barang tambang yang dicari. Demikian pula ahli jalan dan bangunan memandang tanah sebagai permukaan bumi yang lunak sehingga menyulitkan bagi bagi penggunanya, oleh sebab itu harus dikeras agar menjadi kuat baru dapat menupang kenderaan dan bangunan yang ada di atasnya. Dalam kehidupan sehari-hari ibu rumah tangga menganggap tanah sebagai bahan yang dapat mengutori pakaian, rumah dan berbagai peralatan dan mainan anak-anak, sedang petani menganggap sebagai tempat bercocok tanam, beternak dan mendirikan bangunan dan lain-lain.
Menurut Ramann tanah adalah lapisan paling atas dari kerak bumi yang melapuk. Pengertian ini tidak menunjukkan tanah sebagai alat produksi atau kegunaan lain. Menurut Hilgard tanah adalah suatu bahan yang kurang lebih gembur sehingga tanaman dapat hidup karena adanya unsur-unsur hara serta syarat-syarat tumbuh tanaman yang lain (air, udara), definisi yang sudah mempertimbangkan tanah sebagai alat produksi.
Menurut Jofee seorang ahli tanah wakil penganut aliran Rusia tanah adalah bangunan alam yang tersusun atas horison-horison yang terdiri dari bahan-bahan mineral dan organik, biasanya tidak padu, mempunyai tebal yang tidak sama dan berbeda dengan bahan induk yang ada di bawahnya dalam hal: morfologi, sifat dan susunan fisik, kimia dan biologi.
Tanah berasal dari hasil pelapukan batuan bercampur dengan sisa-sisa bahan organiK dari organisme (vegetasi dan hewan) yang hidup di atasnya atau di dalamnya, dan di dalamnya terdapat air dan udara. Menurut Hanafiah (2005) bahan tanah adalah “bahan mineral yang tidak padat (unconsolidated) terletak di permukaan, bumi yang telah dan akan tetap mengalami pelapukan dan dipengaruhi oleh factor-faktor genetik dan lingkungan yang meliputi bahan induk, iklim (kelembaban dan suhu), organism (makro dan mikro) dan topografi pada suatu periode waktu tertentu”. Dengan adanya faktor waktu menunjukkan bahwa tanah bersifat dinamik. Secara fisik, kimia, biologi dan ciri lain bahan tanah berbeda dengan bahan induknya dan tergantung pada faktor-faktor pembentuknya.
Dalam pertanian, tanah diartikan lebih khusus yaitu sebagai media tumbuhnya tanaman darat. Definisi ilmiahnya tanah adalah kumpulan dari benda alam di permukaan bumi yang tersusun dalam horizon-horison, terdiri dari campuran bahan mineral, bahan organik, air dan udara, dan merupakan media untuk tumbuhnya tanaman.
Kajian tanah dari aspek proses-proses pembentukan tanah beserta faktor-faktor pembentuknya, klasifikasi tanah, survai tanah, dan cara-cara pengamatan tanah di lapang disebut pedologi (pedo = gumpal tanah). Kajian Pedodoli antara lain meliputi agrogeologi, fisika, kimia dan biologi tanah, morfologi dan klasifikasi Tanah, survai dan pemetaan tanah, analisis bentang lahan, ilmu ukur tanah, perencanaan dan pengembangan wilayah. Dalam hal ini tanah dipandang sebagai suatu benda alam yang dinamis dan tidak secara khusus dihubungkan dengan pertumbuhan tanaman.
Pemahaman tanah dalam hubungannya dengan pertumbuhan tanaman tingkat tinggi untuk mendapatkan produksi pertanian seekonomis mungkin disebut edapologi (edaphos = bahan tanah subur). Dalam hal ini dipelajari sifat-sifat tanah dan pengaruhnya terhadap pertumbuhan tanaman, serta usaha-usaha yang perlu dilakukan untuk memperbaiki sifat-sifat tanah bagi pertumbuhan tanaman. Kajian edapologi meliputi kesuburan tanah, konservasi tanah dan air, agrohidrologi, pupuk dan pemupukan, ekologi tanah dan bioteknologi tanah. Kajian yang merangkum pedologi dan edapologi secara sekaligus meliputi pengelolaan tanah dan air, evaluasi kesesuaian lahan dan tata guna lahan, pengelolaan tanah rawa, pengelolaan sumber daya alam dan lingkungan.
Definisi tanah sebagai media tumbuh tanaman adalah Lapisan permukaan bumi yang secara fisik berfungsi sebagai tempat tumbuh-berkembangnya akar, penopang tegak-tumbuhnya tanaman dan penyuplai kebutuhan air dan udara; secara kimiawi berfungsi sebagai gudang dan penyuplai hara atau nutrisi (senyawa organic dan anorganik sederhana dan unsure-unsur esensial seperti N, P, K, Ca, Mg, S, Cu, Zn, Fe, Mn, B, Cl dan lain-lain); dan secara biologis berfungsi sebagai habitat biota (0rganisme) yang berpartisipasi aktif dalam penyediaan hara tersebut dan zat-zat aditif (pemacu tumbuh dan proteksi) bagi tanaman. Secara terintegrasi ketiganya dapat menunjang produktifitas tanah menghasilkan biomassa dan produksi tanaman (tanaman pangan, obat-obatan, industri, perkebunan dan tanaman kehutanaman).
Berdasarkan definisi tersebut maka tanah sebagai media tumbuh mempunyai empat fungsi utama yaitu sebagai:
  1. Sebagai tumbuh dan berkembangnya perakaran yaitu penyokong tegak-tumbuhnya bagian atas tanaman (trubus) dan penyerap zat-zat yang dibutuhkan tanaman.
  2. Penyedia kebutuhan primer tanaman berupa air, udara dan unsur hara yang berguna dalam proses fisiologis dan metabolism tanaman sejak awal pertumbuhan hingga proses produksi dan panen.
  3. Penyedia kebutuhan sekunder tanaman berupa zat-zat aditif yang berfungsi dalam menunjang proses fisiologis dan metabolism agar berlangsung optimum. Zat-zat aditif dapat diproduksi oleh biota tanah terutama mikroflora tanah. Zat-zat aditif tersebut dapat berupa zat-zat pemacu tumbuh (hormone, vitamin dan asam-asam organik tertentu), za-zatt antibiotik dan toksin yang berfungsi sebagai anti hama penyakit tanaman asal tanah dan enzim yang berfungsi dalam meningkatkan ketersediaan kebutuhan primer, transformasi zat-zat toksik esternal seperti pestisida dan limbah industri berbahaya (bioremidasi).
  4. Habitat biota tanah yang berdampak posiitif karena terlibat langsung maupun tidak langsung dalam penyediaan kebutuhan primer dan sekunder tanaman, maupun yang berdampak negative karena sebagai hama dan penyakit tanaman.
Mengingat pentingnya tanah sebagai media tumbuh, maka perlu di pahami komponen-komponen penyusun tanah yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan yang dalam memproduksi biomasa atau pruduksi guna memenuhi kebutuhan umat manusia.
  1. Komponen Penyusun Tanah
Tanah tersusun dari empat komponen utama, yaitu : bahan mineral, bahan organic, air dan udara. Agar pertumbuhan tanaman (non padi) baik mata tanah mineral lapisan atas, maka komposisi ideal setiap komponen sebaiknya mengandung 50% (volume) bahan padatan (bahan mineral dan 5% bahan organik), 25% air dan 25% udara.
Khusus tanah gambut yang tersebar di pulau-pulau besar Indonesia seperti: Sumatera, Kalimantan, Papua, komposisi ini sangat berbeda. Pada tanah gambut hampir 100% bahan padatan tanah terdiri dari bahan organik yang pori-porinya 100% bahkan lebih terisi oleh air, sehingga kadar air tanah gambut dapat mencapai 300 – 300%. Komponen penyusun tanah ini akan diuraikan lebih jelas pada topic-topik bahasan berikutnya.
Proporsi komponen penyususn tanah secara alamiah tergantung pada:
(1) Ukuran partikel bahan padatan, makin halus ukurannya semakin padat tanah tersebut, sehingga ruang dan total ruang porinya semakin kecil, sebaliknya jika semakin kasar,
(2) Jumlah bahan organik tanah, tanah gambut lebih besar kadar bahan organiknya dibandingkan tanah mineral, tanah mineral bervegetasi lebat mengandung bahan organic lebih besar dibandingkan tanah gundul (lahan kritis), umumnya semakin tinggi kadar bahan organik semakin besar kadar air tanah.
(3) Iklim (curah hujan dan temperature), tanah-tanah di daerah bercurah hujan rendah tetapi temperature tinggi akan mempunyai kadar air tanah lebih rendah dibandingkan dengan tanah di daerah bercurah hujan tinggi walaupun temperaturnya juga tinggi. Daerah yang pertama evapotranspirasi tinggi tetapi penambahan air melalui hujan sangat sedikit, sehingga kehilangan air tanah cukup tinggi.
  1. Tanah Sebagai Media Tumbuh
Agar tanah dapat berfungsi sebagai media tumbuh maka keempat komponen penyususn tanah (bahan mineral, bahan organic, air dan udara) harus ada di dalam tanah, semakin mendekati komosisi ideal maka semakin baik pertumbuhan tanaman, karena setiap komponen tersebut mempunyai fungsi yang berbeda dalam menunjang pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan.
Bahan mineral berfungsi sebagai sumber unsure hara bagi tumbu-tumbuhan, berasal dari pelapukan batu-batuan, biasanya berukuran pasir (50 µ – 2 mm), debu (2 – 50 µ) dan liat <2 µ) dan yang lebih besar 2 mm terdiri dari kerikil atau batu. Oleh sebab itu susunan mineral di dalam tanah berbeda-beda sesuai dengan susunan mineral dalam batuan yang melapuk. Jenis dan komposisi unsur-unsur yang terdapat dalam mineral yang berbeda akan berbeda pula, karena itu mineral tanah berfungsi sebagai sumber unsur hara esensial bagi tumbuhan. Berikut ini beberapa contoh mineral dan fungsinya sebagai sumber hara: kalsit (Ca); dolomite (Ca, Mg); Feldspar (ortoklas (K), plagioklas (Na, Ca); Mika (muskovit (K), biotit (K, Mg, Fe); Amfibole/hornblende (Ca, Mg, Fe, Na); pyroksin (Ca, Mg, Fe); olivine (Mg, Fe); leusit (K); apatit (P) dan lain-lain.
Udara tanah dibutuhkan tumbuhan karena berfungsi sebagai sumber gas, terutama gas oksigen (O2), gas nitrogen (N2) dan gas karbon dioksida (CO2).
(1) Gas O2 sebagai komponen penyususn udara tanah di butuhkan oleh sel-sel akar tumbuhan untuk respirasi dan dalam reaksi oksidasi enzimatik oleh mikroorganisme aututrofik yang menghasilkan gas CO2.
(2) Gas CO2 yang di lepas akan dimanfaatkan oleh organism fosintetik (mikro organisme dan tumbuhan).
(3) Gas N2 akan di manfaatkan oleh mikroorganisme fiksasi N2 udara baik cara bersimbiosis dengan tumbuhan tingkat tinggi maupun tanpa.
Selain gas O2, CO2 dan N2 di dalam udara tanah juga terdapat gas NH3, H2, NO2 dan lain-lain yang dihasilkan selama proses dekomposisi bahan organik oleh mikroorganisme atau yang berasal dari sisa pestisida dan limbah industri. Gas-gas tersebut dapat menghambat pertumbuhan tanaman bahkan besifat meracun pada konsentrasi tertentu. Perubahan komposisi gas-gas penyususn udara tanah sangat ditentukan oleh sirkulasi udara (aerasi) tanah.
Aktivitas mikroorganisme dalam mendekomposisi bahan organik sangat dipengaruhi oleh komposisi gas dalam udara terutama O2, karena O2 di butuhkan dalam proses respirasi oleh mikroorganisme aerob. Dengan demikian udara tanah berpengaruh secara langsung maupun tidak langsung terhadap penyediaan hara bagi tanaman.
Air terdapat dalam tanah karena diserap oleh masa tanah atau tertahan dalam pori-pori tanah, karena drainase buruk atau tertahan oleh lapisan kedap air.
Air dibutuhkan tumbuhan karena berfungsi sebagai:
(1) Sebagai sumber unsur hara terutama unsur H dan O, H2O bersama CO2 dibutuhkan dalam pembentukan karbohidrat dan gula dalam proses fotosintesis.
(2) Sebagai pelarut unsur hara dan transportasi unsur hara ke akar tanaman dan keseluruh jaringan tanaman.
(3) Sebagai bagian dari sel tanaman yaitu bagian dari protoplasma.
Mengingat pentingnya fungsi tanah dalam penyediaan kebutuhan manusia berupa bahan pangan, sandang dan papan maupun kebutuhan makluk hidup lainnya manuntut konsekuensi bahwa seorang ahli tanah tidak saja dituntut untuk berpengetahuan tentang : (1) tanah sebagai tempat tumbuh dan penyedia kebutuhan tanaman, tetapi juga harus memahami, (2) fungsi tanah sebagai pelindung tanaman dari pencemaran oleh bahan beracun/limbah industri berbahaya dan dari serangan hama dan penyakit asal tanah, serta harus memahami (3) konservasi tanah dan air agar funfsi tanah sebagai media tumbuh dapat dipertahankan atau ditingkatkan secara berkelanjutan.
II. PROSES PEMBENTUKAN DAN PERKEMBANGAN TANAH
A. Proses Pelapukan Batuan dan Mineral
Tanah dapat berasal dari batuan keras (batuan beku, batuan sedimen tua, batuan metamorfosa) atau dari bahan-bahan yang lebih lunak dan lepas seperti abu volkan, bahan endapan baru dan lain-lain yang melapuk melalui proses pelapukan di permukaannya, sehingga batuan yang keras hancur menjadi partikel-partikel yang berubah menjadi bahan yang lunak (regolit) yang disebut bahan induk tanah. Regolit mempunyai ketebalan dan kedalaman yang bervareasi, tergantung intensitas dan eksistensitas proses pelapukan yang terjadi.
Regolit selanjutnya melalui proses pembentukan tanah berubah menjadi tanah. Jadi proses pembentukan tanah merupakan serangkaian proses yang merubah bahan induk menjadi tanah, masing-masing proses tidak berdiri sendiri-sendiri dan dikuasai oleh factor lingkungan yang sejenis. Untuk memudahkan cara menguraikannya, pembentukan tanah di bedakan atas proses pelapukan dan proses perkembangan tanah.
Proses pelapukan meliputi segala proses yang merubah bentuk, ukuran dan/atau konsistensi suatu bahan (batuan), atau dikatakan sebagai proses yang merubah batuan (bahan) dasar menjadi bahan induk tanah (suatu tubuh yang isotrop). Proses perkembangan tanah merubah bahan induk tanah menjadi tanah (suatu tubuh yang anisotrop).
Batuan dasar ———————— Bahan Induk ——————————— Tanah pelapukan pedogenesa
Proses pelapukan sangat dipengaruhi oleh iklim dan jenis batuan. Jenis dan komposisi mineral/senyawa kimia penyususn batuan yang dapat mempengaruhi kecepatan proses pelapukan batuan.
(1) Batuan sedimen biasanya melapuk lebih lambat dibandingkan batuan beku maupun metamorfosa dan batu pasir lebih resisten dibandingkan batu kapur;
(2) Batuan dengan komposisi mineralnya lebih kompleks melapuk lebih cepat dibandingkan batuan yang lebih miskin kandungan mineralnya, karena setiap mineral yang mendapat pengaruh pemanasan atau pendinginan akibat perubahan iklim akan memuai dan menuciut pada saat yang berbeda, semakin kompleks komposisi mineral penyusunnya akan semakin vareatif pula pori antarmolekul yang terbentuk sehingga semakin tidak rata permukaan dan semakin besar jumlah air yang meresap masuk, sehingga semakin mudah mengalami proses pelapukan;
(3) Batuan basa lebih cepat lapuk dibandingkan batuan asam, karena batuan basa lebih banyak mengandung senyawa lain (mudah lapuk) dibandingkan senyawa silikat (lambat lapuk). Urutan batuan dari yang paling mudah lapuk hingga paling sulit lapuk sebagai berikut: batuan basalt > gneiss > granit > hornblende > andesit.
Agensia yang melakukan pelapukan adalah air, es, angin, ayunan suhu, perubahan air menjadi es dan tumbuh-tumbuhan.
Proses pelapukan dibedakan menjadi 3 macam, yaitu: pelapukan secara fisik (desintegrasi), pelapukan secara biologic-mekanik dan pelapukan secara kimia (dekomposis). Pada proses desintegrasi terjadi perubahan sifat fisik bahan yang terlapuk, sedang pada proses dekomposisi terjadi perubahan sifat kimianya. Proses desintegrasi dan dekomposisi saling bekerja sama dan sulit membedakan apakah suatu bahan induk hanya sebagai hasil proses desintegrasi saja atau dekomposisi saja.
a. Pelapukan Secara Fisik
Pelapukan secara fisik yang terpenting adalah akibat naik turunnya suhu dan perbedaan kemampuan memuai (mengembang) dan mengerut masing-masing mineral. Batuan disusun oleh berbagai macam mineral, bagian luar batuan lebih dahulu mengalami pemanasan oleh sinar matahari dan lebih dahulu dingin karena kehilangan panas pada malam hari, akibatnya mineral yang berbeda akan memuai dan mengkerut pada waktu yang tidak sama sehingga menyebabkan batuan menjadi rapuh dan mudah hancur. Air yang terdapat dalam pori-pori batuan pada saat suhu turun hingga ≤ 0 oC volume air meningkat karena membeku menjadi es. Peningkatan volume air tersebut mampu mendesak mineral-mineral penyusun batuan yang menyebabkan batuan hancur. Batuan yang saling bertumbuhan selama pengangkutan oleh aliran air/es akan terpecah-pecah menajdi partikel yang lebih kecil. Batuan yang hancur menjadi partikel-partikel kecil secara fisik ini mempunyai sifat kimia yang sama dengan batuan aslinya.
b. Pelapukan Secara Biologik-mekanik
Proses pelapukan biologik-mekanik disebabkan oleh makluk hidup atau hayati. Proses ini timbul karena kegiatan makluk hidup termasuk hewan dan tumbuh-tumbuhan, baik tingkat rendah maupun tingkat tinggi, serta manusia. Sebagai contoh, batuan yang telah rapuh akan merekah sehingga akar tanaman dapat masuk batuan melalui rekahan tersebut. Akar yang terdapat dalam batuan tumbuh dan berkembang menjadi besar sehingga dapat menghancurkan batuan, karena pada sel-sel akar yang berkembang menimbulkan kekuatan lebih dari 10 atmosfer. Dengan demikian batuan dapat hancur bila di dalamnya tumbuh dan berkembang akar.
c. Pelapukan Secara Kimia
Pelapukan kimia terjadi bersamaan dengan pelapukan fisik dan biologic-mekanik yang menyebabkan terjadinya perubahan komposisi mineral dan komposisi kimia partikel-partikel atau mineral. Perubahan komposisi mineral atau komposisi kimia terjadi karena kehilangan sebagian mineral atau unsur penyususnnya, yang selanjutnya membentuk mineral baru (sekunder). Mineral baru yang terbentuk dapat berupa mineral yang telah mengalami desintegrasi atau karena terjadinya reaksi antara unsure-unsur terlarut membentuk senyawa (mineral) baru. Preses reaksi yang terlibat dalam pelapukan secara kimia meliputi: hidrasi dan dehidrasi, oksidasi dan reduksi, hidrolisis dan pelarutan (solution).
Hidrasi dan dehidrasi: Hidrasi (hidration) adalah reaksi kimia dimana molekul air terikat pada permukaan senyawa-senyawa, mineral atau batuan, sedangkan dehidrasi adalah hilangnya molekul air dari senyawa-senyawa, mineral atau batuan tersebut. Pelapisan permukaan oleh molekul air menyebabkan mineral atau senyawa berubah menjadi mineral atau senyawa baru dan melepaskan energi pengikatnya. Contoh reaksi hidrasi yang mengubah hematite (merah) menjadi limonit (kuning)
clip_image0052Fe2O3 + 3 H2O 2 Fe2O3.3H2O atau 4 Fe(OH)3 (hidrasi) hematite (merah) limonit (coklat/kuning)
clip_image005[1]CaSO4. 2H2O CaSO4 + 2H2O (dehidrasi)
Hidrasi menyebabkan mineral menjadi lunak dan meningkat daya larutnya, disamping itu hidrasi dan dehidrasi menyebabkan perubahan volume, bentuk dan kisi kristal sehingga mempercepat proses desintegrasi.
Oksidasi: Okasidasi adalah suatu proses di mana electron-elektron atau muatan listrik negative berkurang. Oksidasi berjalan lebih baik pada kondisi oksidatif (ada O2), pada kondisi tidak tergenag tersedia cukup banyak O2 karena udara mengandung 23,12% oksigen. Contoh reaksi oksidasi adalah
clip_image0064FeO + O2 2Fe2O3 (oksidasi) limonit hematite menyebabkan tanah berwarna merah
Batuan yang mengandung mineral-mineral yang tersusun oleh senyawa-senyawa besi (Fe) dan mangan (Mn) akan teroksidasi, contoh mineral mengandung besi fero adalah biotit, glaukonit, hornblende, piroksin, dan lain-lain. Perubahan ukuran dan muatan fero (Fe++) yang lebih besar ke feri (Fe+++) yang lebih kecil menyebabkan mineral hancur.
clip_image007Reduksi: adalah kebalikan oksidasi. Reduksi dan oksidasi dapat berlangsung saling berkaitan satu sama lain, senyawa yang melepaskan (pemberi/donor) electron mengalami oksidasi dan yang menerima (akseptor) elektron mengalami reduksi. Di tempat-tempat berdrainase buruk seperti lahan rawa atau gambut (tidak ada O2) bakteri pengoksidasi bahan organik memperoleh O2 dari oksida atau hidroksida besi feri. Pada kondisi ini feri berubah menjadi fero, sulfat menjadi sulfida, nitrat menjadi nirit atau NH3 bahkan lebih terduksi lagi menjadi N2 (denitrifakasi), Pada kondisi tereduksi kuat warna tanah jadi kelabu atau pucat, karena besi fero dan mangan sangat mobil sehingga mudah tercuci, warna tanah terduksi lebih muda dari tanak teroksidasi. Bila tidak tercuci fero bereaksi dengan sulfur membentuk fero sulfida atau senyawa lain yang berwarna hijau-kebiruan yaitu senyawa khas pada tanah-tanah tereduksi. Contoh reaksi reduksi: Fe+++ + e Fe++ (reduksi)
Hidrolisis: Hidrolisis terjadi karena adanya penggantian kation-kation (K, Na, Mg dan Ca) dalam struktur kristal mineral oleh ion hidrogen (H+) yang berasal dari hasil ionisasi air (H2O menjadi H+ dan OH), sehingga struktur Kristal rusak dan hancur. Proses hidrolisis menghasilkan asam aluminosilikat dan kation-kation basa. Biasanya asan alumino silikat tidak stabil dan segera bereaksi membentuk mineral baru (kaolinit).
clip_image0082KAlSi3O8 + 3HOH HAlSiO8 + K+ feldspar (kaolinit)
Hidrolisis dipercepat dengan adanya asam-asam organic, karena menambah ion H+ yang ikut bereaksi. Suhu tinggi mendorong hidrolisa intensif, sedang dalam iklim sejuk proses hidrolisis relative lemah Hidrolisis merupakan pelapukan kimia yang berperan paling penting dalam pelapukan batuan atau mineral, karena terjadi penghancuran sempurna atau modifikasi drastis terhadap mineral-mineral mudah lapuk.
Pelarutan (Solution): Pelarutan terjadi pada garam-garam sederhana seperti karbonat, klorida dan lain-lain.
clip_image009CaCO3 + 2H2O H2CO3 + Ca++
B. Profil dan Solum Tanah
Irisan tanah secara vertikal dari lapisan atas hingga batuan induk tanah disebut profil tanah. Bila kita amati irisan vertikal tersebut terlihat adanya perbedaan sifat-sifat fisika, kimia dan biologi, sehingga tanah secara vertical tersusun oleh lapisan-lapisan (horison-horison), dimana setiap horison mempunyai sifat-sifat fisika, kimia dan biologi yang berbeda. Secara berurutan dari atas hingga lapisan paling bawah maka horison-horison penyusun profil tanah adalah O-A-(E-B)-C-R (Gambar 2.1). Solum tanah disusun oleh horison A-(E-B), horison O dan A disebut tanah lapisan atas (top soil) dan horison E-B disebut tanah lapisan bawah (sub soil).
Gambar 2.1. Sketsa profil dan solum tanah
Horison tanah terbentuk karena bekerjanya faktor lingkungan pada (1) batuan induk tanah dan merubahnya menjadi bahan induk tanah, di lapisan permukaan terjadi pencampuran bahan mineral dengan bahan organic, pembentukan struktur tanah, pemindahan bahan dari bagian atas ke bagian bawah dan berbagai proses lain yang menghasilkan horison-horison tanah, maupun (2) bahan-bahan eksternal berupa bahan endapan yang berasal dari letusan gunung dan oleh aliran air (berupa bahan kasar seperti kerikil dan pasir atau bahan halus seperti debu dan liat) serta bahan organik yang berasal dari organisme yang masih hidup dan telah mati.
Bagian top soil yang biasanya mempunyai ketebalan 30 cm, adalah lapisan yang sangat penting bagi pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman, karena perkembangan akar tidak hanya dipengaruhi oleh faktor dalam (hereditas) tetapi juga oleh factor luar (lingkungan). Faktor-faktor lingkungan yang mempengaruhi system perakaran antara lain adalah kelembaban tanah, suhu tanah, kesuburan tanah, pH tanah, aerasi tanah, hambatan mekanik (kepadatan) tanah, kompetisi dan interaksi perakaran, bahan organic, aktivitas mikroorganisme dan lai-lain yang kesemuanya itu lebih terkonsentrasi pada bagian top soil. Pertumbuhan dan perkembangan akar tanaman akan sangat berpengaruh pada pertumbuhan bagian atas tanaman yang selanjutnya akan menentukan besarnya produksi yang dapai dicapai oleh suatu tanaman.
Pengamatan terhadap profil tanah memberikan gambaran tentang:
(1) Kedalaman solum tanah dan potensi penetrasi dan penyebaran akar, sehingga dapat memberikan gambaran terhadap kemampuannya menupang bagian trubus tanaman. Semakin dalam solum tanah semakin dalam penetrasi akar sehingga semakin besar kemampuannya menopang bagian trubus tanaman, sebaliknya semakin rendah sehingga tanaman relative mudah tumbang.
(2) Umur tanah atau proses peses pembentukan tanah yang telah terjadi, semakin lengkap jumlah horison dalam suatu profil tanah berarti semakin tua umur tanah. Keberadaan horison dapat saja menjadi kabur bahkan hilang terutama horison O dan A, karena mengalami erosi, tanah-tanah yang tererosi kuat bisa saja meninggalkan horison B (munculnya sub soil) dipermukaan. Sebaliknya tanah-tanah hutan terutama hutan primer sering mempunyai horison lengkap bahkan mempunyai horison O.
(3) Sifat-sifat fisika, kimia dan biologi tanah, tanah yang kaya bahan organik biasanya berwarna gelap, menyerap panas dan air lebih besar, gambur, kaya unsur hara dan kaya mikroorganisme tanah. Sebaliknya tanah yang miskin bahan organic biasanya berwarna terang, menyerap panas dan air lebih rendah, umumnya padat, miskin hara dan mikroorganisme serta mudah tererosi.
C. Pedon dan Polipedon
Tanah dalam tiga dimensi sebagai satuan individu terkecil yang mempunyai pesamaan dalam hal sifa-sifat profil tanah seperti jenis dan susunan horison, kedalaman solum tanah, kandungan bahan organik, liat dan kandungan air dan lai-lain disebut pedon. Pedon mempunyai ukuran 1 – 10 m2 sehingga cukup luas untuk mempelajari sifat-sifat fisik, kimia dan biologi serta susunan horison tanah yang ada, namun tidak dapat dijadikan sebagai satuan dasar untuk pengelompokan tanah di lapang. Oleh karena kenyataan dilapang kadang-kadang ditemukan tanah-tanah yang sangat berbeda sifat-sifatnya satu sama lain dalam jarak beberapa meter saja, tetapi di tempat lain ditemukan perbedaan antara satu tempat yang cukup luas dengan tempat lain bahkan antara daerah satu dengan daerah lain.
Oleh karena itu dasar pengelompokan tanah di lapang dipergunakan polIpedon yaitu kumpulan pedon-pedon yang mempunyai sifat-sifat yang sama. Pengelompokan ini mendekati pengelompokan ke dalam seri tanah seperti yang di lakukan di Amerika Serikat. Tanah-tanah yang termasuk dalam satu satuan poly pedon mempunyai sifat-sifat yang dimiliki oleh suatu seri tanah tertentu.
D. Proses Pembentukan Tanah
Secara umum tanah dikelompokkan menjadi dua yaitu:
(1) Tanah endodinamomorf, yaitu tanah yang mempunyai sifat-sifat terutama sifat kimia identik dengan sifat kimia bahan induknya, atau terbentuk dari bahan induk residual. Sebagai contoh tanah yang termasuk endodinamomorf adalah:
(a) Litosol, yang terdapat di Orissa India, berwarna kuning dan terbentuk dari bahan induk asal kompleks granit, gneiss dan schist.
(b) Andosol, yang terdapat di dataran tinggi Indonesia dan Filipina
(c) Gromosol, yang terdapat di pulau Jawa, dan
(d) Organosol (tanah gambut) di kawasan rawa pantai timur Sumatera (Sumatera Selatan, Jambi dan Riau), Kalimantan dan Papua.
(2) Tanah ektodinamomorf, yaitu tanah yang mempunyai sifat-sifat tidak identik dengan sifat-sifat bahan induknya. Contoh tanah Aluvial terletak di pinggir aliran sungai.
Kedua kelompok tanah tersebut baik pembentukan maupun perkembangannya (differensiasi horison) dipengaruhi oleh banyak factor, tetapi hanya 5 faktor yang dianggap paling penting bekerja secara integral dan kontiniu melalui mekanisme baik fisik, kimia maupun biologi. Hubungan ke lima factor pembentuk tanah tersebut dengan sifat-sifat tanah yang terbentuk diformulasikan oleh Jenny (dalam Darmawijaya, 1990) sebagai berikut:
S = f(I, o, b, t, w), dimana S = sifat-sifat tanah (kadar liat, pH dan lain-lain), i = iklim, o = organisme, b = bahan induk, t = topografi, dan w = waktu.
Iklim
Iklim merupakan faktor yang amat penting dalam proses pembentukan tanah terutama suhu dan curah hujan. Suhu dan curah hujan sangat berpengaruh terhadap intensitas pelapukan (reaksi) fisika dan kimia dalam tanah. Setiap suhu naik 10 oC maka kecepan reaksi naik dua kali lipat, begitu juga reaksi yang dipengaruhi mikroorganisme di pengaruhi suhu tanah.
Suhu dan curah hujan tinggi di daerah tropika mempercepat reaksi kimia sehingga proses pelapukan dan pencucian berjalan lebih cepat. Akibatnya banyak ditemui tanah-tanah berpelapukan lanjut (kadar hara rendah dan bereaksi masam) seperti di Indonesia.
Daerah dengan iklim kering sperti Indonesia bagian timur pencucian tidak berjalan intensif sehingga tanahnya masam dan lebih tinggi kadar basa-basanya.
Organisme
Organisme berpengaruh cukup besar dalam proses pembentukan tanah, seperti akumulasi bahan organic, siklus unsure hara, dan pembentukan struktur tanah yang stabil. Disamping itu N2 udara dapat masuk kedalam tanah melalui fiksasi nitrogen oleh mikroorganisme fikasasi N secara simbiotik atau nonsimbiotik. Vegetasi yang tumbuh diatas permukaan tanah dapat mencegah terjadinya erosi, sehingga mengurangi kehilangan tanah.
Keadaan dan jenis vegetasi diatas tanah mempengaruhi jumlah bahan organik dan warna tanah. Tanah hutan berwarna merah hitam, dan dibawah vegetasi rumpur menyebabkan tanah berwarna hitam karena sumbangan bahan organic secara terus-menerus melalui akar rambut yang mati.
Kandungan unsur kimia yang terdapat pada tanaman juga sangat berpengaruh terhadap sifat tanah, sebagai contoh tanaman dari jenis berdaun lebar menyumbangkan kation basa Ca, Mg dan K lebih besar dibandingkan dari jenis berdaun jarum (cemara), sehingga tanah di bawah vegetasi pinus lebih masam dan pencucian lebih intensif dibanding tanah di bawah pohon jati dan lain-lain.
Bahan Induk
Sifat bahan induk masih terlihat dalam sifat-sifat tanah yang terbentuk bahkan pada tanah tua sekalipun (terlapuk lanjut), sebagai contoh tanah-tanah bertekstur pasir biasanya terbentuk dari bahan induk berkadar pasir tinggi, demikian juga susunan kimia dan mineral bahan induk. Susunan kimia dan kandungan mineral bahan induk mempengaruhi intensitas pelapukan dan vegetasi alami yang tumbuh diatasnya, contoh tanah yang berasal dari batuan kapur di daerah humid ditumbuhi oleh tanaman yang kaya kation basa sehingga hasil dekomposisi serasah akan menyumbangkan basa-basa sehingga menghambat proses pemasaman tanah.
Jenis batuan sebagai sumber bahan induk tanah dapat dibedakan sebagai berikut:
(1) Batuan Beku
Batuan beku terbentuk karena pembekuan magma, batuan beku dapat dibedakan menjadi: (a) batuan beku luar terbentuk karena magma membeku di permukaan bumi (batuan volkanik), (b) batuan beku gang yaitu terbentuk karena magma membeku di antara sarang magma dan permukaan bumi, dan (c) batuan beku dalam yaitu terbentuk karena magma membeku di dalam bumi.
Berdasarkan atas kandungan SiO2 dalam batuan, maka batuan beku dapat dibedakan menjadi batuan beku bersifat masam, intermedier dan alkalis.
Batuan induk masam menghasilkan tanah yang masam pula, sedangkan batuan induk alkalis umumnya menghasilkan tanah-tanah alkalis, tetapi bila mengalami pencucian lanjut karena curah hujan tinggi dapat pula membentuk tanah masam karena terjadi pencucian basa-basa secara intensif.
Bahan volkan adalah abu volkan yaitu bahan volkanik yang di hembuskan saat gunung berapi meletus. Berdasarkan tipe bahan yang keluar maka abu volkan dibedakan sebagai tipe vitrik yaitu yang banyak mengandung gelas volkan yang amorf dan tipe litik yaitu yang banyak mengandung fragmen batuan. Tanah yang terbentuk dari abu volkan umumnya tanah-tanah subur seperti tanah Andosol (Andept).
(2) Batuan sedimen
(a) Batuan endapan tua: terdiri dari bahan-bahan endapan (umumnya endapan laut) yang telah diendapkan jutaan tahun lalu hingga membentuk batuan keras. Contoh batuan endapan tua adalah: batu gamping yaitu endapan laut, banyak mengandung karang laut sebagai senyawa CaCO3 (kalsit) dan CaMgCO3 (dolomite). Batuan pasir biasanya banyak mengandung pasir kuarsa (SiO2) dan batuan liat berasal dari endapan liat yang tinggi bersifat masam.
(b) Bahan endapan baru yang belum menjadi batu yaitu: di endapkan oleh air biasanya di aderah banjir, di endapkan oleh angin missal pasir pantai, loess dan lain-lain.
(3) Batuan metamorfose
Batuan metamorphose dapat berasal dari batuan beku atau batuan sedimen yang mengalami tekanan dan suhu sangat tinggi sehingga berubah menjadi batuan lbaru. Umumnya bertekstur lembar (poliated tekstur) akibat rekristalisasi dari beberapa mineral dan orientasi mineral menjadi parallel sehingga terbentuk lembar-lembar halus disebut schist atau lembar kasar disebut gneiss. Batuan metamorphose tidak menunjukkan poliated tekstur tersebut misalnya kwarsit dari batu pasir dan marmer dari batu pasir karbonat.
(4) Bahan induk organik
Daerah hutan rawa yang selalu tergenang air, proses penguraian bahan organik berjalan lebih lambat daripada proses penimbunan, akibatnya terjadi akumulasi bahan organik sehingga terbentuk tanah organik/gambut yang banyak di temukan di pantai timur Sumatera, pantai timur, selatan dan barat Kalimantan dan pantai selatan Papua.
Di Jawa dan beberapa tempat di luar pulau Jawa banyak di temukan tanah-tanah berkembang dari bahan-bahan volkanik yang kaya mineral mudah lapuk dan kaya unsure hara (K, Ca, Mg dan lain-lain) yang terdapat disekitar gunung berapi. Dilain pihak terutama di luar pulau Jawa juga ditemukan tanah-tanah berasal dari bahan induk batuan endapan laut yang sangat tua misalnya batuan liat (diendapkan pada zaman tertier) yang menghasilkan tanah masam dan miskin unsure hara.
Topografi (Relief)
Relief adalah perbedaan tinggi atau bentuk wilayah suatu daerah termasuk di dalamnya perbedaan kecuraman dan bentuk lereng. Relief berpengaruh terhadap pembentukan tanah karena: (1) mempengaruhi jumlah air hujan yang ditahan masa tanah atau meresap ke dalam tanah, (2) mempengaruhi dalam air tanah, (3) mempengaruhi besar erosi dan daya angkut material yang terlarut atau tersuspensi di dalam air yang mengalir.
Relief suatu wilayah dapat menghambat atau mempercepat pengaruh iklim, daerah datar atau cekung di mana air tidak mudah hilang dari tanah atau genangan pengaruhnya berkurang dan terbentuk tanah berwarna kelabu atau banyak mengandung karatan. Daerah bergelombang yang mempunyai drainase baik pengaruh iklim |(curah hujan dan suhu) lebih jelas dan pelapukan serta pencucian lebih intensif. Di daerah lereng curam kadang-kadang terjadi erosi permukaan terus-menerus sehingga tanahnya dangkal, sebaliknya pada lembah lereng tersebut sering ditemukan tanah dengan profil dalam akibat penimbunan bahan-bahan dari daerah atas.
Sifat tanah yang berhubungan dengan relief antara lain tebal solum, tebal dan kandungan bahan organic horison A, kandungan air tanah (relative wetness) warna tanah, tingkat perkembangan horison, reaksi tanah (pH), kejenuhan basa, kandungan garam mudah larut dan lain-lain.
Wkatu
Tanah semakin tua dan miskin hara akibat pelapukan dan pencucian, karena itu tanah bersifat dinamis. Proses pelapukan terus berjalan menyebabkan mineral mudah lapuk yang kaya unsur hara habis sehingga tinggal mineral-mineral tahan lapuk seperti kuarsa yang miskin unsure hara.
Perkembangan Tanah
Semakin tua tanah profil tanah semakin berkembang. Perubahan bahan induk tanah akibat proses pembentukan tanah yang terus berjalan: bahan induk menjadi tanah muda (immature atau young soil), tanah dewasa (mature soil) dan tanah tua (old soil) (Gambar 2.2.).
Gambar 2.2. Tingkat perkembangan tanah
Tanah muda: Proses pembentukan tanah pada tingkat ini terutama proses pelapukan bahan organik dan mineral, pencampuran bahan organic dan bahan mineral di permukaan tanah dan pembentukan struktur tanah karena bahan organic yang menghasilkan horison A dari horison C. Sifat tanah masih didominasi oleh sifat-sifat bahan induknya, yang termasuk tanah muda adalah jenis tanah Entisol (Aluvial, Regosol).
Tanah Dewasa: Proses pembentukan tanah lebih lanjut dari tanah muda dan dapat berubah jadi tanah dewasa dengan terbentuknya horison B. Pada tingkat ini tanah mempunyai produktivitas tinggi, karena cukup tersedia unsure hara hasil pelapukan mineral dan belum mengalami pencucian hebat, yang termasuk kelompok ini antara lain Inseptisol (Latosol Coklat, Andosol dan lain-lain) Vertisol, Molisol dan lain-lain.
Tanah Tua: Proses pembentukan tanah terus berjalan seiring dengan bertambahnya waktu, menyebabkan perubahan yang nyata pada horison A dan B membentuk horison A1, A2, A3, B1, B2, B3 dan lain-lain. Proses pelapukan mineral dan pencucian basa terus meningkat meninggalkan mineral tahan lapuk yang miskin unsure hara dalam tanah sehingga tanah menjadi masam dan tidak subur, yang termasuk tanah tua antara lain Ultisol (PMK, dan Oxisol (latosol atau laterit).
Waktu yang dibutuhkan untuk pembentukan tanah berbeda-beda tergantung pada jenis batuan. Tanah yang berkembang dari batuan keras butuh waktu lebih lama dibandingkan tanah yang berasal dari bahan induk lunak dan lepas. Sebagai contoh bahan induk dari abu volkan gunung api biasanya butuh waktu 100 tahun untuk terbentuknya tanah muda, 1.000 – 10.000 tahun untuk tanah dewasa (contoh tanah spodosol di Alaska yang berkembang dari bahan induk pasir 1.000 tahun) dan tanah Molisol di Amerika Serikat yang berkembang dari bahan induk berlempung lepas butuh waktu 10.000 tahun). Tanah yang berasal dari abu gunung Krakatau yang meletus tahun 1883, membentuk horison A setebal 25 cm selama 100 tahun (1883-1983), terutama pada tempat tidak terjadi erosi, ditempat terjadi erosi ketebalannya hanya 5 cm atau kurang.
Erosi dan kekeringan dapat menghambat perkembangan tanah, karena dalam periode waktu yang sama tanah disuatu tempat mungkin telah berkembang tetapi di tempat lain belum karena iklim kering atau tererosi terus-menerus. Oleh karena itu tua mudanya tanah tidak dapat dinyatakan dari segi umur saja, tetapi juga didasarkan pada tingkat perkembangan horison-horison tanah. Pembentukan tanah dapat berjalan agak cepat pada awalnya, tetapi selanjutnya lambat.
Perkembangan tanah, terjadinya perkembangan tanah akibat berbagai proses yang terjadi padanya, adapun proses-proses yang bterjadi secara garis besar ada 4 yaitu (1) Penambahan bahan dari tempat lain, (2) kehilangan bahan-bahan yang ada di tanah tersebut, (3) perubahan bentuk (transformasi), dan (4) pemindahan dalam solum tanah.
Pemindahan bahan-bahan dari tempat lain ke tanah misalnya: penambahan air hujan, embun dan lain-lain, penambahan O2 dan CO2 dari atmosfir dan penambahan N, Cl dan S dari atmosfir dan air hujan, penambahan bahan organic, bahan endapan dan energi dari matahari.
Kehilangan bahan-bahan yang ada di tanah misalnya: kehilangan air melalui penguapan (evapotranspirasi), kehilangan N melalui denitrifikasi dan C-organik dalam bentuk CO2 saat proses dekomposisi bahan organic, kehilangan materal tanah karena erosi dan kehilangan energy karena radiasi.
Transformasi misalnya: perubahan bahan organic kasar menjadi humus, pasir jadi liat, pembentukan struktur tanah, pelapukan mineral dan pembentukan mineral liat dan konkresi.
Pemindahan dalam solum misalnya: pemindahan liat, bahan organic, Fe dan Al dari lapisan atas ke lapisan bawah, pemindahan unsure hara dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui siklus unsure hara, pemindahan tanah lapisan bawah ke atas atau sebaliknya melalui kegiatan hewan seperti tikus, rayap, cacing dan sebagainya, pemindahan garam-garam dari lapisan bawah ke lapisan atas melalui air kapiler.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar