MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Senin, 17 Oktober 2011

TEKNIK PERBANYAKAN MIKORIZA

Mikoriza merupakan suatu hubungan simbiotik mutualisme antara jamur tertentu dengan perakaran tanaman tingkat tinggi. Jamur membantu penyerapan unsur-unsur hara yang diperlukan tanaman, khususnya unsur P dan N, sedangkan tanaman menyediakan unsur karbon yang dibutuhkan jamur untuk kelangsungan hidupnya.
Mikoriza terdapat hampir di semua tanaman inang, baik tanaman pangan, hortikultura maupun perkebunan. Penyebaran mikoriza sangat luas dan dapat ditemukan di berbagai areal pertanaman di Indonesia, mulai dari daerah pegunungan sampai daerah pantai.
Mikoriza berperan dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman dengan bertambahnya kemampuan akar dalam menyerap unsur-unsur hara yang dibutuhkan tanaman. Selain itu mikoriza juga berperan dalam meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan patogen akar, ketahanan terhadap kekeringan atau kondisi ekstrim lainnya.
Klasifikasi Mikoriza
Secara umum mikoriza dapat digolongkan menjadi 2 kelompok, yaitu :
Endomikoriza/Mikoriza Vesikular Arbuskular (MVA)
Mikoriza dalam kelompok ini dicirikan dengan adanya struktur berupa vesikel dan arbuskul. Vesikel merupakan penggelembungan hifa MVA yang berbentuk bulat dan berfungsi sebagai tempat penyimpan cadangan makanan.
Arbuskul merupakan sistem percabangan hifa yang kompleks, bentuknya seperti akar yang halus. Arbuskul berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi antara jamur dan tanaman.
MVA termasuk kelompok mikoriza yang berpotensi untuk dikembangkan sebagai pupuk hayati (biofertilizer). Adapun jenis-jenis MVA yang potensial tersebut diantaranya tergolong dalam genus Glomus, Gigaspora, dan Acaulospora.
Ektomikoriza
Mikoriza dalam kelompok ini dicirikan dengan adanya struktur berupa mantel hifa (Hartig net) yang berfungsi sebagai tempat pertukaran nutrisi. Mikoriza jenis ini tidak membentuk vesikel maupun arbuskul dan umumnya membentuk badan buah yang tergolong dalam kelas Basidiomycetes atau Ascomycetes.
Persiapan Perbanyakan MVA
Bahan yang perlu dipersiapkan yaitu media tanam (pasir, tanah, arang sekam atau yang lain), starter mikoriza (akar yang bermikoriza atau media yang mengandung spora MVA), benih jagung/sorghum, pupuk cair, pot/bak plastik/polibag, dan kantong plastik. Peralatan yang dibutuhkan antara lain dandang sabluk, cetok, gunting, hand sprayer, kompor, dll.
Produksi MVA
Umumnya produksi MVA yang sering dilakukan adalah dengan menggunakan metode pot kultur, yaitu menanam benih jagung dalam pot-pot atau bak-bak plastik. Tahap produksi MVA diawali dengan sterilisasi media. Media perbanyakan MVA yang berupa pasir/tanah/arang sekam dipanaskan dengan menggunakan dandang sabluk selama 1 – 2 jam. Tujuannya adalah untuk membunuh mikroorganisme yang hidup pada media tanam, sehingga diharapkan kompetisi antara MVA dan mikroorganisme lain menjadi berkurang.
Selanjutnya media dimasukkan ke dalam pot/polibag/bak plastik sampai ¾ volumenya. Tanam benih jagung/sorghum yang telah dikecambahkan terlebih dahulu. Benih jagung yang telah berkecambah akan meningkatkan persentase pertumbuhannya karena media tanam yang digunakan miskin unsur hara. Biarkan benih tumbuh sampai berumur 2 minggu dengan melakukan penyiraman secara teratur menggunakan hand sprayer.
Tahap selanjutnya adalah memasukkan starter mikoriza yang berupa akar yang bermikoriza/spora MVA di sekitar perakaran sebanyak 0,5 – 1 gram. Starter MVA yang dicampurkan minimal mengandung 10-20 spora.
Pemeliharaan
Tahap pemeliharaan dilakukan sampai inang berumur ±2 bulan. Tanaman jagung diletakkan pada suatu tempat yang cukup mendapatkan sinar matahari sambil sesekali dilakukan penyiraman dan pemupukan. Penyiraman tidak perlu dilakukan secara teratur, cukup dengan menjaga kelembapan media tanam. Pemupukan juga dilakukan secukupnya, dengan memilih pupuk cair yang mengandung unsur P rendah. Pemeliharaan tanaman yang telah tumbuh juga meliputi pengamatan terhadap serangan hama dan penyakit. Tanaman yang tampak terserang hama dan penyakit atau tumbuh abnormal segera dicabut dan diganti dengan benih yang baru.
Stressing
Tahap stressing adalah suatu tahapan yang berupa usaha untuk menghambat atau menekan pertumbuhan tanaman inang dengan kondisi tertentu. Tujuannya yaitu untuk  memacu MVA membentuk struktur tahan berupa spora. Spora inilah nantinya yang dapat dipanen dan menjadi sumber inokulum (starter mikoriza).
Usaha-usaha stressing yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut :
Penghentian penyiraman
Setelah selama 2 bulan tanaman inang dipelihara dengan sesekali dilakukan penyiraman, maka pada bulan ketiga dilakukan stressing dengan menghentikan proses penyiraman selama 1 (satu) bulan. Dalam kondisi seperti ini secara otomatis akar tanaman inang akan berusaha keras untuk mendapatkan air. Pada saat inilah simbiosis antara MVA dan akar tanaman inang berjalan optimal. Hifa-hifa MVA akan tumbuh memanjang untuk membantu akar tanaman inang mencari sumber air.
Topping dan pemaparan sinar matahari
Topping atau pemotongan bagian atas tanaman inang dilakukan dengan hanya menyisakan batang bawah ± 1/4nya. Kondisi ini dikombinasikan dengan melakukan pemaparan tanaman inang di bawah bawah sinar matahari. Kondisi seperti ini akan semakin menekan kondisi fisik tanaman inang dan MVA. Perlahan-lahan tanaman inang akan mati sehingga akan mempengaruhi kondisi MVA. Dalam keadaan yang tidak menguntungkan tersebut MVA akan membentuk struktur tahan berupa spora untuk mempertahankan hidupnya.
Pemanenan
Pemanenan dapat dilakukan setelah tanaman inang mengalami stressing selama 1 (satu) bulan atau ± 3 (tiga) bulan sejak tanam awal. Pemanenan dilakukan dengan cara membongkar tanaman inang dan mengambil bagian akarnya. Akar lalu dipotong kecil-kecil (± 0,5 cm) dan dicampur dengan media tanamnya. Selanjutnya kemas mikoriza beserta media tanamnya dalam kantong plastik dan siap untuk diaplikasikan sebagai pupuk hayati. Bila tidak langsung digunakan maka sebaiknya disimpan dalam lemari es.
Aplikasi di Lapang
Penggunaan MVA lebih efektif diaplikasikan pada saat pembibitan karena MVA akan segera menginfeksi jaringan akar yang relatif masih muda. Dengan demikian bibit yang akan dipindahkan ke lapang perakarannya telah terlindungi oleh MVA sehingga dapat terhindar dari serangan patogen, khususnya patogen terbawa tanah. Namun dapat pula aplikasi dilakukan pada saat bibit dipindah ke lahan. Caranya yaitu dengan membuat lubang tanam, kemudian mengambil tanahnya dan mencampurnya dengan mikoriza. Dosis yang disarankan minimal 15 – 20 gram/bibit. Aplikasi sebaiknya dilakukan pada waktu sore hari (pukul 16.00 – 17.00 WIB).

Tidak ada komentar:

Posting Komentar