· Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor.
Pendapatan
Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua Sektor adalah
Produk Nasional Neto dikurangi pajak tak langsung ditambah subsidi .
Jumlah inilah yang diterima faktor produksi yang dimiliki penduduk suatu
negara . Pendapatan Nasional dengan Perekonomian Tertutup Sederhana Dua
Sektor merupakan penjumlahan dari lima hal , yaitu :
a. Upah atau gaji yang diterima buruh atau karyawan
b. Pendapatan dari seseorang yang melakukan bisnis individu (bukan perusahaan)
c. Keuntungan perusahaan
d. Pendapatan bunga selisih dari perusahaan
e. Pendapatan sewa
Ekonomi Sederhana (Tertutup)
Dengan
asumsi tidak adanya ekspor dan impor dan tidak ada pemerintah maka
komponen permintaan agregat (aggregate demand) atau output sama dengan
konsumsi (dengan notasi C) ditambah dengan investasi (dengan notasi I).
Y = C + I (1)
Seperti
telah disebut diatas output, Y sama dengan income. Persamaan (1) diatas
artinya bahwa output yang diproduksi oleh ekonomi sama dengan aggregate
demand dimana aggregate demand ini terdiri dari konsumsi dan investasi.
Output ini juga sama dengan income yang diterima oleh seorang pelaku
ekonomi (misalnya pengusaha) dan digunakan sebagian untuk konsumsi dan
sisanya akan digunakan untuk belanja barang modal guna melanjutkan
proses produksi berikutnya, belanja ini dikategorikan sebagai investasi
untuk memproduksi barang dan jasa selanjutnya. Dengan demikian income
(output) dari sisi produsen digunakan untuk konsumsi (C) dan sisanya
diinvestasikan (I). Dari sisi alokasi income atau konsumen maka income
yang didapat akan digunakan sebagian besar untuk konsumsi dan sisanya
akan ditabungkan (S), hal ini karena konsumen tidak mempunyai usaha
sendiri seperti halnya dengan produsen sehingga formula (1) diatas dapat
ditulis sebagai berikut:
Y = C + S (2)
Bila kedua persamaan diatas digabung maka didapat
C + I = Y = C + S (3)
Persamaan
sebela kiri adalah komponen aggregate demand atau output dan sebelah
kanan adalah aloksi atau penggunaan income. Atau output yang diproduksi
sama dengan output yang dijual dan sama dengan income yang diterima.
Income yang diterima digunakan untuk konsumsi dan sisanya ditabung.
Persamaan diatas akhirnya menjadi:
I = S (4)
Saving
sama dengan investasi, artinya sumber dana untuk investasi berasal dari
tabungan. Dari sisi aggregate, konsumen atau private sektor tidak
melakukan investasi sendiri terhadap uangnya yang berlebih tetapi pada
umumnya akan menyimpan uangnya di Bank sebagai tabungan (S) dan bank
akan menyalurkan dana tersebut kepada orang-orang yang membutuhkan
berupa kredit usaha atau investasi (I). Dari sisi individual saving yang
dilakukan oleh konsumen tidak berarti akan langung dialoksikan kepada
kegiatan produktif (productive investment), karena keterbatasan yang
dimiliki oleh konsumen sehingga mereka memerlukan jasa perbankan untuk
melakukan kegiatan tersebut.
· Model anlalisis dengan variabel investasi dan tabungan.
Model
Analisis dengan variabel investasi tabungan adalah pengeluaran yang
akan digunakan untuk memproduksi barang dan jasa yang lebih banyak lagi ,
atau dengan kata lain merupakan pengeluaran yang ditambahkan kepada
komponen-komponen barang modal .
Tujuan
dari pelaksanaan model analisis dengan variabel investasi tabungan ini
adalah mencari keuntungan di kemudian hari melalui pengoperasiaan mesin
dan pabrik . Analisis keuangan pemerintah biasanya mencakup 4 aspek
sebagai berikut, yaitu :
1. Operasi keuangan pemerintah dalam hubungan dengan defisit / surplus anggaran dan sumber-sumber pembiayaannya.
2. Dampak
operasi keuangan pemerintah terhadap kegiatan sektor riil melalui
pengaruhnya terhadap Pengeluaran Konsumsi dan Pembentukan Modal Tetap
Domestik Bruto (PMTDB) pemerintah.
3. Dampak
rupiah operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan
pemerintah terhadap ekspansi bersih pada jumlah uang yang beredar.
4. Dampak Valuta Asing operasi keuangan pemerintah atau pengaruh operasi keuangan pemerintah terhadap aliran devisa masuk bersih.
Terdapat sumber data untuk memperkirakan Investasi dan Tabungan Nasional, yaitu:
1. data Produk Domestik Bruto atas dasar harga berlaku menurut penggunaan [lihat tabel III dan III.1]
2. Neraca Arus Dana yang digunakan oleh tim gabungan B.P.S., Bank Indonesia, dan Departemen Keuangan.
Dalam
menganalisis pertumbuhan Produk Domestik Bruto terlihat adanya
kecenderungan untuk lebih menggunakan data Produk Domestik Bruto menurut
penggunaan. Kalau kita menganggap bahwa perkiraan Investasi dan
Tabungan Nasional Bruto yang dihasilkan oleh Tim Gabungan B.P.S., Bank
Indonesia, dan Departemen Keuangan lebih mendekati kebenaran, maka
seyogyanya data statistik Produk Domestik Bruto menurut penggunaan yang
dipublikasikan oleh B.P.S. perlu diperbaiki.
Konsumsi dan Investasi
Apabila
tabungan berjumlah cukup besar, maka akan digunakan untuk kegiatan
menghasilkan kembali barang dan jasa yang diperlukan konsumen. Dengan
kata lain, tabungan akan digunakan melakukan investasi. Bila digambarkan
dengan rumus, maka akan didapat rumus berikut ini :
Y = C + S
Y = C + I sehingga I = S
Faktor – faktor yang mempengaruhi besar investasi anatara lain:
1. Tingkat bunga. Kenaikan tingkat bunga akan mempengaruhi keinginan untuk berinvestasi, dan sebaliknya.
2. Jumlah
permintaan. Semakin besar jumlah permintaan konsumen terhadap barang
dan jasa, keinginan untuk melakukan investasi juga semakin besar.
3. Perkembangan
teknologi. Kemajuan teknologi juga akan meningkatkan keinginan untuk
berinvestasi, karena teknologi yang maju akan mengurangi biaya produksi
dan meningkatkan jumlah keuntungan.
· Hubungan antara pertumbuhan ekonomi, inflsi dan pengangguran
Salah
satu titik awal kelahiran ilmu ekonomi makro adalah adanya permasalahan
ekonomi jangka pendek yang tidak dapat diatasi oleh teori ekonomi
klasik. Masalah jangka pendek ekonomi tersebut yaitu inflasi,
pengangguran dan neraca pemba-yaran. Munculnya ekonomi makro dimulai
dengan terjadinya depresi ekonomi Amerika Serikat pada tahun 1929.
Depresi merupakan suatu malapetaka yang terjadi dalam ekonomi di mana
kegiatan produksi terhenti akibat adanya inflasi yang tinggi dan pada
saat yang sama terjadi pengangguran yang tinggi pula.Salah Satu masalah
jangka pendek dalam ekonomi yaitu inflasi, pengangguran dan neraca
pembayaran. Inflasi (inflation) adalah gejala yang menunjukkan kenaikan
tingkat harga umum yang berlangsung terus menerus.
Dari
pengertian tersebut maka apabila terjadi kenaikan harga hanya bersifat
sementara, maka kenaikan harga yang sementara sifatnya tersebut tidak
dapat dikatakan inflasi. Semua negara di dunia selalu menghadapi
permasalahan inflasi ini. Oleh karena itu, tingkat inflasi yang terjadi
dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran untuk mengukur baik
buruknya masalah eko-nomi yang dihadapi suatu negara. Bagi negara yang
perekono-miannya baik, tingkat inflasi yang terjadi berkisar antara 2
sampai 4 persen per tahun. Tingkat inflasi yang berkisar antara 2 sampai
4 persen dikatakan tingkat inflasi yang rendah. Selanjut tingkat
inflasi yang berkisar antara 7 sampai 10 persen dikatakan inflasi yang
tinggi. Namun demikian ada negara yang meng-hadapai tingkat inflasi yang
lebih serius atau sangat tinggi, misalnya Indonesia pada tahun 1966
dengan tingkat inflasi 650 persen. Inflasi yang sangat tinggi tersebut
disebut hiper inflasi (hyper inflation).
Ada tiga jenis inflasi yaitu:
1) inflasi tarikan permintaan (demand-pull inflation)
2) inflasi desakan biaya (cost-push inflation)
3) inflasi karena pengaruh impor (imported inflation).
Inflasi
tarikan permintaan (demand-pull inflation) atau inflasi dari sisi
permintaan (demand side inflation) adalah inflasi yang disebabkan karena
adanya kenaikan permintaan agregat yang sangat besar dibandingkan
dengan jumlah barang dan jasa yang ditawarkan. Karena jumlah barang yang
diminta lebih besar dari pada barang yang ditawarkan maka terjadi
kenaikan harga. Inflasi tarikan permintaan biasanya berlaku pada saat
perekonomian mencapai tingkat penggunaan tenaga kerja penuh dan
pertumbuhan eko-nomi berjalan dengan pesat (full employment and full
capacity). Dengan tingkat pertumbuhan yang pesat/tinggi mendorong
peningkatan permintaan sedangkan barang yang ditawarkan tetap karena
kapasitas produksi sudah maksimal sehingga mendorong kenaikan harga yang
terus menerus.
Inflasi
desakan biaya (Cost-push Inflation) atau inflasi dari sisi penawaran
(supply side inflation) adalah inflasi yang terjadi sebagai akibat dari
adanya kenaikan biaya produksi yang pesat dibandingkan dengan tingkat
produktivitas dan efisiensi, sehingga perusahaan mengurangi supply
barang dan jasa. Pening-katan biaya produksi akan mendorong perusahaan
menaikan harga barang dan jasa, meskipun mereka harus menerima resiko
akan menghadapi penurunan permintaan terhadap barang dan jasa yang
mereka produksi. Sedangkan inflasi karena pengaruh impor adalah inflasi
yang terjadi karena naiknya harga barang di negara-negara asal barang
itu, sehingga terjadi kenaikan harga umum di dalam negeri.
Tingkat
inflasi yang terjadi dalam suatu negara merupakan salah satu ukuran
untuk mengukur baik buruknya masalah ekonomi yang dihadapi suatu negara.
Bagi negara yang perekonomiannya baik, tingkat inflasi yang terjadi
berkisar antara 2 sampai 4 persen per tahun.
Tingkat
inflasi yang berkisar antara 2 sampai 4 persen dikatakan tingkat
inflasi yang rendah. Selanjut tingkat inflasi yang berkisar antara 7
sampai 10 persen dikatakan inflasi yang tinggi.
Didasarkan
pada fakta itulah A.W. Phillips mengamati hubungan antara tingkat
inflasi dan tingkat pengangguran. Dari hasil pengamatannya, ternyata ada
hubungan yang erat antara inflasi dengan tingkat pengangguran, dalam
arti jika inflasi tinggi, maka pengangguran akan rendah. Hasil
pengamatan Phillips ini dikenal dengan kurva Phillip.
Masalah
utama dan mendasar dalam ketenagakerjaan di Indonesia adalah masalah
upah yang rendah dan tingkat pengangguran yang tinggi. Hal tersebut
disebabkan karena, pertambahan tenaga kerja baru jauh lebih besar
dibandingkan dengan pertumbuhan lapangan kerja yang dapat disediakan
setiap tahunnya.
Pertumbuhan
tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan dengan ketersediaan lapangan
kerja menimbulkan pengangguran yang tinggi. Pengangguran merupakan
salah satu masalah utama dalam jangka pendek yang selalu dihadapi setiap
negara. Karena itu, setiap perekonomian dan negara pasti menghadapi
masalah pengangguran, yaitu pengangguran alamiah (natural rate of
unemployment).
Untuk
menggambarkan kurva Phillips di Indonesia digunakan data tingkat
inflasi tahunan dan tingkat pengangguran yang ada. Data digunakan adalah
data dari tahun 1980 hingga tahun 2005. Berdasarkan hasil pengamatan
dengan data yang ada, maka kurva Phillips untuk Indonesia terlihat
seperti gambar berikut :
Kurva Phillips untuk Indonesia
A.W.
Phillips menggambarkan bagaimana sebaran hubungan antara inflasi dengan
tingkat pengangguran didasarkan pada asumsi bahwa inflasi merupakan
cerminan dari adanya kenaikan permintaan agregat. Dengan naiknya
permintaan agre-gat, maka sesuai dengan teori permintaan, jika
permintaan naik maka harga akan naik. Dengan tingginya harga (inflasi)
maka untuk memenuhi permintaan tersebut produsen meningkatkan kapasitas
produksinya dengan menambah tenaga kerja (tenaga kerja merupakan
satu-satunya input yang dapat meningkatkan output). Akibat dari
peningkatan permintaan tenaga kerja maka dengan naiknya harga-harga
(inflasi) maka, pengangguran berkurang.
Menggunakan
pendekatan A.W.Phillips dengan menghubungkan antara pengangguran dengan
tingkat inflasi untuk kasus Indonesia kurang tepat. Hal ini didasarkan
pada hasil analisis tingkat pengangguran dan inflasi di Indonesia dari
tahun 1980 hingga 2005, ternyata secara statistik maupun grafis tidak
ada pengaruh yang signifikan antara inflasi dengan tingkat pengangguran.
· Model analisis dengan menggunakan variabel investasi , tabungan !
Dalam
perekonomian suatu negara, tabungan dan investasi merupakan indikator
yang dapat menentukan tingkat pertumbuhan ekonomi. Pembangunan ekonomi
di negara-negara berkembang (developing countries) termasuk didalamnya
pertumbuhan ekonomi yang cukup tinggi, memiliki dana yang cukup besar.
Tetapi di sisi lain, usaha pengerahan sumber dana dalam negeri untuk
membiayai pembangunan menghadapi kendala dalam pembentukan modal baik
yang bersumber dari penerimaan pemerintah yaitu ekspor barang dan jasa
ke luar negeri, ataupun penerimaan pemerintah melalui instrumen pajak
Krisis
ekonomi yang melanda Indonesia pada pertengahan tahun 1997 yang
kemudian menjadi krisis multidimensi berdampak kondisi Indonesia secara
umum tidak hanya terhadap sektor ekonomi saja. Nilai tukar rupiah yang
terdepresiasi sangat tajam, inflasi yang tinggi, menurunnya kepercayaan
investor untuk berinvestasi di Indonesia, merupakan beberapa akibat dari
krisis ekonomi tersebut. Lambat laun, dengan beberapa kali perubahan
struktur politik dan penerapan kebijakan-kebijakan oleh pemerintah,
kondisi Indonesia menunjukan perubahan yang lebih baik dan kondisi
perekonomian yang stabil.
Di
Indonesia, untuk membiayai pembangunan nasional yang mencakup investasi
domestik, sumber dananya dapat bersumber dari tabungan nasional dan
pinjaman luar negeri. Namun, karena terbatasnya jumlah dana serta
pinjaman yang diperoleh dari luar negeri, maka diperlukan tabungan
nasional yang lebih tinggi sebagai sumber dana yang utama.
Perlunya
tabungan nasional ini dibuktikan dengan adanya saving-investment gap
yang semakin melebar dari tahun ke tahun yang menandakan bahwa
pertumbuhan investasi domestik melebihi kemampuan dalam mengakumulasi
tabungan nasional. Secara umum, usaha pengerahan modal dari masyarakat
dapat berupa pengerahan modal dari dalam negeri maupun dari luar negeri.
Pengklasifikasian ini didasarkan pada sumber modal yang dapat digunakan
dalam pembangunan. Pengerahan modal yang bersumber dari dalam negeri
berasal dari 3 sumber utama, yaitu : pertama, tabungan sukarela
masyarakat. Kedua, tabungan pemerintah, dan ketiga tabungan paksa
(forced saving or involuntary saving). Sedangkan modal yang berasal dari
luar negeri yaitu melalui pinjaman resmi pemerinyah kepada
lembaga-lembaga keuangan internasional seperti International Monetary
Fund (IMF), Asian Development Bank (ADB), World Bank, maupun pinjaman
resmi bilateral dan multilateral, juga melalui foreign direct investment
(FDI).
Hollis
Chenery dan beberapa penulis lainnya telah mengenalkan pendekatan
‘dua-jurang’ pada pembangunan ekonomi. Dasar pemikirannya, ‘jurang
tabungan’ dan ‘jurang devisa’ merupakan dua kendala yang terpisah dan
berdiri sendiri pada pencapaian target tingkat pertumbuhan di negara
kurang maju. Chenery melihat bantuan luar negeri sebagai suatu cara
untuk menutup kedua jurang tersebut dalam rangka mencapai laju
pertumbuhan ekonomi yang ditargetkan[2]. Sumitro (1994:44) menjelaskan
bahwa kekurangan didalam perimbangan antara tabungan nasional dan
investasi harus ditutup dengan pemasukan modal dari luar yang berasal
dari tabungan oleh kalangan luar negeri.
Pada
negara berkembang dan miskin, kondisi yang paling menonjol adalah belum
terciptanya kondisi yang mendorong pada iklim dimana kegairahan untuk
menabung dan penanaman modal menunjukan tingkat yang menggembirakan.
Sistem produksi untuk meningkatkan pendapatan masyarakat masih
menggunakan pola tradisional. Masih terbatasnya sektor modern dan belum
berfungsinya secara efektif dan efisien institusi-institusi keuangan
yang disebabkan oleh pola pikir masyarakat yang masih tradisional
menyebabkan pengerahan dana dari masyarakat mengalami kesulitan.
Referensi :
- http://www.endz4shared.co.cc/2010/05/pengertian-pendapatan-nasional.html
- http://keketonly.blogspot.com/2010/05/tugas-teori-organisasi-umum-2-bab-10-14.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar