MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Selasa, 01 November 2011

Dinamika Interaksi antara Parasitoid Trichogrammatidae dan Inangnya: Faktor yang Mempengaruhi Mutu Trichogrammatidae sebagai Agens Pengendali Hayati

Parasitoid telur famili Trichogrammatidae banyak digunakan sebagai agens pengendali hayati yang cukup berhasil di pelbagai negara karena sifatnya polifag dan dapat mengatasi pelbagai jenis hama di lapangan. Sifat polifag ini pulalah yang menyebabkan keefektifan Trichogramma di lapangan kurang baik. Pengoptimuman pemanfaatan Trichogramma merupakan salah satu kunci keberhasilan pengendalian hayati yang belum banyak dieksplorasi di Indonesia. Hubungan antara berbagai segi interaksi inang-parasitoid, mass rearing, pengendalian mutu, dan kaitannya dengan unjuk kerja parasitoid di lapangan secara spesifik belum diteliti. Penggunaan Trichogramma sebagai agens hayati di lapangan biasanya memerlukan jumlah individu yang besar. Oleh karena itu mass rearing merupakan salah satu teknologi yang harus dikembangkan. Dalam teknologi mass rearing ini, ada berbagai segi yang dapat mempengaruhi mutu parasitoid yang dikembangbiakkan, misalnya terjadi pergeseran inang akibat pengembangbiakan pada inang alternatif, nisbah kelamin, depresi penangkaran sanak (inbreeding depression),  foundress effect, ketidakserasian reproduktif, dan aplikasi agens di lapangan. Penelitian ini difokuskan pada penelitian dasar sampai terapan, mulai dari keanekaragaman taksonomi dan genetika parasitoid famili Trichogrammatidae di seluruh Jawa, penelitian dasar interaksi inang-parasitoid sampai dengan terapannya yang meliputi pengaruh  suhu pada unjuk kerja parasitoid (teknik transportasi parasitoid) dan pelepasan parasitoid di lapangan.
Koleksi parasitoid sebanyak 29 populasi yang meliputi enam spesies, yaitu Trichogramma japonicum, T. flandersi, T. chilonis, Trichogrammatoidea cojuangcoi, dan T’toidea armigera. Dua spesies di antaranya merupakan spesies yang baru ditemukan di Indonesia. Hal yang juga menarik ialah ditemukannya Trichogrammatidae pada inang Plutella dan Crocidolomia yang belum dilaporkan sebelumnya.
Uji kebugaran dilakukan dengan memasukkan satu betina beserta pias telur ke dalam tabung reaksi dan dibiarkan selama 24 jam. Pias telur diganti setiap hari dan lama hidup, kemampuan parasitasi, keperidian, produksi telur per hari, lama produksi, dan reproductive maturity dihitung. Dari 29 populasi yang diuji, populasi BB1 dari kelompok T’toidea armigera mempunyai ciri-ciri yang paling baik dalam keperidian, lama hidup, dan lama masa reproduktif.
Jenis inang dapat mempengaruhi lama hidup, keperidian, lama masa reproduktif dan keberhasilan hidup parasitoid. Pada umumnya keragaan parasitoid pada inang Corcyra dan Heliothis lebih baik daripada Plutella, Spodoptera, dan Crocidolomia, tetapi hal ini sangat relatif bergantung pada populasi parasitoid yang digunakan. Lamanya generasi ternyata mempengaruhi lama hidup, keperidian, dan masa reproduksi.  Lamanya waktu parasitoid telah dikembangkan di laboratorium dan ternyata tidak mempengaruhi preferensi inang. Penyimpanan pias pada suhu rendah ternyata dapat mempengaruhi perkembangan Trichogramma di dalam inang, keberhasilan hidup, serta laju pemunculan imago.  Pada percobaan ketidakserasian reproduksi tampak bahwa tidak semua individu yang dikawinkan dengan individu dari populasi yang berbeda (masih dalam satu spesies) dapat menghasilkan keturunan fertil, hal ini dapat dilihat dari hasil keturunan kawin silang yang semua keturunannya ternyata jantan. Gejala ketidakserasian reproduksi tampaknya terdapat pada beberapa populasi di lapangan sehingga penelitian yang lebih mendalam perlu dilakukan untuk membuktikan dugaan ini.
Keragaman antarpopulasi Trichogramma dan Trichogrammatoidea cukup tinggi. Populasi yang diperoleh dari daerah yang jaraknya relatif dekat ternyata cukup berbeda.  Tampaknya jarak tidak mempengaruhi tingkat kesamaan secara genetika.  Ada populasi yang jaraknya berjauhan, tetapi memiliki sifat yang lebih mirip satu dengan lainnya dibandingkan dengan populasi yang justru lebih berdekatan jaraknya. Hal ini tampak pada ciri molekuler maupun kebugaran yang dihasilkan.
Jumlah imago parasitoid yang dilepas di lapangan ternyata dapat mempengaruhi tingkat paratisasi dan tingkat kerusakan polong. Dari hasil pelepasan dengan menggunakan kurungan, pelepasan 600 telur Corcyra terparasit T. japonicum mampu memarasit inang dengan tingkat persentasi tertinggi (37.9%) sehingga tingkat kerusakan polongnya sangat rendah (8.1%) dibandingkan dengan pelepasan 200 telur Corcyra terparasit. Berdasarkan pada populasi yang digunakan untuk pelepasan dengan kurungan, populasi yaang berasal dari Cianjur (T. armigera) mempunyai tingkat persentase yang lebih tinggi dibandingkan dengan populasi Yogyakarta (T. japonicum) dan Karawang (T. japonicum).
Hasil penelitian pelepasan parasitoid di lapangan tanpa menggunakan kurungan menunjukkan bahwa semakin besar populasi parasitoid yang dilepaskan, maka semakin kecil kerusakan yang terjadi. Hasil pelepasan 7000 telur C. cephalonica di lapangan menunjukkan kemampuan parasitisasi T. japonicum yang cukup tinggi sehingga kerusakan polongnya cukup rendah, yaitu hanya 6.2%.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar