MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Selasa, 04 Oktober 2011

Strategi Komunikasi dalam Sosialisasi Pengembangan Pertanian Organik di Kota Kediri


Strategi Komunikasi dalam Sosialisasi Pengembangan
 Pertanian Organik  di  Kota Kediri
  

Abstract

This research purposes are to understand : (a) Perceiption of community to organic agriculture products in Kediri Municipality; (b) Community participation to develop organic agriculture in Kediri Municipality; and (c) The Policies issued by government  to support  organic agriculture development.
The research results are (a) The community understand about organic agriculture. It is agriculture system that use natural material. The source of information that their received is agriculture disseminator, by using activities as a dissemination, an exhibition of agriculture products and a demonstration plot; (b) The community participation to develop organic agriculture are implementation and give information about organic agriculture to others; (c) According to community, government have given an attention for development of organic agriculture by issueing their policies.

Keywords : Communication Strategy, organic, agriculture

Latar Belakang

Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “back to nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.

Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat.

Indonesia memiliki kekayaan sumberdaya hayati tropika yang unik, kelimpahan sinar matahari, air dan tanah, serta budaya masyarakat yang menghormati alam, potensi pertanian organik sangat besar. Pasar produk pertanian organik dunia meningkat 20% per tahun, oleh karena itu pengembangan budidaya pertanian organik perlu diprioritaskan pada tanaman bernilai ekonomis tinggi untuk memenuhi kebutuhan pasar domestik dan ekspor.

Luas lahan yang tersedia untuk pertanian organik di Indonesia sangat besar. Dari 75,5 juta ha lahan yang dapat digunakan untuk usaha pertanian, baru sekitar 25,7 juta ha yang telah diolah untuk sawah dan perkebunan (BPS, 2000). Pertanian organik menuntut agar lahan yang digunakan tidak atau belum tercemar oleh bahan kimia dan mempunyai aksesibilitas yang baik. Kualitas dan luasan menjadi pertimbangan dalam pemilihan lahan. Lahan yang belum tercemar adalah lahan yang belum diusahakan, tetapi secara umum lahan demikian kurang subur. Lahan yang subur umumnya telah diusahakan secara intensif dengan menggunakan bahan pupuk dan pestisida kimia. Menggunakan lahan seperti ini memerlukan masa konversi cukup lama, yaitu sekitar 2 tahun.

Volume produk pertanian organik mencapai 5-7% dari total produk pertanian yang diperdagangkan di pasar internasional. Sebagian besar disuplay oleh negara-negara maju seperti Australia, Amerika dan Eropa. Di Asia, pasar produk pertanian organik lebih banyak didominasi oleh negara-negara timur jauh seperti Jepang, Taiwan dan Korea.

Potensi pasar produk pertanian organik di dalam negeri sangat kecil, hanya terbatas pada masyarakat menengah ke atas. Berbagai kendala yang dihadapi antara lain: 1) belum ada insentif harga yang memadai untuk produsen produk pertanian organik, 2) perlu investasi mahal pada awal pengembangan karena harus memilih lahan yang benar-benar steril dari bahan agrokimia, 3) belum ada kepastian pasar, sehingga petani enggan memproduksi komoditas tersebut.

Areal tanam pertanian organik, Australia dan Oceania mempunyai lahan terluas yaitu sekitar 7,7 juta ha. Eropa, Amerika Latin dan Amerika Utara masing-masing sekitar 4,2 juta; 3,7 juta dan 1,3 juta hektar. Areal tanam komoditas pertanian organik di Asia dan Afrika masih relatif rendah yaitu sekitar 0,09 juta dan 0,06 juta hektar (Tabel 1). Sayuran, kopi dan teh mendominasi pasar produk pertanian organik internasional di samping produk peternakan.

Tabel 1.
Areal tanam pertanian organik masing-masing wilayah di dunia, 2002

No.
Wilayah Areal Tanam
(juta ha)
1
Australia dan Oceania
7,70
2
Eropa
4,20
3
Amerika Latin
3,70
4
Amerika Utara
1,30
5
Asia
0,09
6
Afrika
0,06
Sumber: IFOAM, 2002; PC-TAS, 2002.

Indonesia memiliki potensi yang cukup besar untuk bersaing di pasar internasional walaupun secara bertahap. Hal ini karena berbagai keunggulan komparatif antara lain : 1) masih banyak sumberdaya lahan yang dapat dibuka untuk mengembangkan sistem pertanian organik, 2) teknologi untuk mendukung pertanian organik sudah cukup tersedia seperti pembuatan kompos, tanam tanpa olah tanah, pestisida hayati dan lain-lain.

Pengembangan selanjutnya pertanian organik di Indonesia harus ditujukan untuk memenuhi permintaan pasar global. Oleh sebab itu komoditas-komoditas eksotik seperti sayuran dan perkebunan seperti kopi dan teh yang memiliki potensi ekspor cukup cerah perlu segera dikembangkan. Produk kopi misalnya, Indonesia merupakan pengekspor terbesar kedua setelah Brasil, tetapi di pasar internasional kopi Indonesia tidak memiliki merek dagang.

Pengembangan pertanian organik di Indonesia belum memerlukan struktur kelembagaan baru, karena sistem ini hampir sama halnya dengan pertanian intensif seperti saat ini. Kelembagaan petani seperti kelompok tani, koperasi, asosiasi atau korporasi masih sangat relevan. Namun yang paling penting lembaga tani tersebut harus dapat memperkuat posisi tawar petani.

Beberapa tahun terakhir, pertanian organik modern masuk dalam sistem pertanian Indonesia secara sporadis dan kecil-kecilan. Pertanian organik modern berkembang memproduksi bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan sistem produksi yang ramah lingkungan. Tetapi secara umum konsep pertanian organik modern belum banyak dikenal dan masih banyak dipertanyakan. Penekanan sementara ini lebih kepada meninggalkan pemakaian pestisida sintetis. Dengan makin berkembangnya pengetahuan dan teknologi kesehatan, lingkungan hidup, mikrobiologi, kimia, molekuler biologi, biokimia dan lain-lain, pertanian organik terus berkembang.

Dalam sistem pertanian organik modern diperlukan standar mutu dan ini diberlakukan oleh negara-negara pengimpor dengan sangat ketat. Sering satu produk pertanian organik harus dikembalikan ke negara pengekspor termasuk ke Indonesia karena masih ditemukan kandungan residu pestisida maupun bahan kimia lainnya.

Banyaknya produk-produk yang mengklaim sebagai produk pertanian organik yang tidak disertifikasi membuat keraguan di pihak konsumen. Sertifikasi produk pertanian organik dapat dibagi menjadi dua kriteria yaitu :

a) Sertifikasi Lokal untuk pangsa pasar dalam negeri. Kegiatan pertanian ini masih mentoleransi penggunaan pupuk kimia sintetis dalam jumlah yang minimal atau Low External Input Sustainable Agriculture (LEISA), namun sudah sangat membatasi penggunaan pestisida sintetis. Pengendalian OPT dengan menggunakan biopestisida, varietas toleran, maupun agensia hayati. Tim untuk merumuskan sertifikasi nasional sudah dibentuk oleh Departemen Pertanian dengan melibatkan perguruan tinggi dan pihak-pihak lain yang terkait.
b) Sertifikasi Internasional untuk pangsa ekspor dan kalangan tertentu di dalam negeri, seperti misalnya sertifikasi yang dikeluarkan oleh SKAL ataupun IFOAM. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi antara lain masa konversi lahan, tempat penyimpanan produk organik, bibit, pupuk dan pestisida serta pengolahan hasilnya harus memenuhi persyaratan tertentu sebagai produk pertanian organik.

Beberapa komoditas prospektif yang dapat dikembangkan dengan sistem pertanian organik di Indonesia antara lain tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, tanaman rempah dan obat, serta peternakan, (Tabel 2). Menghadapi era perdagangan bebas pada tahun 2010 mendatang diharapkan pertanian organik Indonesia sudah dapat mengekspor produknya ke pasar internasional.

Tabel 2.
Komoditas yang layak dikembangkan dengan sistem pertanian organik

No.
Kategori Komoditi
1
Tanaman Pangan Padi
2
Hortikultura Sayuran: brokoli, kubis merah, petsai, caisin, cho putih, kubis tunas, bayam daun, labu siyam, oyong dan baligo. Buah: nangka, durian, salak, mangga, jeruk dan manggis
3
Perkebunan Kelapa, pala, jambu mete, cengkeh, lada, vanili dan kopi.
4
Rempah dan obat Jahe, kunyit, temulawak, dan temu-temuan lainnya
5
Peternakan Susu, telur dan daging
Sumber: Libang Deptan,2002
    
Untuk memajukan pertanian organik, diperlukan perencanaan dan implementasi yang baik secara bersamaan. Perencanaan dan implementasi juga dilakukan secara bersama antara pemerintah dan pelaku usaha. Sinergisme aktivitas dan pelaku usaha dapat mempercepat pencapaian tujuan dari “Go Organik 2010” yaitu ‘Indonesia sebagai salah satu produsen pangan organik utama dunia’.

Kebijakan pemerintah ditujukan untuk menumbuhkan, memfasilitasi, mengarahkan dan mengatur perkembangan pertanian organik. Departemen Pertanian telah mencanangkan pertanian organik dengan slogan ‘Go Organik 2010’. Pertanian organik dirancang pengembangannya dalam enam tahapan mulai dari tahun 2001 hingga tahun 2010. Tahapan tersebut adalah :

·         Tahun 2001 difokuskan pada kegiatan sosialisasi
·         Tahun 2002 difokuskan pada kegiatan sosialisasi dan pembentukan regulasi
·         Tahun 2003 difokuskan pada pembentukan regulasi dan bantuan teknis
·         Tahun 2004 difokuskan pada kegiatan bantuan teknis dan sertifikasi
·         Tahun 2005 difokuskan pada sertifikasi dan promosi pasar
·         Tahun 2006 – 2010 terbentuk kondisi industrialisasi dan perdagangan.

Tahapan diatas disusun dengan mempertimbangkan akan terciptanya kondisi yang kondusif dan konsistensi Departemen Pertanian dalam menjalankan programnya. Kondusif dan konsisten merupakan salah satu tolok ukur untuk menilai perjalanan dari program yang dikeluarkan oleh pemerintah.

Bila kita cermati, tahapan sosialisasi pertanian organik telah dijalankan dengan baik dan tersebar secara luas di masyarakat. Hal ini bisa dilihat dari tingginya respon masyarakat untuk mengetahui lebih lanjut mengenai pertanian organik. Disamping itu masyarakat tertarik untuk melakukan budidaya pada lahan yang baru atau merubah budidayanya dari konvensional menjadi organik.

Sosialisasi dilakukan oleh segenap elemen pembangunan pertanian, mulai dari Departemen Pertanian, Dinas Pertanian, Departemen dan Kementerian lainnya, Lembaga Swadaya Masyarakat, Perguruan Tinggi, Organisasi Profesi, Kelompok Tani dan media massa. Sosialisasi yang dilakukan masih banyak membahas mengenai “bagaimana budidaya pertanian organik dilakukan?” dan “apakah pertanian organik memiliki prospek yang baik bila dikembangkan?”.

Pada awal perkembangan pertanian organik, belum banyak data dan informasi ilmiah yang dapat disampaikan kepada masyarakat mengenai permasalahan yang berkembang. Namun inilah momentum yang sangat baik bagi perkembangan pertanian organik selanjutnya. Minimnya data dan informasi tentang pertanian organik mendorong segenap elemen pembangunan pertanian untuk mendalami, meneliti dan mencari lebih jauh tentang segala hal yang terkait dengan pertanian organik.

Tahap sosialisasi memang telah dilewati  (2002), namun tentu tahap ini tidak berarti serta-merta sudah dapat ditinggalkan, karena hasil komunikasi menyangkut tiga aspek penting bagi penerimanya yaitu: aspek kognitif, afektif, dan konatif.

Dalam teori adopsi inovasi yang dikembangkan oleh Everett M. Rogers dari 3 aspek tersebut memiliki 5 (lima) tahapan hasil komunikasi yaitu: knowledge (pengetahuan), persuation (persuasi), decision (keputusan), implementation (pelaksanaan), dan confirmation (konfirmasi). Sehingga jika dikaitkan dengan sosialisasi pertanian organic maka dapat dijelaskan sebagai berikut :

Tahap pengetahuan terjadi saat seseorang menerima informasi tentang pertanian organik, berikutnya menentukan menyukai atau tidak menyukai pertanian organik (persuasi), selanjutnya akan memutuskan untuk menerima atau menolak tentang pertanian organik (keputusan), tahap berikutnya jika menerima akan melaksanakan pertanian organik (pelaksanaan), dan selanjutnya mengkonfirmasi informasi tersebut lebih lanjut (konfirmasi).

Memperhatikan teori tersebut serta memperhatikan luasnya wilayah yang akan dijangkau oleh informasi pertanian organik, tentu sosialisasi tersebut tidak akan efektif jika hanya dilakukan dalam 2 (dua) tahun.

Rumusan Permasalahan

Rumusan permasalahan dalam penelitian ini adalah :
(a)  Bagaimana persepsi masyarakat terhadap produk pertanian organik di Kota Kediri ?;
(b)  Sejauh mana peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri?; dan
(c)  Kebijakan-kebijakan apa saja yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian organik ?

Tujuan Penelitian dan Hasil Diharapkan

Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah :
(a)  Mengetahui persepsi masyarakat terhadap produk pertanian organik di Kota Kediri;
(b)  Mengetahui peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri; dan
(c)  Mengetahui kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian organik.

Hasil yang diharapkan dalam penelitian ini adalah tersusunnya informasi yang dapat digunakan untuk membuat kebijakan dalam mengembangkan pertanian organik di Kota Kediri.

Metode Penelitian

1.    Tipe Penelitian
Penelitian ini adalah penelitian kualitatif yang merupakan penelitian yang menggunakan metode untuk meneliti kondisi obyek yang alamiah, dimana peneliti sebagai instrument kunci, teknik pengumpulan data dilakukan secara trianggulasi (gabungan), analisis data bersifat induktif dan hasil penelitian kuantitatif lebih menekankan makna dari pada generalisasi.

2.    Lokasi  dan Sampel Penelitian
Lokus penelitian ini adalah Kota Kediri. Sedangkan sampel penelitian ini adalah purposive random sampling , dengan jumlah sampel sebanyak 50 orang.

3.    Teknik Pengumpulan Data
Teknik yang digunakan dalam pengumpulan data adalah :
(a)  Kuesioner, yaitu mendistribusikan daftar pertanyaan yang telah dipersiapkan sebelumnya dan disusun sistematis sesuai penelitian yang dilakukan;         
(b)  Wawancara, yaitu teknik yang dilakukan untuk menggali informasi secara mendalam yang belum terjaring melalui kuesioner yang telah disiapkan baik dari responden, tokoh masyarakat, dan pemerintah; dan
(c)  Observasi langsung, yaitu teknik yang digunakan untuk mengkonfirmasi data yang telah diperoleh melalui kuesioner dan wawancara mendalam dengan jalan mengamati atau melihat langsung ke obyek yang menjadi sasaran.

4.    Analisis Data
Data yang telah dikumpulkan diolah menggunakan analisis kualitatif  yang diarahkan untuk menjawab rumusan masalah dengan membuat diskripsi dan analisis berdasarkan hasil wawancara mendalam (indepth interview) dan observasi langsung.

Hasil Penelitian Dan Pembahasan

Hasil penelitian dan pembahasan disusun dengan tujuan penelitian yaitu mengetahui :
(1) persepsi masyarakat terhadap produk pertanian organik di Kota Kediri;
(2)  Peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik di Kota Kediri; dan
(3)  Kebijakan-kebijakan yang telah dilaksanakan oleh pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian organik.

Deskripsi Daerah Penelitian

Kota Kediri terletak pada 111°,15’ hingga 112°,03’ Bukur Timur dan 7°,45’ hingga 7°,55’ Lintang Selatan, terbelah oleh Sungai Brantas yang mengalir dari selatan ke utara menjadi dua wilayah yaitu wilayah barat sungai dan timur sungai, dengan ketinggian rata-rata 67 meter diatas permukaan laut.

 Seluruh wilayah Kota Kediri berbatasan dengan wilayah Kabupaten Kediri yaitu: sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Gampengrejo, sebelah timur berbatasan dengan Kecamatan Wates dan Gurah, sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Kandat dan Ngadiluwih, sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Grogol dan Semen.

Luas Kota Kediri yang mencapai 63,40 km² terbagi menjadi tiga kecamatan yaitu: Kecamatan Mojoroto, Kecamatan Kota dan Kecamatan Pesantren. Wilayah barat sungai secara keseluruhan termasuk dalam wilayah Kecamatan Mojoroto dengan luas wilayah 24,6 km², dan timur sungai sebagian termasuk dalam wilayah Kecamatan Kota dan Kecamatan Pesantren yang masing-masing luas wilayah sebagaimana table 4.1 dibawah.

Tabel 4.1 Luas Wilayah Kota Kediri menurut Kecamatan, 2005
No.
Kecamatan
Luas (Km²)
1
Mojoroto
24,6
2
Kota
14,9
3
Pesantren
23,9

Jumlah
63,4
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kediri

Jumlah Penduduk Kota Kediri pada tahun 2005 telah mencapai 241.253 jiwa, bertambah 83 jiwa dari tahun 2004 (perkembangan 0,03%), dimana perkembangan penduduk laki-laki relatif lebih besar dibanding penduduk perempuan, yaitu 0,24% untuk laki-laki dan negatif 0,16% untuk perempuan. Secara keseluruhan Jumlah penduduk Kota Kediri sebagaimana nampak pada tabel 4.2., sehingga kepadatan penduduk (jiwa/Km²) di masing-masing kecamatan adalah: Kecamatan Mojoroto: 3.508, Kecamatan Kota: 5.728, dan Kecamatan Pesantren: 2.912.

Tabel 4.2
Jumlah Penduduk Menurut Jenis Kelamin Per-Kecamatan,
Hasil Regristrasi Tahun  2005
No.
Kecamatan
Laki-Laki
Perempuan
Jumlah
1
Mojoroto
43.329
42.974
86.303
2
Kota
40.787
44.562
85.349
3
Pesantren
34.534
35.067
69.601

Jumlah
118.650
122.603
241.253
Sumber: Badan Pusat Statistik Kota Kediri

Jumlah kelurahan di masing-masing kecamatan di Kota Kediri adalah sebagai berikut :
Kecamatan Mojoroto terdiri dari 14 kelurahan yaitu: Kelurahan Pojok, Campurejo, Tamanan, Banjarmlati, Bandar Kidul, Lirboyo, Bandar Lor, Mojoroto, Sukorame, Bujel, Ngampel, Gayam, Mrican, dan Dermo.
Kecamatan Kota terdiri dari 17 kelurahan, yaitu: Kelurahan Manisrenggo, Rejomulyo, Ngranggo, Kaliombo, Kampungdalem, Setonopande, Ringinanom, Pakelan, Setonogedong, Kemasan, Jagalan, Banjaran, Ngadirejo, Dandangan, Balowerti, Pocanan, dan Semampir.
Kecamatan Pesantren terdiri dari 15 kecamatan, yaitu: Kelurahan Blabak, Bawang, Betet, Tosaren, Banaran, Ngletih, Tempurejo, Ketami, Pesantren, Bangsal, Burengan, Tinalan, Pakunden, Singonegaran, dan Jamsaren.

Sebanyak lima sungai mengalir di Kota Kediri yaitu Sungai Kresek sepanjang 9,0 km, Sungai Parang:,5 km, Sungai Kedak: 8,0 km, Sungai Brantas: 7,0 km: dan Sungai Ngampel: 4,50 km. Dari kelima sungai tersebut yang terbesar dan terkenal adalah Sungai Brantas.

Identitas Responden

Dari jumlah responden pada penelitian ini adalah 50 orang yang terdiri yang diambil secara random, identitas responden penelitian ini dapat dijelaskan sebagaimana berikut:
1)      Umur
Umur responden yang terbanyak adalah 41-45 tahun dan 46-50 tahun yaitu masing-masing 12 orang, sebagaimana nampak pada grafik berikut.
 
2)      Jenis Kelamin
46 orang (92,0%) responden penelitian adalah laki-laki, sisanya perempuan.

3)      Status Perkawinan
Hampir semua responden telah menikah (96%), dan hanya 2 orang yang masih bujangan/ belum kawin.

4)      Kepemilikan Lahan
Kepemilikan lahan akan mempengaruhi niat untuk menerapkan pertanian organik di masyarakat. Penyewa lahan tentu tidak bisa coba-coba dalam memanfaatkan lahannya. Bagi pemilik tentu lebih leluasa untuk menggunakan lahan mereka, karena tingkat resiko lebih kecil dibanding penyewa. Sedangkan pekerja hanya melakukannya atas permintaan siempunya. Kebanyakan responden adalah pemilik lahan yaitu 80% (40orang), 12% (6 orang) buruh tani, sisanya adalah penyewa lahan (8%).

5)      Luas Lahan
Semakin luas lahan yang dimiliki petani, semakin leluasa mereka membuat keragaman tanaman, serta lebih leluasa pula mencoba menerapkan pertanian organik  pada lahan mereka.
Selain yang hanya buruh tani/ tidak memiliki lahan, luas lahan yang mereka kerjakan mulai dari kurang 0,25 hektar hingga lebih dari 1 hektar. Namun yang terbanyak adalah antara 0,25 – 0,5 hektar.
 
6)      Pendidikan
Selain pengalaman, pendidikan juga mempengaruhi pemahaman dan partisipasi masyarakat terhadap keberadaan dan pengembangan pertanian organik. Pendidikan responden beragam dari SD hingga sarjana. Namun pendidikan terbanyak adalah SLTA 36% (18 orang), kemudian SD, SMP dan sarjana, dan akademi/sarjana muda.



7)      Tempat Lahir
Penerapan pertanian organik biasanya dipengaruhi oleh asal daerah atau dengan kata lain ‘perantau’ atau ‘non-perantau’ seseorang.  Masyarakat perantau umumnya lebih memilih pekerjaan yang non pertanian. Berdasarkan asal daerah hanya 16% yang berasal dari luar Kota Kediri, sedangkan 84% (42 orang) merupakan masyarakat asli Kota Kediri.

Persepsi Masyarakat terhadap Pertanian Organik

Untuk membangun persepsi masyarakat terhadap pengembangan pertanian organik di Kota Kediri, perlu mengetahui bagaimana pengetahuan masyarakat tentang pertanian organik, sumber informasi tentang pertanian organik, lama mereka tahu tentang pertanian organik, dan apa yang mereka ketahui tentang pertanian organik.

1)    Pengetahuan, semua responden mengaku tahu tentang pertanian organik;

2)    Sumber Informasi untuk mengetahui pertanian organik kebanyakan adalah dari penyuluh pertanian (32%);

3)    Responden mengetahui pertanian organik terbanyak sejak adanya penyuluhan PPL, Demplot, dan Pameran Produk Pertanian Organik (48,0%);

4)    Pengertian pertanian organik bagi responden hampir sama yaitu: pertanian menggunakan bahan alami yang kimiawi;

Peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik

Bentuk-bentuk peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik ini dapat berupa kegiatan-kegiatan implementasi pertanian organik, bagaimana pendapat masyarakat tentang perlunya dikembangkan pertanian organik, bagaimana daya tarik pertanian organik bagi masyarakat, apakah masyarakat ikut mempromosikan pertanian organik pada orang lain, kepada siapa mereka menyampaikan, serta apa yang menjadi motivasinya, dan bagaimana cara menyampaikannya.

1)    Implementasi Pertanian Organik, hampir semua responden (88,0%), mengaku bahwa mereka menerapkan pertanian organik, dan yang terbanyak dalam hal pemupukan (24%);

2)    Beda Pertanian Organik (PO) dapat uraikan berdasarkan kegiatan-kegiatan :
·        pengolahan tanah dengan PO dianggap lebih mudah, murah, dan membuat tanah subur, membantu menjadikan lingkungan bersih;
·        pola cocok tanam dengan PO makin lama makin mudah dan murah karena tanah semakin gembur, bisa ditanami lebih dari satu macam, dan keseimbangan kesuburan tanah lebih terjamin;
·        pemupukan pada PO lebih murah, sederhana, dan mudah mencarinya, makin lama tanah makin subur, kandungan tanah makin lengkap, makin banyak dipupuk makin subur,  tidak perlu memperhatikan dosis penggunaan;
·        pengendalian hama pada pertanian organik oleh responden dinilai biayanya lebih murah, mudah didapat dengan menggunakan tanaman atau agensia hayati tertentu, alami dan tidak mengandung racun baik bagi tanaman, lingkungan, maupun kesehatan manusia;
·        pemasaran produk PO lebih menguntungkan karena tinggi harganya, kualitasnya lebih baik, aman dikonsumsi, walaupun harus punya sertifikasi;

3)    Pertanian organik dianggap lebih menguntungkan oleh paling banyak responden (80,0%);

4)    Pertanian organik perlu dikembangkan menurut paling banyak responden (96,0%);

5)    Kebanyakan responden (36,0%) merasa tertarik mengembangkan pertanian organik;

6)    Menurut responden pertanian organik aman dikonsumsi, namun belum pernah dibeli dari petani, masyarakat bawah belum tahu istimewanya produk pertanian organik dan belum tahu efek samping produk anorganik;

7)    Pertanian organik dianggap cara terbaik bagi usaha pertanian asalkan dilakukan secara bertahap, sosialisasi berkelanjutan, pemerintah membantu sarana dan prasarananya, dan praktek lapang yang maksimal;

8)    Pertanian organik merupakan salah satu solusi kelangkaan pupuk anoganik;

9)    Responden kebanyakan (96,0%) menyampaikan tentang pertanian organik kepada orang lain yang terdiri: kadang-kadang, sering dan sering sekali;

10) Kebanyakan informasi PO disampaikan responden kepada sesama anggota kelompok tani, dengan cara: mengajak ke demplot PO, memberikan brosur, menerapkan di lahan, menceritakan kelebihan PO, bersama-sama membuat pupuk organik sendiri, penyuluhan, berbincang-bincang tentang PO, kegiatan organisasi kelompok tani dan sebagainya;

11) Motivasi dalam menyampaikan PO adalah memanfaatkan limbah/ sampah menjadi barang yang berguna, tidak bergantung kepada pupuk anorganik, banyak orang yang menerapkan, mengangkat posisi teman seperjuangan, banyak petani bisa membuat dan menerapkan pupuk organik dan kondisi tanah menjadi lebih baik;

12) Kesulitan Dalam Mempromosikan Pertanian Organik adalah: biaya angkut yang lebih banyak, penyediaan bahan baku belum menjadi usaha yang menarik, belum banyak bukti keunggulan PO, masyarakat belum terbiasa, kondisi tanah terlajur rusak, PO dianggap cara kuno.

Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian organik

Berkaitan dengan kebijakan-kebijakan pemerintah dalam mendukung pertanian organik, ada beberapa penilaian yang diberikan masyarakat antara lain :
(a) Kebanyakan responden (92%) menyatakan bahwa pemerintah pernah melakukan penyuluhan tentang pertanian organik kepada petani;
(b)  Kebanyakan responden menilai pemerintah memberikan perhatian sangat besar (36,0%), namun sebagian (28,0%) menyatakan kurang perhatian;
(c)  Kebijakan lainnya yang dilaksanakan pemerintah dalam mengembangkan pertanian organik misalnya Subsidi pupuk organik (petroganik) dan subsidi benih.

Adapun Program dan Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Kediri antara lain adalah :
(a) Pelatihan pembuatan pupuk organik;
(b) Studi banding ke Kecamatan Kandat dan ke Kabupaten Sragen, Jawa Tengah; 
(c) Melakukan penelitian sederhana untuk penyiapan anjuran;
(d)  Penyediaan sarana dan prasarana pembuatan pupuk organik, dan
(e)  Implementasi pemupukan pupuk organik dengan beli pupuk (Demplot).

Kesimpulan

1.   Persepsi Masyarakat terhadap Pertanian Organik.
Persepsi masyarakat terhadap pengembangan pertanian organik di Kota Kediri, adalah bahwa mereka tahu tentang pertanian organik yaitu  pertanian menggunakan bahan alami yang tidak mengandung bahan kimiawi. Adapun sumber informasinya adalah penyuluh pertanian melalui kegiatan-kegiatan adanya penyuluhan, Demplot, dan Pameran Produk Pertanian Organik.

2.    Peran masyarakat dalam pengembangan pertanian organik.
Bentuk-bentuk peran serta yang telah dilakukan masyarakat adalah berupa kegiatan-kegiatan implementasi pertanian organik, terutama hal pemupukan. Masyarakat menyatakan bahwa implementasi pertanian organik  lebih murah, mudah, membuat tanah semakin subur, serta membantu menjadikan lingkungan bersih dan  aman bagi kesehatan lingkungan dan produk pertanian aman dikonsumsi bagi manusia. Sehingga bagi masyarakat pertanian organik perlu dikembangkan.

Pertanian organik (PO) dianggap cara terbaik bagi usaha pertanian asalkan dilakukan secara bertahap, sosialisasi berkelanjutan, pemerintah membantu sarana dan prasarananya, dan praktek lapang yang maksimal. Pertanian organik juga merupakan salah satu solusi kelangkaan pupuk anoganik.

Peran serta masyarakat lebih lanjut adalah menyampaikan informasi pertanian organik kepada orang lain, yaitu kepada sesama anggota kelompok tani, dengan cara: mengajak ke demplot PO, memberikan brosur, menerapkan di lahan, menceritakan kelebihan PO, bersama-sama membuat pupuk organik sendiri, penyuluhan, berbincang-bincang tentang PO, kegiatan organisasi kelompok tani dan sebagainya.

Adapun motivasi dalam menyampaikan PO adalah memanfaatkan limbah/ sampah menjadi barang yang berguna, tidak bergantung kepada pupuk anorganik, banyak orang yang menerapkan, mengangkat posisi teman seperjuangan, banyak petani bisa membuat dan menerapkan pupuk organik dan kondisi tanah menjadi lebih baik.

Sedangkan kesulitan-kesulitan yang mereka hadapi dalam mempromosikan Pertanian Organik adalah: biaya angkut yang lebih banyak, penyediaan bahan baku belum menjadi usaha yang menarik, belum banyak bukti keunggulan PO, masyarakat belum terbiasa, kondisi tanah terlajur rusak, PO dianggap cara kuno.

3.    Kebijakan-kebijakan yang telah dibuat oleh Pemerintah dalam mendukung pengembangan pertanian organik.
Menurut masyarakat Pemerintah telah memberikan perhatian yang besar dalam mengembangkan pertanian organik ini. Adapun Program dan Kegiatan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Kota Kediri antara lain adalah :
(1) Pelatihan pembuatan pupuk organik;
(2)  Studi banding ke Kecamatan Kandat dan ke Kabupaten Sragen, Jawa Tengah; 
(3) Melakukan penelitian sederhana untuk penyiapan anjuran;
(4) Penyediaan sarana dan prasarana pembuatan pupuk organik, dan
(5)  Implementasi pemupukan pupuk organik dengan beli pupuk (Demplot).

Rekomendasi

1.    Pertanian organik seharusnya dikembangkan secara bertahap namun berkelanjutan baik komposisi penggunaan pupuk dan obat-obatan, luasan daerah binaan, maupun peningkatan kompetensi SDM PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) dan Petaninya;

2.    Promosi tentang pertanian organik agar lebih gencar dilakukan lewat berbagai media, misalnya radio, televisi, dan koran/majalah, dengan cara Talk Show, Tulisan ilmiah, Testimoni petani dan Promosi tentang kebaikan/ keberhasilan dalam mengembangkan pertanian organik, melalui kerjasama seluruh stake holders;

3.    Pembuatan demoplot pertanian organik sebaiknya dilakukan secara berkelanjutan pada tiap-tiap area tertentu, disamping itu perlu dilakukan kegiatan fieldtrip ke daerah-daerah lain yang lebih sukses dalam mengembangkan pertanian organik;

4.    Revitalisasi kelompok tani dan penyuluh pertanian perlu dilakukan dengan memperbanyak kegiatan kelompok tani dan meningkatkan pengetahuan, pengalaman dan motivasi penyuluh;

5.    Kebijakan penyediaan dan subsidi terhadap sarana dan prasarana pertanian organik perlu dilakukan secara berkelanjutan dan lebih luas jangkauannya;

6.    Kerjasama dengan sekolah-sekolah agar secara lebih dini memperkenalkan kepada siswa tentang pertanian organik secara umum, maupun pengolahan sampah menjadi pupuk organik melalui kurikulum muatan lokal sekolah;

7.    Perlu dilakukan “Gerakan Nasional” pembuatan pupuk organik dari rumah-rumah, maupun kantor-kantor.





DAFTAR  PUSTAKA



Hamm, Ulrich, Prof. dan Michelsen, Johannes, PhD, 2000, Analysis of the organic food market in Europe. Paper dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss.

Jolly, Desmond, 2000. From cottage industry to conglomerates: the transformation of the US organic food industry. Paper dalam Prosiding Konferensi Ilmiah IFOAM di Swiss.

Green L.W.  & Ottoson JM, 1998. Community & Population Health with Powerweb:. Health & Human Performance. McGraw-Hill. 8th.

Middleton,J dan Lin, YH, 1975. Planning Communication for Family Planning. A Professional Development Module. Honolulu, Hawaii: East-West Communication Institute. East-West Center.

Nasution, Zulkarimein, 1994. Perencanaan Program Komunikasi, Jakarta. Universitas Terbuka.

Neil, McKee, 1992. Social Mobilization & Social Marketing in Developing Communities : Lesson for Communicators, Penang Southbound.

Senjaya, Sasa Djuarsa. 1994. Teori Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta.
Senjaya, Sasa Djuarsa. 1996. Pengantar Komunikasi, Universitas Terbuka, Jakarta.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar