MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Kamis, 03 November 2011

PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN DENGAN SISTEM AGROFORESTRI


1. KONDISI HUTAN TROPIS DI INDONESIA
Sebagian besar hutan alam di Indonesia termasuk dalam hutan hujan tropis. Banyak para ahli yang mendiskripsi hutan hujan tropis sebagai ekosistem spesifik, yang hanya dapat berdiri mantap dengan keterkaitan antara komponen penyusunnya sebagai kesatuan yang utuh. Keterkaitan antara komponen penyusun ini memungkinkan bentuk struktur hutan tertentu yang dapat memberikan fungsi tertentu pula seperti stabilitas ekonomi, produktivitas biologis yang tinggi, siklus hidrologis yang memadai dan lain-lain. Secara de facto tipe hutan ini memiliki kesuburan tanah yang sangat rendah, tanah tersusun oleh partikel lempung yang bermuatan negatif rendah seperti kaolinite dan illite. Kondisi tanah asam ini memungkinkan besi dan almunium menjadi aktif di samping kadar silikanya memang cukup tinggi, sehingga melengkapi keunikan hutan ini. Namun dengan pengembangan struktur yang mantap terbentuklah salah satu fungsi yang menjadi andalan utamanya yaitu ”siklus hara tertutup” (closed nutrient cycling) dan keterkaitan komponen tersebut, sehingga mampu mengatasi berbagai kendala/keunikan tipe hutan ini (Withmore, 1975).
Kondisi tanah hutan ini juga menunjukkan keunikan tersendiri. Aktivitas biologis tanah lebih bertumpu pada lapisan tanah atas (top soil). Aktivitas biologis tersebut sekitar 80% terdapat pada top soil saja. Kenyataan-kenyataan tersebut menunjukkan bahwa hutan tropika basah merupakan ekosistem yang rapuh (fragile ecosystem), karena setiap komponen tidak bisa berdiri sendiri. Disamping itu dijumpai pula fenomena lain yaitu adanya ragam yang tinggi antar lokasi atau kelompok hutan baik vegetasinya maupun tempat tumbuhnya (Marsono, 1991).
2. SISTEM AGROFORESTRI
Alih fungsi lahan hutan menjadi lahan pertanian disadari menimbulkan banyak masalah seperti penurunan kesuburan tanah, erosi, kepunahan flora dan fauna, banjir, kekeringan dan bahkan perubahan lingkungan global. Masalah ini bertambah berat dari waktu ke waktu sejalan dengan meningkatnya luas areal hutan yang dikonversikan menjadi lahan usaha lain. Agroforestri adalah salah satu sistem pengelolaan lahan yang mungkin dapat ditawarkan untuk mengatasi Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri masalah yang timbul akibat adanya alih fungsi lahan tersebut dan sekaligus untuk mengatasi masalah ketersediaan pangan.
Konsepsi “agroforestry” dirintis oleh suatu tim dari Canadian International Development Centre, yang bertugas untuk mengindentifikasi prioritas-prioritas pembangunan di bidang kehutanan di negara-negara berkembang dalam tahun 1970-an. Oleh tim ini dilaporkan bahwa hutan-hutan di negara tersebut belum cukup dimanfaatkan. Penelitian yang dilakukan di bidang kehutanan pun
sebagian besar hanya ditujukan kepada dua aspek produksi kayu, yaitu eksploitasi secara selektif di hutan alam dan tanaman hutan secara terbatas.
Agroforestri diharapkan bermanfaat selain untuk mencegah perluasan tanah terdegradasi, melestarikan sumberdaya hutan, meningkatkan mutu pertanian serta menyempurnakan intensifikasi dan diversifikasi silvikultur. Sistem ini telah dipraktekan oleh petani di berbagai tempat di Indonesia selama berabad-abad (Michon dan de Foresta, 1995), Dalam Bahasa Indonesia, kata Agroforestry dikenal dengan istilah wanatani atau agroforestri yang arti sederhananya adalah menanam pepohonan di lahan pertanian. Menurut De Foresta dan Michon (1997), agroforestri dapat dikelompokkan menjadi dua sistem, yaitu sistem agroforestri sederhana dan sistem agroforestri kompleks.
Sistem agroforestri sederhana adalah suatu sistem pertanian dimana pepohonan ditanam secara tumpang-sari dengan satu atau lebih jenis tanaman semusim. Pepohonan bisa ditanam sebagai pagar mengelilingi petak lahan tanaman pangan, secara acak dalam petak lahan, atau dengan pola lain misalnya berbaris dalam larikan sehingga membentuk lorong/pagar. Jenis-jenis pohon yang ditanam juga sangat beragam, bisa yang bernilai ekonomi tinggi misalnya kelapa, karet, cengkeh, kopi, kakao (coklat), nangka, melinjo, petai, jati dan mahoni atau yang bernilai ekonomi rendah seperti dadap, lamtoro dan kaliandra. Jenis tanaman semusim biasanya berkisar pada tanaman pangan yaitu padi (gogo), jagung, kedelai, kacang-kacangan, ubi kayu, sayursayuran dan rerumputan atau jenis-jenis tanaman lainnya.
Sistem agroforestri kompleks, adalah suatu sistem pertanian menetap yang melibatkan banyak jenis tanaman pohon (berbasis pohon) baik sengaja ditanam maupun yang tumbuh secara alami pada sebidang lahan dan dikelola petani mengikuti pola tanam dan ekosistem menyerupai hutan. Di dalam sistem ini, selain terdapat beraneka jenis pohon, juga tanaman perdu, tanaman
Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri memanjat (liana), tanaman musiman dan rerumputan dalam jumlah besar. Ciri utama dari sistem agroforestri kompleks ini adalah kenampakan fisik dan dinamika di dalamnya yang mirip dengan ekosistem hutan alam baik hutan primer maupun hutan sekunder, oleh karena itu sistem ini dapat pula disebut sebagai Agroforestri (Icraf dalam Hairiah et al. 2003).
3. RUANG LINGKUP AGROFORESTRI
Pada dasarnya agroforestri terdiri dari tiga komponen pokok yaitu kehutanan, pertanian dan peternakan (Hairiah et al, 2003). Penggabungan tiga komponen yang termasuk dalam agroforestri adalah:
• Agrisilvikultur = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
(pepohonan, perdu, palem, bambu, dll.) dengan komponen pertanian.
• Silvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan
dengan peternakan
• Agrosilvopastura = Kombinasi antara komponen atau kegiatan pertanian
dengan kehutanan dan peternakan/hewan Di samping ketiga kombinasi tersebut, Nair (1987) menambah sistem-sistem lainnya yang dapat dikategorikan sebagai agroforestri. Beberapa contoh yang menggambarkan sistem lebih spesifik yaitu:
• Silvofishery = kombinasi antara komponen atau kegiatan kehutanan dengan perikanan.
• Apiculture = budidaya lebah atau serangga yang dilakukan dalam kegiatan atau komponen kehutanan.
Tujuan akhir program agroforestri adalah meningkatkan kesejahteraan rakyat petani, terutama yang di sekitar hutan, yaitu dengan memprioritaskan partisipasi aktif masyarakat dalam memperbaiki keadaan lingkungan yang rusak dan berlanjut dengan memeliharanya. Program-program agroforestri diarahkan pada peningkatan dan pelestarian produktivitas sumberdaya, yang akhirnya akan meningkatkan taraf hidup masyarakat (Anonim 1992).
SISTEM AGROFORESTRI REHABILITASI DAN PERLINDUNGAN LINGKUNGAN PENINGKATAN PRODUKTIVITAS LAHAN PERBAIKAN SOSIAL EKONOMI
Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri Tujuan tersebut diharapkan dapat dicapai dengan cara mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/hewan) atau interaksi antara komponen-komponen tersebut dengan lingkungannya. Dalam kaitan ini ada beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya, yaitu dalam hal:
1. Produktivitas
(Productivity): Dari hasil penelitian dibuktikan bahwa produk total sistem campuran dalam agroforestri jauh lebih tinggi dibandingkan pada monokultur (penanaman satu jenis). Adanya tanaman campuran memberikan keuntungan, karena kegagalan satu komponen/jenis tanaman akan dapat ditutup oleh keberhasilan komponen/jenis tanaman lainnya.
2. Diversitas
(Diversity): Adanya pengkombinasian dua komponen atau lebih daripada sistem agroforestri menghasilkan diversitas (keragaman) yang tinggi, baik menyangkut produk maupun jasa. Dengan demikian dari segi ekonomi dapat mengurangi risiko kerugian akibat fluktuasi harga pasar. Sedangkan dari segi ekologi dapat menghindarkan kegagalan fatal pemanen sebagaimana dapat terjadi pada penanaman satu jenis (monokultur).
3. Kemandirian (Self-regulation): Diversifikasi yang tinggi dalam agroforestri diharapkan mampu memenuhi kebutuhan pokok masyarakat, dan petani kecil dan sekaligus melepaskannya dari ketergantungan terhadap produk produk luar. Kemandirian sistem untuk berfungsi akan lebih baikdalam arti tidak memerlukan banyak input dari luar (a.l. pupuk, pestisida), dengan diversitas yang lebih tinggi daripada sistem monokultur
4. Stabilitas (Stability): Praktek agroforestri yang memiliki diversitas dan produktivitas yang optimal mampu memberikan hasil yang seimbang sepanjang pengusahaan lahan, sehingga dapat menjaminstabilitas (dan kesinambungan) pendapatan petani. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri
4. PEMILIHAN JENIS POHON AGROFORESTRI
Petani menanaman pohon karena dua alasan, yaitu untuk produksi dan pelayanan (servis). Untuk produksi artinya untuk bahan bangunan, kayu bakar, obat-obatan dll. Sedangkan yang bersifat pelayanan adalah untuk pengendalian erosi, meningkatkan kesuburan, memperbaiki struktur tanah, konservasi biodiversitas dan tentu saja untuk penyimpanan karbon dan mengurangi efek rumah kaca. Menurut Suryanto et al (2005), Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pemilihan jenis untuk ditanam:
1. Tujuan penanaman
2. Jenis potensial dan tersedia
3. Jenis yang bisa tumbuh di lokasi
Tujuan penanaman misalnya :
1. Untuk penghara industri
2. Untuk pemanfaatan domestik
3. Perlindungan lingkungan
4. Bagian integral pembangunan pedesaan.
Dalam pemilihan dan penanaman jenis pohon dalam agroforestri dikenal istilah ”Domestikasi Pohon”. Domestikasi pohon agroforestri adalah usaha percepatan dan evolusi yang dipengaruhi oleh manusia yang membawa jenisjenis tertentu ditanam secara luas melalui kebutuhan petani atau proses arahan Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri pasar. Domestikasi pohon meliputi serangkaian kegiatan-kegiatan eksplorasi dan pengumpulan populasi genetik alam atau antropogenik, evaluasi dan seleksi jenis dan provenan yang sesuai, pengembangan teknik pengelolaan, pemanfaatan dan pemasaran hasi pohon dan pembangunan dan penyebaran informasi teknis (Suryanto et al, 2005).
Dalam sistem agroforestri pohon-pohonan memberikan penutup secara permanen, dengan demikian dapat lebih banyak menggunakan energi matahari. Pohon-pohonan dapat memperkaya tanah dengan seresah yang gugur diatasnya, dan dapat juga merubah iklim mikro.
Keuntungan-keuntungan lainnya yang bisa didapat dengan penanaman
pohon-pohonan:
1. memberikan diversifikasi hasil. Disamping buah dapat juga dimanfaatkan kayunya
2. memberikan jaminan terhadap kegagalan hasil, kerena pohon-pohonan merupakan "modal berdiri'
3. berpengaruh baik terhadap tata air
4. mengurangi terjadinya suhu-suhu ekstrim, baik di udara,dalam tanah, dan dalam batang dan daun,sehingga meningkatkan produktivitas tanaman pertanian
5. dapat mengurangi kerusakan-kerusakan terhadap tanaman pertanian yang disebabkan oleh hujan yang deras
Peningkatan produktivitas sistem agroforestri dapat dilakukan melalui diversifikasi hasil dari komponen yang bermanfaat, dan menurunkan jumlah masukan atau biaya produksi. Contoh upaya penurunan masukan dan biaya produksi yang dapat diterapkan dalam sistem agroforestri: Penggunaan pupuk nitrogen dapat dikurangi dengan pemberian pupuk hijau dari tanaman yang bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen.
Kandungan nitrogen di udara sebanyak ± 78%, tetapi nitrogen ini tidak dapat langsung dimanfaatkan oleh tanaman. Tanaman tertentu bersimbiosis dengan bakteri penambat Nitrogen Rhizobium dan Frankia yang mampu mengikat nitrogen dari udara dan menyediakannya bagi kebutuhan tanaman.
Beberapa Jenis pohon yang bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen adalah: Acacia auriculiform, Acacia mangium, Paraserianthes falcataria, Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri
Casuarina equasetifolia, Erythrina variegata L, Intsia bijuga, Intsia palembanica, Intsia ambonensis,Tamarindus indicus Linn, Pterocarpus indicus Willd, Inocarpus fagifer, Pongamia pinnata, Gliricidia sepium dan Leucaena leucocephala.
Di samping jenis yang bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen, jenis-jenis lain seperti Artocarpus elasticus, Artrocarpus interger, Anthocephalus chinensis, Urophyllum polyneurum,Macaranga gigantea, dan Macaranga winkleri adalah sumber-sumber nitrogen yangbaik, karena daunnya berkadar nitrogen yang tinggi. Kadar phosphorus yang tinggi terdapat pada daun Artocarpus interger, Anthocephalus chinensis, Cananga odorata, Lindera lucida, Nephelium lappaceum, Pithecellobium microcarpum dan Symplocos fasciculata sedangkan potassium dengan kadar tinggi terdapat pada daun Artocapus elasticus, Artocarpus interger, Bridelia glauca, Eusideroxylon zwageri, Lindera lucida, Nauclea orientalis, Payena lucida dan Saurauia subcordata.
Kadar calcium yang tinggi didapat pada Artocarpus elasticus, Bridelia gluaca, Cananga odorara, Cratoxylum sumatranum, Duabanga molucanna dan Symplocos fasciculata, sedangkan kadar magnesium yang tinggi didapat pada Cananga odorata, Macaranga gigantea, Macaranga winkleri, Saurania subcordata dan Symplocos fasciculata. Jenis- jenis ini dapat digunakan untuk memperbaiki tanah-tanah rusak/kritis.
5. PERGILIRAN TANAMAN DALAM SISTEM AGROFORESTRI
Keuntungan yang diharapkan dari sistem agroforestri ini ada dua yaitu produksi dan pelayanan lingkungan, seperti yang dinyatakan oleh Ong dalam Suprayogo et al (2003) bahwa “Sistem agroforestri dapat menggantikan fungsi ekosistem hutan sebagai pengatur siklus hara dan pengaruh positif terhadap lingkungan lainnya, dan di sisi lain dapat memberikan keluaran hasil yang diberikan dalam sistem pertanian tanaman semusim”.
Agroforestri mempunyai banyak bentuk, bila ditinjau dari segi ruang dan waktu. Ditinjau dari segi ruang agroforestri mencakup dua dimensi yaitu vertikal dan horizontal. Pada dimensi vertikal, peran agroforestri terutama berhubungan erat dengan pengaruhnya terhadap ketersediaan hara, penggunaan dan Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri penyelamatan (capture) sumber daya alam.
Bila ditinjau dari segi waktu, dua komponen agroforestri yang berbeda dapat ditanam bersamaan atau bergiliran. Pola Kombinasi tanaman kehutanan dan pertanian sistem agroforestri harus memperhatikan ketersediaan hara dalam tanah terutama dari segi pemilihan jenis dan pergiliran tanaman pertanian. Agar tanah tidak terkuras unsur hara maka perlu dibuat pergiliran tanaman pertanian yang dikombinasikan dengan tanaman kehutanan. Setelah beberapa kali penanaman dan panen tanaman pertanian perlu digantikan dengan tanaman kacang-kacangan yang termasuk dalam jenis leguminosae. Jenis ini dapat bersimbiosis dengan bakteri penambat nitrogen untuk menyuburkan tanah kembali.
Pergiliran tanaman ini juga perlu dilakukan terutama ketika lahan sudah ditanam dengan ubi kayu / singkong (Manihot sp). Singkong (Manihot sp) merupakan tanaman yang sangat ”rakus” karena menguras unsur hara di dalam tanah.
6. PERBAIKAN KESUBURAN TANAH OLEH AGROFORESTRI
Dalam sistem agroforestri terdapat interaksi ekologis dan ekonomis antara komponen-komponen yang berbeda. Agroforestri ditujukan untuk memaksimalkan penggunaan energi matahari, meminimalkan hilangnya unsur hara di dalam sistem, mengoptimalkan efesiensi penggunaan air dan meminimalkan runoff serta erosi. Dengan demikian mempertahankan manfaatmanfaat yang dapat diberikan oleh tumbuhan berkayu tahunan (perennial) setara dengan tanaman pertanian konvensional dan juga memaksimalkan keuntungan keseluruhan yang dihasilkan dari lahan sekaligus mengkonservasi dan menjaganya.
Menurut Young dalam Suprayogo et al (2003) ada empat keuntungan terhadap tanah yang diperoleh melalui penerapan agroforestri antara lain adalah:
(1) memperbaiki kesuburan tanah,
(2) menekan terjadinya erosi
(3) mencegah perkembangan hama dan penyakit,
(4) menekan populasi gulma. Peran utama agroforestri dalam mempertahankan kesuburan tanah, antara lain melalui empat mekanisme:
(1) mempertahankan kandungan bahan organik tanah, Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri
(2) mengurangi kehilangan hara ke lapisan tanah bawah,
(3) menambah N dari hasil penambatan N bebas dari udara,
(4) memperbaiki sifat fisik tanah, Teknik konservasi tanah dan air pada daerah berlereng dilakukan dengan pembuatan terasering atau melakukan penanaman mengikuti garis kontur di dalam lorong dengan menggunakan tanaman penyangga berupa campuran tanaman tahunan (perkebunan, buah-buahan, polong-polongan dan tanaman industri) sayuran dan rumput untuk pakan ternak.
Sistem penamaman agroforestri pada daerah berlereng dapat menggunakan Sistem SlopingAgricultural Land Technology (SALT), suatu bentuk Alley Cropping (tanaman lorong). Sistem SALT diselenggarakan dalam suatu proyek di Mindanao Baptist Rural Life Center Davao Del Sur. Dalam proyek ini, dapat ditunjukkan bahwa cara bercocok tanam dan pengaturan letak tanaman, terutama di daerah berlereng, sangat berperan dalam konservasi tanah dan air, serta produksi hasil pertaniannya. Penggunaan mulsa lamtoro (Leucaena leucocephala) dapat meningkatkan kesuburan tanah dan pendapatan petani, sedangkan bahaya erosi dapat diperkecil. Pendapatan para petani dapat meningkat dua kali setelah mengikuti semua aturan yang ditentukan selama empat tahun.
Pokok-pokok aturan dalam penyelenggaraan SALT adalah sebagai berikut :
1. Penanaman lamtoro dua baris pada tanah yang telah diolah secara baik, dengan antara 0,5 meter. Setelah tingginya 3 -4 meter dipangkas satu meter di atas tanah. Daun dan ranting lamtoro diletakkan di bawah tanaman tahunan atau areal / lajur tanaman pangan.
2. Jarak barisan tanaman lamtoro 4 - 6 meter, tergantung pada kemiringan lahan.
3. Tanaman keras ditanam bersamaan dengan lamtoro dengan cara cemplongan, jarak 4 - 7 meter.
4. Tanaman pangan dimulai setelah batang lamtoro sebesar jari. Pengolahan tanah untuk tanamanpangan dilakukan pada lajur/ lorong yang berselang-seling dengan lajur tanaman keras atau lajur yang tidak diolah. Peningkatan Produktivitas Lahan Dengan Sistem Agroforestri
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 1992. Agrforestri, Manual Kehutanan, Departemen Kehutanan Republik
Indonesia. Jakarta.
De Foresta, H. and G. Michon, 1997. The agroforest alternative to Imperata
grasslands: when smallholder agriculture and forestry reach
sustainability. Agroforestry Systems. Published by ICRAF, ORSTOM,
CIRAD-CP and the Ford Foundation.
Hairiah, K, M. A. Sardjono, dan S. Sabarnurdin, 2003. Pengantar Agroforestri.
Indonesia World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional
Office. PO Box 161 Bogor, Indonesia
Marsono, Dj 1991. Potensi dan Kondisi Hutan Hujan Tropika Basah di Indonesia.
Buletin Instiper Volume.2. No.2. Institut Pertanian STIPER. Yogyakarta.
Michon, G dan H. de Foresta,1993, Peranan Agroforest. Peranan Sistem
Agroforest Bagi Dunia Kehutanan dan Pertanian ICRAF and BIOTROP,
Bogor,
Suprayogo. D, K Hairiah, N Wijayanto, Sunaryo dan M Noordwijk, 2003, Peran
Agroforestri pada Skala Plot: Analisis Komponen Agroforestri sebagai
Kunci Keberhasilan atau Kegagalan Pemanfaatan Lahan Indonesia
World Agroforestry Centre (ICRAF), Southeast Asia Regional Office. PO
Box 161 Bogor, Indonesia
Suryanto, P, Budiadi dan S. Sabarnurdin, 2005. Agroforestry (Bahan Ajar).
Fakultas Kehutanan. Universitas Gadjah Mada. Yogyakarta.

1 komentar: