MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Rabu, 19 Oktober 2011

Tamparan Untuk Bangsa Indonesia Muslim Sejati


Kasus
Tamparan Untuk Bangsa Indonesia Muslim Sejati
Salemba, Warta Kota
PEJABAT Jakarta seperti ditampar. Seorang warganya harus menggendong
mayat anaknya karena tak mampu sewa mobil jenazah. Penumpang kereta
rel listrik (KRL) jurusan Jakarta – Bogor pun geger Minggu (5/6).
Sebab, mereka tahu bahwa seorang pemulung bernama Supriono (38 thn)
tengah menggendong mayat anak, Khaerunisa (3 thn). Supriono akan
memakamkan si kecil di Kampung Kramat, Bogor dengan menggunakan jasa
KRL.
Tapi di Stasiun Tebet, Supriono dipaksa turun dari kereta, lantas
dibawa ke kantor polisi karena dicurigai si anak adalah korban
kejahatan. Tapi di kantor polisi, Supriono mengatakan si anak tewas
karena penyakit muntaber. Polisi belum langsung percaya dan memaksa
Supriono membawa jenazah itu ke RSCM untuk diautopsi.
Di RSCM, Supriono menjelaskan bahwa Khaerunisa sudah empat hari
terserang muntaber. Dia sudah membawa Khaerunisa untuk berobat ke
Puskesmas Kecamatan Setiabudi. “Saya hanya sekali bawa Khaerunisa ke
puskesmas, saya tidak punya uang untuk membawanya lagi ke puskesmas,
meski biaya hanya Rp 4.000,- saya hanya pemulung kardus, gelas dan
botol plastik yang penghasilannya hanya Rp 10.000,- per hari,” ujar
bapak 2 anak yang mengaku tinggal di kolong perlintasan rel KA di
Cikini itu. Supriono hanya bisa berharap Khaerunisa sembuh dengan
sendirinya. Selama sakit Khaerunisa terkadang masih mengikuti ayah dan
kakaknya, Muriski Saleh (6 thn), untuk memulung kardus di Manggarai
hingga Salemba, meski hanya terbaring digerobak ayahnya.
Karena tidak kuasa melawan penyakitnya, akhirnya Khaerunisa
menghembuskan nafas terakhirnya pada Minggu (5/6) pukul 07.00.
Khaerunisa meninggal di depan sang ayah, dengan terbaring di dalam
gerobak yang kotor itu, di sela-sela kardus yang bau. Tak ada
siapa-siapa, kecuali sang bapak dan kakaknya. Supriono dan Muriski
termangu. Uang di saku tinggal Rp 6.000,- tak mungkin cukup beli kain
kafan untuk membungkus mayat si kecil dengan layak, apalagi sampai
harus menyewa ambulans. Khaerunisa masih terbaring di gerobak.
Supriono mengajak Musriki berjalan menyorong gerobak berisikan mayat
itu dari Manggarai hingga ke Stasiun Tebet, Supriono berniat
menguburkan anaknya di kampong pemulung di Kramat, Bogor. Ia berharap
di sana mendapatkan bantuan dari sesama pemulung..
Pukul 10.00 yang mulai terik, gerobak mayat itu tiba di Stasiun Tebet.
Yang tersisa hanyalah sarung kucel yang kemudian dipakai membungkus
jenazah si kecil. Kepala mayat anak yang dicinta itu dibiarkan
terbuka, biar orang tak tahu kalau Khaerunisa sudah menghadap Sang
Khalik. Dengan menggandeng si sulung yang berusia 6 thn, Supriono
menggendong Khaerunisa menuju stasiun.
Ketika KRL jurusan Bogor datang, tiba-tiba seorang pedagang
menghampiri Supriono dan menanyakan anaknya. Lalu dijelaskan oleh
Supriono bahwa anaknya telah meninggal dan akan dibawa ke Bogor
spontan penumpang KRL yang mendengar penjelasan Supriono langsung
berkerumun dan Supriono langsung dibawa ke kantor polisi Tebet. Polisi
menyuruh agar Supriono membawa anaknya ke RSCM dengan menumpang
ambulans hitam.
Supriono ngotot meminta agar mayat anaknya bisa segera dimakamkan.
Tapi dia hanya bisa tersandar di tembok ketika menantikan surat
permintaan pulang dari RSCM. Sambil memandangi mayat Khaerunisa yang
terbujur kaku.
Hingga saat itu Muriski sang kakak yang belum mengerti kalau adiknya
telah meninggal masih terus bermain sambil sesekali memegang tubuh
adiknya.
Pukul 16.00, akhirnya petugas RSCM mengeluarkan surat tersebut,
lagi-lagi karena tidak punya uang untuk menyewa ambulans, Supriono
harus berjalan kaki menggendong mayat Khaerunisa dengan kain sarung
sambil menggandeng tangan Muriski. Beberapa warga yang iba memberikan
uang sekadarnya untuk ongkos perjalanan ke Bogor. Para pedagang di
RSCM juga memberikan air minum kemasan untuk bekal Supriono dan
Muriski di perjalanan.



Tanggapan
Inilah realita hidup yang sesungguhnya wajar Jika kita bisa di bilang negara kaya tapi moral kita lemah ... Liat para pemimpin kita sekarang sedang sibuk mengatur perpindahan Ibukota tetapi hal sekecil ini tidak difikirkan pemerintah... Saya pernah membaca jika ibukota tidak dipindah maka akan terjadi kerusuhan akibat kesenjangan sosial.. saya rasa itu peryataan yang tidak realita karena biarpun dipindah kalo moral dan etika para pemimpin kita hanya UJUNG-UJUNGNYA DUIT dan MEMPERKAYA DIRI SENDIRI apalagi MEMBELA PENGUSAHA maka hasilnya tetap sama.
Terkadang bersifat tetap obyektif di tengah realita menyedihkan seperti ini memang sangat sulit..
kasihan sekali.Sangat disayangkan sekali.dari tahun ke tahun ceritanya hampir seperti ini terus.Kadang saya berpikir mengapa pemerintah tidak membuat badan amal nasional untuk membantu orang yang tidak mampu. Hal ini tidak akan memberatkan anggaran pemerintah karena uangnya berasal dari masyarakat yang mampu. Lalu mengapa rumah sakit mahal tidak menyisihkan sedikit saja keuntungannya untuk melayani orang yang tidak memiliki uang untuk berobat.
Mungkin lebih baik dimulai dari diri sendiri,kejadian ini menginspirasi saya untuk lebih bijaksana menggunakan uang untuk tidak membeli barang yang tidak begitu penting, sebab uang itu bermakna besar bagi banyak orang di luar sana,kejadian ini juga mengetuk hati saya dan tentunya pembaca lainnya untuk lebih peduli dengan sesama..
Seandainya retribusi puskesmas yang Rp 4.000 itu tidak ada, seperti di kota Samarinda…
Jika dia muslim, seandainya ia pergi ke mesjid atau langgar untuk meminta bantuan penyelenggaraan jenazah…
Seandainya ambulans hitam itu mengantarkannya ke tempat yang ditujunya…
Seandainya…ia tidak miskin…
Begitu banyak kata “seandainya”… begitu banyak penyesalan….
peristiwa di atas terjadi tahun 2005 lalu. saat itu masyarakat gempar..semua media memberitakannya.
Seperti biasa,para pejabat saling cari kambing hitam atas pelayanan kepada rakyat miskin.
saya sungguh miris menyaksikan tayangan kehidupan supriono sehari-hari..tanpa rumah berkelana keliling kota,bersama keluarganya,sungguh tragis, kita ambil hikmahnya, bahwa masih banyak yang lebih menderita dari kita di luar sana, jadi, hargailah hidup ini dengan saling memberi dan kasih sayang.
Sekali lagi nasib tragis menimpa anak bangsa ini.
kemerdekaan yang telah lama dikumandangkan tetapi  masih ada dan teruulang lagi kasus seperti ini
Sudah jelas dalam UUD 45 pasal 34 ayat 1-4 yaitu sebagai berkut :


              1.      Farkir miskin dan anak-anak terlantar dipelihara oleh Negara
              2.      Negara megembangkan system jaringan social bagi seluruh rakyat dan memberdayakan masyarakat yang lemah dan tidak mampu sesuai dengan martabat kemanusiaan.
              3.      Negara bertanggungjawab ataspenyediaan fasilitas pelayanan kesehatan dan fasilitas pelayanan umumyang layak
              4.      Ketentuan lebih lanjut mengenai pelaksanaan pasal ini diatur dalam undang-undang
 Lalu dimanakah perwujudan dari isi Undang Undang Dasar negara ini ( Pasal 34 UUD 1945) yang menjamin kehidupan rakyatnya baik kaum miskin dan anak yatim dipelihara oleh negara. Undang-Undang Dasar merupakan amanah dari para pendiri negara ini yang harus dilaksanakan oleh siapapun yang berkuasa di negara ini. Lalu bagaimana kenyataannya.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar