Penyakit pada tumbuhan
– Salah satu faktor pembatas dalam usaha menaikkan produksi tanaman
adalah adanya serangan hama. Kerugian yang disebabkan oleh serangan hama
di dunia diperkirakan 13% dan produksi total. Di Amerika Serikat
diperkirakan lebih dari 10 ribu juta dolar digunakan untuk mengatasi
persoalan hama (Gatehouse et a/., 1994). Di Indonesia, pada
tahun 1976-1977 lebih dari 450.000 ha sawah yang ditanami padi diserang
oleh hama wereng coklat dan kerugian yang disebabkan oleh hama tersebut
mencapai 100 juta dolar (Oka dan Bahagiawati, 1982). Hama
yang menyerang suatu jenis tanaman adalah suatu kompleks hama. Misalnya
tanaman padi sering didatangi oleh hama, tidak hanya wereng coklat
tetapi hama Iain seperti penggerek batang, ulat pemakan daun, wereng punggung putih dan hijau, aphid, dan lain sebagainya. Tanaman kapas juga mempunyai kompleks hama
yang berbeda dengan tanaman padi. Hama-hama kapas adalah penggerek
daun, penggerek batang, penggerek buah, dan Iain sebagainya. Demikian
pula dengan jagung, kedelai, dan tanaman lain yang juga mempunyai
beberapa hama utama dan hama minornya.
Teknologi yang sampai saat ini sering dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian insektisida.
Teknologi ini merupakan teknologi yang populer karena efeknya dapat
dilihat dalam waktu tidak lama setelah aplikasi dan mudah diperoleh bila
diperlukan. Namun teknologi ini relatif mahal terutama bagi petani di
negara yang sedang berkembang. Di samping itu, teknologi insektisida
berbahaya bagi manusia, hewan, dan spesies bukan sasaran serta
lingkungan jika dilakukan tidak sesuai dengan prosedur. Penggunaan
pestisida secara tidak bijaksana dapat menimbulkan persoalan (1) hama
resisten, (2) petani keracunan pestisida, (3) residu pestisida pada
hasil pertanian, (4) pengrusakan pada agen pengendali hayati dan
serangga polinator, (5) polusi pada air tanah,
dan (6) menurunkan biodiversitas serta mempunyai pengaruh negatif pada
hewan bukan target termasuk mamalia, burung, dan ikan (Agne et a/.,
1995).
Teknologi lain yang dapat dipakai untuk pengendalian hama adalah pemakaian varietas tahan. Di Indonesia, varietas tahan yang telah digunakan untuk pengendalian hama wereng coklat adalah varietas unggul tahan wereng (VUTW).
Namun demikian, tidak semua hama mempunyai varietas tahan dan jika ada
sumber plasma nutfah yang mengandung gen tahan terhadap hama tertentu
jumlahnya sangat terbatas. Misalnya pada tanaman padi, hanya gen tahan
wereng coklat dan wereng hijau yang telah diidentifikasi dan dapat
digunakan dalam proses perbaikan tanaman untuk tahan hama, sedangkan
hama lainnya seperti penggerek batang dan hama pemakan daun, sampai saat
ini belum ditemukan gen tahan yang dapat dipakai dalam proses
pemuliaan. Demikian juga dengan tanaman lain seperti jagung, kapas, dan
kedelai.
Dengan berkembangnya teknologi rekombinan DNA telah membuka pintu
untuk merakit tanaman tahan hama dengan rekayasa genetika. Teknologi ini
mempunyai beberapa kelebihan jika dibandingkan dengan teknologi
konvensional, yaitu
(1) memperluas pengadaan sumber gen resistensi karena dengan
teknologi ini kita dapat menggunakan gen resisten dari berbagai sumber,
tidak hanya dari tanaman dalam satu spesies tetapi juga dari tanaman
yang berbeda spesies, genus atau famili, dari bakteri, fungi, dan
mikroorganisme lain,
(2) dapat memindahkan gen spesifik ke lokasi yang spesifik pula di tanaman,
(3) dapat menelusuri stabilitas gen yang dipindahkan atau yang diintroduksi ke tanaman dalam setiap generasi tanaman,
(4) dapat mengintroduksi beberapa gen tertentu dalam satu event
transformasi sehingga dapat memperpendek waktu perakitan tanaman
multiple resistant, dan
(5) perilaku dari gen yang diintroduksi di dalam lingkungan tertentu
dapat diikuti dan dipelajari, seperti kemampuan gen tersebut di dalam
tanaman tertentu untuk pindah ke tanaman lain yang berbeda spesiesnya
(outcrossing), dan dampak negatif dari gen tersebut di dalam tanaman
tertentu terhadap lingkungan dan organisme bukan target (Bahagiawati,
2000a).
Tanaman transgenik Bt mengalami kemajuan komersial yang sangat nyata.
Pertama dilepas secara komersial pada tahun 1996 hanya meliputi luas
areal 1,1 ha. Pada tahun 1999 luas pertanamannya sudah mencapai 11,7
juta ha yang ditanam di USA, Kanada, Australia, Cina, Afrika Selatan,
Spanyol, Perancis, Argentina, dan Meksiko (James, 1999).
Dari pengalaman selama lima tahun, ternyata tanaman transgenik tahan
hama dapat menurunkan ketergantungan petani pada pestisida. Dengan
demikian, menurunkan polusi lingkungan dan keracunan pada hewan dan
manusia, misalnya petani kapas Bt di Arizona, USA. Penanaman kapas Bt
pada tahun 1997 menurunkan 5,4 kali semprot untuk hama target pink
bollworm dan penghematan tersebut jika diuangkan mencapai US$ 80 per
acre (Carriere et ai, 2001). Secara umum, penanaman kapas Bt secara
global menurunkan pemakaian pestisida sebesar 10-15% (Roush, 1994).
Pengendalian dengan pestisida maupun varietas tahan (tradisional
maupun transgenik) mengalami permasalahan, yaitu resistensi serangga
hama terhadap bahan aktif baik di pestisida maupun dalam tanaman
(Bahagiawati, 2000b; 2001a; 2001b). Resistensi adalah suatu proses di
rnana populasi hama terseleksi dan setelah beradaptasi, dapat hidup dan
berkembang biak jika dihadapkan pada suatu jenis pestisida atau tanaman
tahan di mana terjadinya proses seleksi dan adaptasi tersebut. Untuk
mengendalikan populasi hama tanaman yang telah resisten terhadap
pestisida maupun varietas tahan, selain sulit, juga memerlukan biaya
yang besar. Resistensi hama mempunyai basis genetik, lingkungan, dan
faktor ekologi yang mempengaruhi perkembangan resistensi tersebut.
Resistensi ini seyogyanya dapat dikendalikan dengan manajemen resistensi
yang sesuai.
Pada saat ini, lebih dari 40 tanaman transgenik telah dilepas secara
komersial di dunia. Jumlah ini akan terus meningkat pada tahun-tahun
rnendatang (Whalon dan Norris, 1999). Pengalaman membuktikan
bahwa hama serangga dapat beradaptasi dengan faktor resisten, sehingga
perhatian akan perkembangan serangga menjadi resisten dan cara untuk
mengontrol resistensi tersebut harus diperhatikan secara serius. Masalah
yang disebabkan oleh daya adaptasi serangga terhadap pestisida dan
varietas tahan, baik yang dibuat secara konvensional maupun dengan
rekayasa genetika dapat menyebabkan biaya yang tinggi. Biaya ini dapat
berupa hilangnya kepercayaan masyarakat petani pada
pemerintah/perusahaan penghasil benih dan lembaga terkait lainnya dan
dapat menyebabkan masa pakai/jual yang pendek terhadap produk yang
dihasilkan.
MACAM-MACAM PENYAKIT TANAMAN
Secara umum penyakit tumbuhan dapat dapat diklasifikasikan atau dikelompokan sebagai berikut :
I. Penyakit tumbuhan yang bersoifat infeksi atau (parasit)
1. Penyakit yang disebabkan oleh jamur
2. Penyakit yang disebabkan oleh prokariota (bakteri dan
mikoplasma)
3. Penyakit yang disebabkan oleh tumbuhan tinggi parasit
4. Penyakit yang disebabkan oleh virus dan viroid
5. Penyakit yang disebabkan oleh nematoda
6. Penyakit yang disebabkan oleh protozoa
II. Penyakit non-infektif, atau abiotik (fisiopath) adalah penyakit
yang disebabkan oleh:
1. Suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah
2. Kekurangan atau kelebihan kelembaban tanah
3. Kekurangan atau kelebihan cahaya
4. Kekurangan oksigen
5. Polusi udara
6. Difesiensi hara
7. Keracunan hara
8. Kemasaman atau salinitas
9. Toksisitas pestisida
10. Kultur teknis yang salah
Tumbuhan menjadi sakit apabila tumbuhan tersebut diserang oleh patogen
(parasit) atau dipengaruhi oleh agensia abiotik (fisiopath). Oleh karena
itu, untuk terjadinya penyakit tumbuhan, sedikitnya harus terjadi
kontak dan terjadi interaksi
antara dua komponen (tumbuhan dan patogen). Jika pada saat terjadinya
kontak dan untuk beberapa saat kemudian terjadi keadaan yang sangat
dingin, sangat panas, sangat kering, atau beberapa keadaan ekstrim
lainnya, maka patogen
mungkin tidak mampu menyerang atau tumbuhan mungkin mampu menahan
serangan, meskipun telah terjadi kontak antara keduanya, penyakit tidak
berkembang. Nampaknya komponen ketiga juga harus terdapat untuk dapat
berkembangnya penyakit. Akan tetapi, masing-masing dari ketiga komponen
tersebut dapat memperlihatkan keragaman yang luar biasa, dan apabila
salah satu komponen tersebut berubah, maka akan mempengaruhi tingkat
serangan penyakit dalam individu tumbuhan atau dalam populasi tumbuhan.
Interaksi ketiga komponen tersebut telah umum digambarkan sebagai
suatu segitiga, umumnya disebut segitiga penyakit (disease triangle).
Setiap sisi sebanding dengan total jumlah sifat-sifat tiap komponen yang
memungkinkan terjadinya penyakit. Sebagai contoh, jika tumbuhan
bersifat tahan, umumnya pada tingkat yang tidak menguntungkan atau
dengan jarak tanam yang lebar maka segitiga penyakit – dan jumlah
penyakit – akan kecil atau tidak ada, sedangkan jika
tuimbuhan rentan, pada tingkat pertumbuhan yang rentan atau dengan jarak
tanam rapat, maka sisi inangnya akan panjang dan jumlah potensial
penyakit akan bertambah besar. Dengan cara yang sama, patogen lebih virulen,
dalam jumlah berlimpah dan dalam keadaan aktif, maka sisi patogen akan
bertambah panjang dan jumlah potensial penyakitnya lebih besar. Juga
keadaan lebih menguntungkan yang membantu patogen, sebagai contoh suhu,
kelembaban dan angin yang dapat menurunkan tingkat ketahanan inang, maka
sisi lingkungan akan menjadi lebih panjang dan jumlah potensial
penyakit lebih besar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar