MENUJU PERTANIAN ORGANIK

SELAMAT DATANG

Kamis, 03 November 2011

Pengaruh Bahan organik Pada Sifat Kimia Tanah


BAB I
PENDAHULUAN

Revolusi Hijau sebagai tonggak dalam modernisasi pertanian telah memberikan sumbangan yang berarti bagi ketersediaan pangan yang cukup, untuk memenuhi kebutuhan manusia yang semakin meningkat jumlahnya. Di dalam modernisasi pertanian telah diperkenalkan berbagai teknologi dan metode baru budidaya tanaman sehingga mampu meningkatkan produktivitas dan kualitas hasil panen. Teknik dan metode yang digunakan saat ini antara lain, pengolahan lahan yang baik, pengairan yang cukup, penggunaan benih unggul, pemberian pupuk berimbang, pengendalian hama dan penyakit tanaman secara efektif, serta penanganan pasca panen yang tepat. Teknik dan metode tersebut telah digunakan secara luas di berbagai negara di dunia, termasuk di Indonesia.


Salah satu keunggulan dari teknologi pertanian modern adalah kemampuannya untuk meningkatkan produksi pertanian dari lahan yang relatif tetap, sehingga dapat dihindari pembukaan lahan-lahan baru yang dapat mengganggu keseimbangan dan kerusakan ekologi. Dari suatu satuan lahan dapat diusahakan peningkatan hasil melalui peningkatan jumlah pertanaman maupun peningkatan hasil panen melalui penggunaan masukan-masukan produksi yang efisien. Program intensifikasi pertanian telah memperlihatkan hasil yang nyata selama beberapa dekade terakhir, di mana produksi pertanian dapat ditingkatkan sejalan dengan peningkatan jumlah penduduk.
Untuk itu teknologi lahan kenservasi untuk pertanian berkelanjutan sangat menunjang untuk meningkatkan hasil produksi yang maksimal dengan lahan yang tetap, salah satunya dengan pemanfaatan bahan organik dalam konservasi lahan pertanian.

1. Latar Belakang
Pencemaran lingkungan terutama lingkungan pertanian disebabkan oleh penggunaan bahan-bahan kimia pertanian dapat dibuktikan secara nyata bahwa bahan-bahan kimia pertanian dalam hal ini pestisida, meningkatkan produksi pertanian dan membuat pertanian lebih efisien dan ekonomi. Pencemaran oleh pestisida tidak saja pada lingkungan pertanian tapi juga dapat membahayakan kehidupan manusia dan hewan dimana residu pestisida terakumulasi pada produk-produk pertanian dan pada perairan.

Dalam bidang pertanian pestisida merupakan sarana untuk membunuh jasad pengganggu tanaman. Dalam konsep Pengendalian Hama Terpadu, pestisida berperan sebagai salah satu komponen pengendalian, yang mana harus sejalan
dengan komponen pengendalian hayati, efisien untuk mengendalikan hama tertentu, mudah terurai dan aman bagi lingkungan sekitarnya. Penerapan usaha intensifikasi pertanian yang menerapkan berbagai teknologi, seperti penggunaan pupuk, varietas unggul, perbaikan pengairan, pola tanam serta usaha pembukaan lahan baru akan membawa perubahan pada ekosistem yang sering kali diikuti dengan timbulnya masalah serangan jasad penganggu. Cara lain untuk mengatasi jasad penganggu selain menggunakan pestisida kadang-kadang memerlukan waktu, biaya dan tenaga yang besar dan hanya dapat dilakukan pada kondisi tertentu.


Berdasarkan data yang diperoleh Theresia (1993) dalam Sa'id (1994), di Indonesia kasus pencemaran oleh pestisida menimbulkan berbagai kerugian. Di Lembang dan Pengalengan tanah disekitar kebun wortel, tomat, kubis dan buncis telah tercemar oleh residu organoklorin yang cukup tinggi. Juga telah tercemar beberapa sungai di Indonesia seperti air sungai Cimanuk dan juga tercemarnya produk-produk hasil pertanian. Pencemaran lingkungan persawahan dapat ditimbulkan karena penggunaan secara intensif bahan-bahan kimia dalan bentuk pupuk, obat-obatan pembasmi hama (pestisida) dan tanaman pengganggu

Pola pertanian yang praktis perlu diupayakan suatu teknik dan metode baru bagi petani untuk menanggulagi masalah-masalah tersebut.maka dalam hal ini akan dibahas mengenai pertanian yang organik tersebut dengan fase stanaman yang aman bagi konsumen dan lingkungan itu sendiri.

2. Permasalahan
Pengolahan tanah modern dinilai sebagai salah satu penyebab dari krisis pertanian, padahal petani harus meningkatkan produksi untuk memberi makan penduduk dunia pada tahun yang akan datang. Melalui intensifikasi pertanian, lahan diolah secara sempurna. Pengolahan lahan secara sempurna menyebabkan bongkahan-bongkahan tanah tercuci dan tererosi oleh air hujan maupun air irigasi. Bahan-bahan organik dan mineral tanah pada lapisan olah yang tererosi tersebut kemudian hanyut terbawa air ke sungai dan selanjutnya ke laut. Proses yang berulang secara terus menerus tersebut akhirnya menurunkan kandungan bahan organik dan mineral tanah yang berakibat pada penurunan kesuburan lahan pertanian. Diperkirakan puluhan kilogram mineral tanah tererosi setiap tahunnya.
Di samping itu, erosi juga mengakibatkan pendangkalan sungai, menyebabkan sungai-sungai menjadi keruh dan kehidupan biota air terganggu. Singkatnya, pengolahan tanah sempurna cara konvensional dalam jangka panjang akan menurunkan produktivitas lahan pertanian dan kerusakan lingkungan, sehingga dikuatirkan bahwa penggunaan teknik dan metoda konvensional saat ini tidak dapat memenuhi kebutuhan pangan manusia di masa mendatang, serta menurunkan daya dukung lahan pertanian.
3. Rumusan Masalah
Oleh karena adanya permasalahan di atas, maka perlu diupayakan suatu teknik dan metode baru bagi petani untuk menanggulagi masalah-masalah tersebut. Teknik dan metoda baru tersebut setidak-tidaknya harus memenuhi empat kriteria utama yaitu: pertama, bahwa teknologi tersebut adalah mudah dan praktis dalam aplikasinya di lapangan; kedua, dapat menekan biaya produksi pertanian; ketiga, dapat meningkatkan produktivitas tanaman; dan yang keempat, mencegah degradasi lahan dan lingkungan dalam jangka panjang.

Dengan demikian maka diharapkan petani dapat menikmati keuntungan di dalam usahataninya serta produktivitas pertanian yang aman, dan secara ekologis dapat dipertahankan dalam jangka panjang.


BAB II
PEMBAHASAN
Salah satu teknik dan metoda yang diyakini sebagai jalan keluar bagi permasalahan petani di atas adalah yang dikenal sebagai pengolahan lahan konservasi, sebagai salah satu bagian dari sistem pertanian konservasi yang sedang diperkenalkan oleh berbagai negara di dunia. Olah tanah konservasi diyakini sebagai jalan keluar bagi permasalahan produktivitas pertanian. Pertanian konservasi telah dipraktekkan pada sekitar 45 juta ha lahan pertanian di dunia, utamanya di Amerika Utara dan Selatan. Di beberapa negara bagian di Brazil, pertanian konservasi sudah merupakan kebijakan pemerintah. Bahkan di Amerika Tengah dan Costa Rica telah terbentuk Kementrian Konservasi
Penggunaan bahan-bahan organik dalam pertanian sangat bermanfaat yaitu merupakan bahan penting dalam guna menciptakan kesuburan tanah tanpa merusak ekosistem alam yang ada baik secar fisika, secara kimia, maupun dari segi dari biologi tanah.


DAFTAR PUSTAKA
Abimanyu, Anggito, 1994. Isu Perdagangan Bebas dan Lingkungan dalam Perekonomian Global, Makalah Latihan Kepemimpinan Mahasiswa UII-ISMEI-UGM, Yogyakarta 27-30 Oktober.
Anwar, A. 1995. Kebijaksanaan Ekonomi untuk Pengendalian Kerusakan Lingkungan Hidup dalam Rangka Pembangunan Wilayah. Seminar Temu Pendapat tentang Pengembangan Kebijaksaan Ekonomi Pengelolaan Lingkungan Hidup. Kantor Menteri Negara Lingkungan Hidup. Jakarta.
Arias, O. 1993. Green Markets-The Economics of Sustainable Development. Harvard Institute for International Development..
Bunasor, 1995. Economic and Environmental Impact Assesment of The Implementation of Integrated Pests Management in West Java, A Case of Vegetable Farms. Bogor.
Coutrier, P.L. 1994. Audit Lingkungan dan Prosedur Operasi Standar dalam Kebijaksanaan Amdal. BAPEDAL, Jakarta.
Djadiningrat, S dkk. 1995. Elabelling dan Kecenderungan Lingkungan Hidup Global. PT. Bina Rena Pariwara.
Krisnamurti, B dan Saragih, B. 1994. Teknologi Pertanian Organik dalam Perspektif Agribisnis. Makalah pada Seminar “Pengembangan sistem Pertanian Organik dalm menunjang Pertanian Berkelanjutan”. Bogor.
Mamicpic, N.G. 1994. Impression of Development in Organic Farming in The Philipines. Paper presented on Seminar “Pengembangan sistem Pertanian Organik dalm menunjang Pertanian Berkelanjutan”. Bogor.
Maskina, M. S., J. F. Power, J. W. Doran and W. W. Wilhelm. 1993. Residul Effects of No-Till Crop Residus on Corn Yield and Nitrogen Uptake. Soil Sci. Soc. Am. J.
Sakurai, K. 1995. Cleaner Production for Green Productivity. Asian Productivity Organization.
Sitanggang, A. 1993. Analisis Keragaan Usahatani Pertanian Organik. Jurusan Ilmu-Ilmu sosial Ekonomi Pertanian Fakultas Pertanian InstitutPertanian Bogor.
Soemarmoto, Otto. 1992. Indonesia dalam Kancah Isu Lingkungan Global. Jakarta : PT. Gramedia Pustaka Utama.
03. Standard dan Sertifikasi Perkebunan Organic. Pusat Penelitian Kopi dan Kakao.
Ye, X., S. Al-Babili, A. Kloti, J. Zhang, P. Lucca, P. Bayer, and I. Potrykus. 2000. Engineering the provitamin A ( ß -carotene) biosynthetic pathway into (corotenoid-free) rice endosperm. Science 287: 303-305.
Yussefi, M. and H. Willer (Eds). 2003. The World of Organic Agriculture Statistic and Future Prospects. International Federation of Organic Agriculture Movements.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar