MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Minggu, 20 November 2011

Analis Usahatani Padi Sawah Dengan Pendekatan PTT

Pada umumnya petani  tidak mencatat dan menghitung secara rinci biaya dan penerimaan dari usahatani padi sawah. Hal ini disebabkan, pengetahuan petani yang masih rendah dan merasa tidak perlu.  Akan tetapi untuk mengetahui  tingkat pendapatan dan keuntungan yang diperoleh, maka perlu dilakukan analisis usahatani.
Komponen analisis tersebut dibedakan atas dua komponen yaitu : 1) komponen biaya, meliputi: a) sewa traktor  dan pengolahan tanah,  b) saprodi, c) tenaga kerja dan biaya lainnya (sewa pompa air), 2) komponen pendapatan, meliputi : a) produksi b) harga gabah kering giling (GKG) dan c) penerimaan. Keuntungan finansial usahatani diperoleh selisih penerimaan dengan total biaya produksi.
Secara rinci analisis usahatani padi sawah dengan pendekatan PTT disajikan pada Tabel di bawah ini
Analisis usahatani padi sawah di lahan sawah semi intensif,

Komponen Biaya  dan Pendapatan
Sebelum Prima Tani (Tanpa Pendekatan  PTT) (Rp)
Setelah Prima Tani     (Pendekatan PTT) (Rp)
A. Biaya
 
1. Saprodi
 
 
    -  Benih 
179.000
196.200
    -  Urea 
137.500
189.500
    -  SP-36 
99.830
182.400
    -   KCl
91.200
116.500
    -  Pupuk Kandang
-
77.300
    -  Pestisida/herbisida
89.200
129.800
2. Tenaga Kerja
 
 
     - Persiapan lahan
190.000
197.700
    - Pengolahan tanah
600.000
600.000
    - Cabut bibit
150.000
150.000
    -  Penanaman
450.000
450.000
    -  Pemupukan 
120.000
108.400
    - Penyiangan
150.000
160.100
    - Penyemprotan
90.000
85.800
    - Panen dan merontok
636.470
759.700
    - Jemur
80.000
99.800
   -  Lainnya
159.000
179.300
Total Biaya
3.222.200
3.682.500
B. Pendapatan
 
 
  • Produksi (kg)
2.030
3.660
  • Harga GKG (Rp/Kg)
1.800
1.800
  • Pendapatan (Rp/ha/MT)
3.654.000
6.588.000
C. Keuntungan (Rp)
431.800
2.905.500
D. R/C Rasio
1,13
1.79
E. MBCR
 
6.37                              
 
Tabel di atas menunjukan bahwa hampir pada semua komponen biaya dan komponen penerimaan terjadi perbedaan antara sebelum dan setelah menerapkan pendekatan PTT. Biaya yang tidak mengalami perubahan adalah pengolahan tanah,  tanam, dan cabut bibit. Hal tersebut disebabkan tidak adanya perubahan jasa sewa traktor sebelum dan setelah penerapan PTT.
Biaya yang mengalami peningkatan perubahan adalah biaya bahan yang terdiri dari benih, pupuk, pestisida dan herbisida.  Sebelum penerapan pendekatan PTT, biaya yang dikeluarkan sebesar Rp.596.730,- sedangkan setelah penerapan pendekatan PTT naik menjadi Rp. 891.700,- atau terjadi kenaikan sebesar 0,49 %. Hal ini disebabkan oleh harga benih unggul lebih mahal, volume pupuk yang diaplikasikan setelah penerapan PTT lebih besar (sesuai dengan kebutuhan analisis tanah), dan penggunaan pestisida dan herbisida yang lebih besar pula, sehingga akan berdampak pada besarnya biaya yang dikeluarkan.
Penggunaan tenaga kerja pada kegiatan persiapan lahan, pemupukan, penyemprotan, penyiangan, panen, merontok, penjemuran dan biaya lainnya, setelah menerapkan pendekatan PTT mengalami kenaikan pula sebesar Rp.460.300.- Hal ini disebabkan oleh peningkatan produktivitas padi setelah menerapkan pendekatan PTT, sehingga memerlukan tambahan curahan tenaga kerja, terutama pada kegiatan panen dan merontok.
Meningkatnya produktivitas padi petani setelah menerapkan pendekatan PTT diikuti oleh peningkatan keuntungan finansial. Sebelum melakukan pendekatan PTT, produktivitasnya hanya 2,03 t/ha/MT, namun setelah menerapkan pendekatan PTT produktivitasnya meningkat menjadi 3,66 t/ha/MT, atau terjadi peningkatan hasil sebesar 80.30%. Keuntungan finansial petani sebelum menerapkan pendekatan PTT sebesar Rp. 431.800/ha/MT dan setelah  setelah menerapkan pendekatan PTT meningkat menjadi  Rp. 2.905.500/ha/MT dengan harga GKP Rp. 1.800,-.
Begitu pula jika dilihat dari kelayakan usahanya, terjadi peningkatan nilai R/C rasio dari sebesar 1,13 menjadi 1,79. Secara keseluruhan, dengan analisis MBCR diketahui bahwa perubahan teknologi yang diintroduksikan layak secara ekonomi. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai MBCR > 1 yaitu sebesar 6,37 yang berarti tambahan biaya untuk penerapan teknologi sebesar Rp. 1.000 akan diperoleh tambahan penerimaan sebesar  Rp. 6.370.
Implementasi model  PTT di tingkat petani yang dilaksanakan sesuai anjuran selain dapat meningkatkan hasil GKP juga dapat meningkatkan efisiensi input produksi seperti penggunaan benih dan pupuk masing-masing 35-40% dan 30-66%, sehingga dapat meningkatkan keuntugan sebesar Rp.2,7 juta/ha dibanding dengan petani yang tidak menerapkan PTT.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar