MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Senin, 19 September 2011

Penanganan Pasca Panen Padi

1
PENANGANAN PASCA PANEN PADI HIBRIDA1)

    A. Pendahuluan.
Padi merupakan tanaman yang menghasilkan beras yang merupakan bahan makanan pokok bagi sebagian besar penduduk Indonesia. Meskipun beras dapat digantikan/disubstitusi oleh bahan makanan lain, namun beras memiliki nilai tersendiri bagi orang yang sudah terbiasa makan nasi dan tidak mudah dapat digantikan oleh bahan makanan lainnya. Meningkatnya jumlah penduduk setiap tahun mengakibatkan bertambahnya lahan pemukiman yang konsekuensinya mengurangi lahan pertanian dan persawahan. Hal ini menyebabkan ketidak seimbangan hasil dengan kebutuhan masyarakat. Keadaan pangan suatu negara dapat menjadi tidak stabil bila antara kebutuhan dan ketersediaan tidak seimbang. Hal ini mendorong pemerintah dan petani untuk terus meningkatkan produksi padi. Perkembangan ilmu dan teknologi yang pesat memungkinkan meningkatnya produksi baik kualitas maupun kuantitas dan dapat mengatasi keterbatasan lahan. Dengan berbagai hasil penelitian genetika, didapatkan padi-padi hibrida yang dapat meningkatkan produktivitas 10-15 % lebih tinggi dibanding jenis padi biasa. Meskipun perbaikan benih telah dilakukan, ada satu permasalahan nasional dalam hal produksi padi di Indonesia. Yaitu tingginya angka kehilangan hasil pada tahapan panen dan pasca panen padi. Data dari hasil pengukuran tingkat kehilangan hasil panen dan pasca panen padi oleh Biro Pusat Statistik (BPS) yang dilaksanakan 1995/1996 terhadap komoditi padi masih tinggi yaitu 20,51%. Tingkat kehilangan hasil tersebut terutama terjadi pada saat perontokan sebesar 4,78 % dan pengeringan sebesar 2,13%. Hasil penelitian Litbang pengukuran yang telah dilaksanakan dalam kurun waktu 2004 – 2006 menunjukkan bahwa tingkat kehilangan pasca panen padi antara 10,39 % hingga 15,26 %. Beberapa hasil survei bahkan menunjukkan bahwa angka kehilangan pasca panen tersebut berkisar antara 7,31 – 11,65 % di berbagai daerah (www. agribisnis.deptan.go.id)
Tingginya kehilangan hasil ini disebabkan antara lain karena penanganan panen dan pasca panen hasil pertanian masih banyak ditangani secara tradisional dan relatif tertinggal jika dibandingkan kegiatan pra panen, hal ini antara lain ditandai dengan rendahnya penerapan sarana dan teknologi panen/pasca panen serta pengelolaan hasil panen yang belum optimal. Disamping itu waktu panen yang kurang tepat, terbatasnya peralatan pendukung, belum optimalnya pemanfaatan peralatan mesin pasca panen yang tersedia pada masyarakat tani, penempatan dan pengalokasian peralatan mesin pasca panen yang kurang tepat serta kemampuan dan pengetahuan petani dalam penanganan panen dan pasca panen masih terbatas juga merupakan faktor-faktor yang mempengaruhi tingginya tingkat kehilangan hasil padi serta rendahnya mutu gabah petani.
         B. Panen dan Penanganan Pasca Panen Padi
1. Pemanenan Padi
Pengertian panen adalah kegiatan yang disengaja untuk memisahkan bahan makanan dengan atau tanpa bagian yang tidak dapat dimakan dari media pertumbuhannya. Usaha penyediaan pangan sebenarnya tidak boleh berhenti pada tahap pra panen saja, melainkan harus diikuti dengan kegiatan pasca panen. pasca panen hasil pertanian adalah suatu tahapan kegiatan yang dimulai sejak pemunguutan hasil pertanian yang meliputi hasil tanaman pangan, perkebunan, peternakan dan perikanan sampai siap dipasarkan. Waktu panen yang benar, segera setelah tanaman mencapai kematangan fisiologis, dapat meningkatkan hasil panen 5-15%. Pada kondisi cuaca dan pertumbuhan yang normal, telah diamati bahwa hasil maksimum didapatkan jika tanaman dipanen antara 25-35 hari setelah tanaman berbunga (kadar air 0-26%) Waktu panen yang terlambat pada varietas padi yang mudah rontok, akan menurunkan produksi. Sedangkan panen yang terlalu awal menyebabkan mutu padi kurang baik. Tanda-tanda yang telah diketahui oleh petani untuk memanen padi yang telah masak ialah:
 Padi sudah menguning, demikian pula dengan daun benderanya
 Tangkai sudah kelihatan menunduk
 Gabah sudah berisi beras dan keras
Pemanenan padi harus dilakukan pada saat yang tepat. Panen yang terlalu cepat dapat menyebabkan kualitas butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir gabah menjadi rendah, yaitu banyak butir hijau atau butir berkapur. Bila hal ini terjadi, nantinya akan diperoleh beras yang mudah hancur saat digiling. Sebaliknya, panen yang terlambat dapat menurunkan produksi karena banyak butir gabah yang sudah dimakan burung atau tikus. Pemanenan dapat dilakukan secara manual atau secara mekanis, yang secara manual biasanya dengan menggunakan ani-ani, sabit, dan sabit bergerigi dan yang secara mekanis telah banyak yang menggunakan mesin pemanen (Binder atau Combine Harvesting)
2. Perontokan Padi
Setelah panen, gabah harus segera dirontokkan dari malainya. Tempat perontokan dapat langsung dilakukan di lahan atau di halaman rumah setelah diangkut kerumah. Perontokan dapat dilakukan dengan perontok bermesin ataupun dengan tenaga manusia. Bila menggunakan mesin, perontokan dilakukan dengan menyentuhkan malai padi ke gerigi alat yang berputar. Sementara perontokan dengan tenaga manusia dilakukan dengan cara batang padi dipukul-pukulkan ke kayu hingga gabah berjatuhan. Selain dipukul-pukulkan, malai padi pun dapat diinjak-injak agar gabah rontok (Andoko, 2002). Pada tahapan perontokan ini, tingkat kehilangan hasil cukup tinggi karena biasanya banyak biji gabah yang akan terlempar keluar dari tempat penampungan. Menurunkan angka kehilangan hasil pada tahapan ini sebaiknya menggunakan terpal yang lebar yang dapat menampung sampai tempat terjauh terlemparnya gabah saat perontokan. Terpal dalam penanganan pasca panen mutlak diperlukan karena terpal selain digunakan untuk alas penjemuran juga dapat digunakan untuk alas perontok. Selama ini petani menggunakan alas perontok yang tidak sesuai sehingga kehilangan hasil besar. Dengan menggunakan terpal berukuran 8 x 8 m2 dengan spesifikasi yang sesuai diharapkan dapat menekan kehilangan hasil.
3. Pembersihan Gabah
Pembersihan gabah dari kotoran/limbah dapat dilakukan dengan cara penghembusan oleh angin, ditampi, diayak dengan menggunakan blower manual (blower yang dijalankan dengan tangan) atau dengan cleaner (mesin pembersih). Pembersihan gabah sangat perlu agar : (1) Gabahnya lebih lama disimpan (2) Mengurangi kerusakan alat prosesing (3) Mempertinggi efisiensi prosesing (4) Mempertinggi harga jual per satuan berat Pembersihan butir setelah panen penting untuk memindahkan bahan yang tak dikehendaki dari butir itu. Butir bersih dihargai lebih tinggi dibandingkan butir yang tercampur dengan jerami, sekam, rumput liar, sampah, dan material lain. Pembersihan akan meningkatkan mutu beras dari penggilingan
4. Pengangkutan
Yang dimaksud dengan pengangkutan disini ialah pengangkutan gabah dari sawah ke tempat prosesing atau ke rumah. pengangkutan dapat dilakukan dengan secara dipikul oleh tenaga manusia, dengan gerobak, truk, atau trailer Alat yang dipergunakan untuk mengangkut gabah ke tempat yang dituju, hendaklah menggunakan karung yang tidak rusak dan dapat mengakibatkan kerusakan gabah. dengan karung dan zak yang baik, dapat dihindari pula gabah yang hilang tercecer.
5. Pengeringan
Proses pengeringan adalah proses pengambilan atau penurunan kadar air sampai batas tertentu sehingga dapat memperlambat laju kerusakan biji-bijian akibat aktivitas biologik dan kimia sebelum bahan diolah (digunakan). Padi setelah dipanen dan dirontok akan menghasilkan gabah yang mempunyai kadar air sekitar 20% sampai 25%. Gabah hasil panen tersebut baru dapat disimpan atau digiling dengan baik apabila kadar air diturunkan hingga mencapai kadar air optimum yaitu sekitar 14%. Petani padi pada umumnya menjemur/mengeringkan gabah dengan cara menghamparkan gabah pada terpal plastik. Penjemuran/ pengeringan dengan alas terpal plastik merupakan cara konvensional pengeringan gabah yang paling popular di Indonesia, karena lebih murah dibandingkan pengeringan buatan (makanis atau semi mekanis) mengingat bahwa harga bahan bakar minyak (BBM) cenderung meningkat. Padi yang sudah selesai dituai harus segera dikeringkan dengan menjemur dibawah panas matahari. Penjemuran cukup 2-3 hari, tiap hari selama 3-4 jam. Selama dijemur perlu dibalik dua kali agar keringnya merata Tujuan pengeringan adalah:
 Menurunkan kadar air gabah: pada waktu panen kadar air gabah 23-27%; setelah dikeringkan kadar airnya 13-14%. Dengan kadar air seperti ini, gabah dapat tahan lama dalam penyimpanan.
 Meringankan pengangkutan; dengan berat gabah berkurang biaya transport dapat diperkecil
 Untuk mempersiapkan pengelolan gabah lebih lanjut. Gabah yang masih basah tidak bisa diproses atau dijadikan beras dengan baik.
 Untuk meningkatkan kualitas gabah/beras.
Penundaan pengeringan dapat menyebabkan pembusukan, turunnya mutu, dan kerugian fisik yang meningkat secara dramatis dalam 2-3 hari setelah perontokan. Padi dengan kadar air tinggi (>20%) harus dikeringkan secepat mungkin sampai 18 % lalu ke 14 % untuk memelihara bau, kualitas dan proses di penggilingan. Pengeringan yang tidak sempurna dapat menyebabkan keretakan dengan akibat lanjut pada beras sebagai berikut:
1. Keretakan pada saat pengeringan berakibat pada tingginya tingkat beras yang pecah pada saat penggilingan dan penampilan yang tidak baik (tidak sesuai dengan kriteria eskpor)
2. Kalaupun tidak terjadi beras pecah saat penggilingan, beras retak dapat merubah rasa beras saat dimasak.
Penyebab keretakan beras adalah laju pengeringan yang terlalu cepat sehingga terjadi ketidak-seragaman kadar air didalam biji beras. Untuk menjamin keseragaman kadar air, kondisi pengeringan perlu dikendalikan dengan baik. Kondisi pengeringan yang perlu dikendalikan adalah laju pengeringan, laju aliran udara, suhu dan kelembaban udara pengering, laju pengeringan yang diperkenankan biasanya berkisar pada 0.8-0.12%/jam untuk menghindari terjadinya keretakan. Pengeringan dapat dilakukan dengan 2 cara; yaitu secara alami dan secara mekanis. Pengeringan secara alami mengandalkan pada teriknya sinar matahari, sedangkan pengeringan secara mekanis menggunakan alat bantu (Batch Dryer, dan lain-lain) Pelaksanaan pengeringan secara alami/penjemuran sangat tergantung cuaca. Gabah hasil panen yang tidak dapat dikeringkan segera dapat mengakibatkan gabah menjadi rusak, busuk, berjamur, berubah warna karena fermentasi, serta berkecambah. Hal ini banyak terjadi pada saat panen raya yang bertepatan jatuhnya musim penghujan. Kelemahan lain dari penjemuran adalah gabah mengalami deraan panas dan dingin silih berganti pada siang dan malam hari yang menimbulkan tegangan dalam sel gabah. Tegangan sel ini dapat mengakibatkan butir retak yang lebih lanjut lagi akan menimbulkan butir pecah pada saat digiling dan menurunkan rendeman beras.
    Terpalisasi penanganan pasca panen padi adalah penggunaan terpal plastik untuk alas perontokan, penjemuran/ pengeringan gabah dan penutup/ pelindung gabah dari guyuran air hujan. Spesifikasi terpal plastik yang cocok digunakan adalah sebagai berikut:
 Bahan plastik setebal  1 mm dan kedap air
 Warna gelap (hitam, biru atau coklat tua)
 Ukuran 8 x 8 meter2
 Ada lubang di ujung dan tengah (min 8 buah lubang)
      Fungsi terpalisasi penanganan pasca panen padi ini adalah :
 Mengurangi/ menekan kehilangan butiran gabah pada saat perontokan dan pengeringan.
 Untuk dinding dan alas dalam upaya mencegah bercampurnya kotoran dengan gabah
 Memudahkan pengumpulan gabah dan penutup gabah pada waktu hujan turun
 Untuk menghasilkan penyebaran panas yang merata pada saat penjemuran/pengeringan.

      Keuntungan terpalisasi penanganan pasca panen padi adalah :
 Memudahkan penyelamatan gabah bila dalam masa penjemuran/ pengeringan hujan turun secara       tiba–tiba, misalnya dengan cara memasang tali pengikat untuk memudahkan menggulung terpal/ lembaran plastik kemudian menutup/ melindungi gabah dari hujan dengan cepat.
 Memudahkan pengumpulan untuk pengarungan gabah pada akhir perontokan dan penjemuran.
 Dapat mengurangi tenaga kerja buruh tani dilapangan.
Untuk menghasilkan gabah kering yang seragam, maka unsur ketebalan pada penjemuran gabah sangat besar pengaruhnya. Bila dipandang dari sudut kapasitas dan efisiensi, maka makin tebal padi yang di jemur makin tinggi kapasitas dan efisiensi penjemuran. Namun demikian, makin tebal padi yang di jemur makin besar pula kemungkinan terjadi:
 Pengeringan gabah tidak seragam, kadar air gabah pada lapisan bawah lebih tinggi dari lapisan atas.
 Bila cuaca mendung atau berawan, penjemuran dapat berlangsung lama, lebih dari 7 (tujuh) hari
. Penjemuran yang berlangsung terlalu lama dapat mengakibatkan timbulnya butir kuning dan gabah berjamur.
 Hasil giling gabahnya dapat menimbulkan beras pecah/ patah dan menurunkan rendemen giling.
6. Pembersihan
Untuk memperoleh gabah kering (baik untuk konsumsi maupun benih) yang siap dipak/dikemas, sebaiknya gabah hasil pengeringan dibersihkan lagi, sebab banyak kemungkinan sewaktu pengeringan terjadi pengelupasan kulit atau limbah yang masih ada yang terbawa dalam pengeringan, yang kini telah mengering pula. Pembersihan lanjutan ini sebaiknya dilakukan secara ditampi (kalau jumlah gabah tidak terlalu banyak), atau kalau jumlahnya cukup banyak lebih baik menggunakan Winower (alat pembersih gabah yang dijalankan tenaga manusia)
7. Penyimpanan
Penyimpanan gabah dilakukan untuk menunggu saat yang tepat untuk dijual/digiling. Penyimpanan dapat dilakukan dengan menyimpannya dalam karung goni, ataupun dalam ruang penyimpanan biasa Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan padi/gabah adalah sebagai berikut: a) Suhu udara/temperature. Gudang penyimpanan harus kering dan stabil jangan sampai lembab, agar padi yang disimpan tidak mudah membusuk. b) Gudang penyimpanan padi harus kuat dan aman dari jangkauan binatang. Jangan sampai tikus dan serangga mudah masuk ke dalamnya karenanya diusahakan agar dinding dan langit-langit tidak berlubang-lubang atau bercelah-celah. c) Peletakan padi. Cara meletakkan padipun tidak boleh langsung di atas tanah, tetapi harus memakai penyangga (ganjel), lantai harus bersih dan kering d) Padi/gabah yang disimpan harus selalu diobati, maksudnya agar tahan terhadap hama yang menyerang sehingga penyimpanan dapat bertahan lama
e) Diusahakan ada ventilasi. Jika padi/gabah ada yang menjamur,, karena pengaruh kelembaban udara maka perlu dijemur. Hal ini karena gudang penyimpanan tidak ada ventilasinya sehingga kurang baik sebagai tempat penyimpanan
8. Penggilingan
Penggilingan adalah suatu proses pelepasan kulit gabah untuk mendapatkan beras di dalamnya. Secara umum, penggilingan dapat dibagi menjadi dua proses, yaitu pengupasan dan pemutihan/pemolesan. Sasaran utama penggilingan padi adalah menghasilkan beras kepala sebanyak mungkin dengan mutu sebaik mungkin. Untuk itu pada setiap proses perlu dilakukan langkah-langkah yang perlu untuk menghindari keretakan dan kerusakan butir gabah. Cara atau metoda penggilingan perlu disesuaikan dengan struktur, bentuk dan mutu gabah yang akan digiling, serta keinginan konsumen (Andrizal, 2003) Tahap awal penggilingan padi adalah pengupasan kulit yang bertujuan untuk melepaskan bagian-bagian kulit luar, yaitu palea, lemma, glume, dan rudimentary glume yang biasa disebut sekam. Hasilnya adalah beras pecah kulit. Tahap selanjutnya adalah penyosohan untuk melepaskan bagian-bagian kulit dalam yaitu testa, lapisan aleuron dan pericarp, yang disebut dedak. Hasilnya adalah beras putih Penggilingan padi dilakukan pada kadar air 14%. Jika kadar air terlalu rendah, kerusakan butir tinggi akan menghasilkan beras kepala yang rendah. Butir yang rusak hanya mempunyai separuh harga dari nilai beras kepala (beras kepala 75-100% butir utuh) (Anonim, 2003) Hasil giling dipengaruhi kadar air gabah pada saat penggilingan. Kadar air terlalu tinggi mengakibatkan terjadi kehilangan air yang cukup besar akibat panas gesekan sehingga hasil giling rendah. Kadar air terlalu rendah mengakibatkan beras terlalu keras sehingga bisa pecah (retak) dan sulit disosoh (Andrizal, 2003). Pemisahan beras dari sekam dan kulit dari yang membungkusnya dapat dilakukan secara sederhana dengan menggunakan lesung dan alu. Tapi pengerjaannya sangat lambat. Pengerjaan penggilingan secara modern dengan menggunakan alat yang biasa disebut Huller. Hasil yang didapat pada penggilingan dengan alat penggiling ini sama dengan alat pemisah secara tradisioal, yaitu pada tahap pertama akan diperoleh beras pecah kulit, pada tahap kedua beras akan menjadi putih bersih. Proses penggilingan beras modern terdiri dari:
a. Pre-cleaning; untuk memindahkan butir butir asing dari gabah.
b. Husking; Melepaskan sekam dari beras
c. Husk aspiration; Memindahkan padi yang tidak dikupas dari beras
d. Destoning; memisahkan batu kecil dari beras
e. Whitening; memindahkan semua bagian lapisan kulit padi dari beras
f. Polishing; meningkatkan tampilan beras giling dengan memindahkan bagian-bagian dedak dan memoles bagian luas biji beras giling
g. Shifting; memisahkan bagian-bagian yang kecil dari beras yang digiling
h. Length grading; memisahkan biji-bijian patah besar dan patah kecil dari beras kepala
i. Blending; pencampuran beras kepala dengan sejumlah beras patah besar dan patah kecil, sesuai yang dipersyaratkan konsumen
j. Weighing dan bagging; mempersiapkan beras giling untuk disalurkan ke konsumen
Aktivitas panen dan pasca panen ini begitu rentan dengan penyusutan kuantitatif maupun kualitatif. Penyusutan kuantitas atau penyusutan volume terjadi karena gabah banyak yang terbuang saat panen, hilang pada saat pengangkutan, tercecer pada saat perontokan, atau hilang pada saat penjemuran. Sedangkan penyusutan kualitatif dapat disebabkan karena adanya kerusakan kimiawi atau fisis, seperti gabah yang banyak berkecambah, banyak yang retak, biji menguning, dan lain sebagainya.
     C. Penutup
Tahapan kegiatan panen dan pasca panen perlu diperhatikan karena tingkat kehilangan hasil yang tinggi pada tahapan ini yang mengakibatkan berkurangnya kuantitas dan kualitas gabah yang dihasilkan dan merugikan petani. Dengan penangan an pasca panen yang benar, khususnya penggunaan terpalisasi pada tahapan perontokan, dan penjemuran diharapkan dapat mengurangi tingkat kehilangan hasil setidaknya sampai 5-7%. KEPUSTAKAAN Andoko, Agus. 2002. Budidaya Padi Secara Organik. Penebar Swadaya. Jakarta
Anonim, 1997. Rice Quality Program, Rice Quality Categories. http://www.usda-ars-beaumont.tamu.edu Anonim, 2003. Trop Rice, Introduction to Grain Cleaning.. www. Knowledgebank.irri.org. Kartasapoetra A.G,. 1994. Teknologi Penanganan Pasca Panen. Rineka Cipta. Jakarta Sugeng HR, 1998. Bercocok Tanam Padi. Aneka Ilmu. Semarang
Anonim. “Terpalisasi dalam penanganan pasca panen padi” http://agribisnis.deptan.go.id/Pustaka/makalah_terpalisasi. download 06 februari 2007

Tidak ada komentar:

Posting Komentar