1. Ulat sikat putih hitam – Dacychira mendosa (Lepidoptera: Lymantriidae)
Aktivitas serangannya terjadi pada malam hari sedangkan pada siang hari bersembunyi secara kelompok di bagian bawah tanaman. Larva merusak tanaman dengan memakan daun. Larva yang baru menetas dari telur (neonate) memakan daun muda, larva dalam jumlah banyak dapat menyebabkan daundaun tanaman menjadi gundul (defoliasi) (Anonim, 1986).
Di Jateng dan Jatim hama ini sering disebut ulat jambul jaran, rambut jambul tersebut menyebabkan gatal-gatal. Panjang larva sekitar 30-40 mm. Kepala dan tungkai ulat berwarna merah, pada bagian belakang kepalanya terdapat dua berkas bulu hitam dan panjang. Pada sisi kiri dan kanan tubuh ulat tumbuh bulu putih berupa pita berbintik merah. Pupanya berambut, ukuran pupa dan ngengat betina lebih besar dibanding yang jantan. Ngengat jantan sayapnya sempurna sehingga dapat terbang jauh mencari pasangan karena tertarik feromon seks ngengat betina yang tidak bisa terbang setelah kawin, bertelur dalam kokon Perkembangan telur sampai dengan imago (ngengat) kurang lebih 1 bulan (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
Pengendalian hama ulat daun ini dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Secara alami oleh beberapa parasitoid, yaitu tabuhan braconid Apanteles mendosae (Hymenoptera: Braconidae), dan lalat tachinid Trycholyga (Exorista) sorbillans dan Carcelia (Modicella) iridipennis (Diptera: Tachinidae) (Kalshoven,
1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993), (2) Menjaga kebersihan lahan dari tanaman. liar yang bisa menjadi tanaman inangnya, dan (3) Pengendalian dengan insektisida jika terjadi serangan berat. dilakukan secara bijaksana dengan insektisida yang relatif aman terhadap musuh alami, misalnya dengan insektisida biologi.
2. Ulat sfingid tengkorak besar – Acherontia lachecis (Lepidotera: Spingidae)
Hama ini ditemukan menyebar di Asia Tenggara dan Jepang. Serangan yang berat menyebabkan tanaman menjadi gundul. Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan bunga. Hama ini bersifat polifag, selain menyerang tanaman rami juga menyerang tanaman tembakau, terong, wijen, dan bayam (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986).
Panjang larva antara 100-140 mm, warna hijau dengan garis menyilang kuning dan garis-garis memanjang biru pada sisi kiri dan kanan tubuhnya. Pada bagian belakang tubuh (abdomen terakhir) ada tonjolan semacam ekor berbentuk huruf S. Apabila diganggu ulat ini bersuara dan menggerakkan bagian ujung tubuhnya. Panjang pupa kurang lebih 70 mm, pada punggungnya seperti ada angka delapan. Ngengat berwarna kuning kecokelatan, aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya lampu (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993).
Secara alami ulat ini dikendalikan oleh beberapa parasit yaitu lalat tachinid Zygobothria atropivora. Z. ciliata, dan Palexorista inscollspicuoid (Diptera: Tachinidae) (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993). Pengendalian mekanis dilakukan dengan mengumpulkan larva untuk dimusnahkan. Jika diperlukan secara kimiawi dengan penyemprotan insektisida yang sesuai dan aman terhadap musuh alaminya.
3. Ulat keket mataraksasa-Rhybcholaba acteus (Lepidoptera: Sphingidae)
Larva hama ini menyerang tanaman muda dengan memotong pangkal batang, tangkai, dan daun. Tanaman inang lainnya, antara lain dari famili Convolvulaceae, Araceae, Rubiaceae, Vitaceae, dan Solanaceae (Pracaya, 1993; Winarno, 2003). Larva hama ini sering disebut ulatjedung (Jawa), panjang sampai 100 mm lebih, tubuh halus, silindris, berwarna hijau atau cokelat dengan ditandai bulatan kuning dan hitam pada tengahnya pada setiap spirakel di segmen-segmen tubuhnya. Segmen bagian torak di atas cincin ke-3 dan 4 membesar dengan bulatan seperti mata besar bukan mata sebenarnya, sehingga hama ini disebut juga dengan nama ulat sfingid mataraksasa (famili sphingidae).
Segmen abdomen terakhir bagian ekor seperti ujung panah. Ngengatnya ramping seperti pesawat berwarna cokelat dengan sayap depan panjang menyempit pada ujungnya, sayap belakang lebih pendek. Terbang sangat cepat dan aktifpada malam hari (Pracaya,1993). Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengambil larva dan pupanya selanjutnya dikumpulkan dalam wadah ember yang berisi air sabun atau minyak lalu dimusnahkan.
4. Ulat kekilanan besar rami – Arcte coerulea (Lepidoptera: Noctuidae)
Larva yang baru menetas, instar 1-2 bergerombol memakan daun dengan gejala berlubang-lubang kecil warna putih dan transparan karena banyak hijauan daun yang dimakan. Kerusakan yang berat diakibatkan oleh larva yang lebih besar dengan memakan semua bagian dari daun sehingga tersisa sebagian dari tulang-tulang daunnya (Maiti, 1997; Winarno, 2003).
Serangga hama ini berpotensi sebagai hama utama pada tanaman rami. Penyebaran telah meluas di beberapa negara Asia pengembang rami, antara lain Jepang, Vietnam, Philipina, dan Indonesia (Dempsey, 1975; Petruszka, 1977; Maiti, 1997; Escobin, 2003). Di Indonesia, sebaran ulat kekilanan besar rami ini
bisa dijumpai di Wonosobo, Malang, dan Bengkulu. Di Wonosobo serangan berat terjadi pada akhir musim penghujan pada sekitar bulan April-September (Winarno, 2003).
Telur diletakkan bergerombol berukuran sekitar 1-1,5 mm, warna telur merah muda. Larva yang baru menetas berwarna transparan (jernih), selanjutnya berubah keputihan berbintik-bintik hitam untuk larva instar 2-3. Larva-larva kecil tersebut bergerak cepat seperti ulat kilan (jengkal) sehingga disebut ulat kekilanan (semilooper). Larva kecil bila diganggu akan menjatuhkan diri dari daun tanaman dengan benang-benang sulur.
Larva instar yang lebih besar bercorak garis-garis putih atau hitam arah melintang tubuhnya pada sisi dorsal dan lateral, sedangkan pada samping tubuhnya atau sisi bawah kanan kiri tubuh dekat perutnya (ventral) bercorak garis tebal longitudinal berwarna hitam atau merah kecokelatan dengan warna dasar perut kekuningan, kaki-kakinya berwarna merah kecokelatan dan kepalanya berwarna cokelat tua atau hitam. Larva instar besar (instar 4-6) berukuran sekitar 30-65 mm, tubuhnya gemuk, tidak banyak bergerak seperti umumnya ulat-ulat kekilanan dan selalu menjatuhkan diri jika disentuh.
Pupa berukuran besar berbentuk oval gemuk (tipe obtek), berwarna cokelat tua, berukuran panjang sekitar 25-30 mm, berada di dalam tanah permukaan atau seresah. Ngengatnya aktif pada malam hari, berwarna keabu-abuan gelap bercorak garis-garis hitam tak beraturan. Ukuran ngengat betina lebih besar dari yang jantan dan sering dijumpai diam pada permukaan tanah atau seresah di bawah tanaman ketika menjelang gelap malam (Winarno, 2003).
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengumpulkan larva besar selanjutnya dibunuh pakai air sabun, minyak tanah, atau dibakar. Di alam telah dikendalikan oleh parasit lalat tachinid Zygobothria sp. Predator kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentatomidae). Secara kimiawi dengan melakukan penyemprotan dengan insektisida yang aman dan selektif sehingga musuh alaminya tetap bisa berkembang (Winarno, 2003).
5. Ulat kekilanan hijau – Chrysodeixis (Plusia) chalcites (Lepidoptera:Noctuidae)
Larva yang baru menetas segera memakan daun dengan gejala bercak-bercak putih karena hanya tinggal epidermis dan tulang daunnya saja, memakan daun dari arah pinggir. Jika terjadi serangan berat oleh larva yang lebih besar menyebabkan tanaman menjadi gundul sehingga tinggal tulang-tulang daunnya saja.Tanaman inang utamanya adalah tanaman kedelai. Selain menyerang rami juga dijumpai pada kentang, jagung, tembakau, apel, kacang tanah, kacang tunggak, dan kacang hijau (Anonim, 1992).
Larva hama ini mirip dengan ulat kekilanan (semilooper) pada krotalaria Trichoplusia (Plusia) orichalcea, yang juga dijumpai menyerang pada tanaman rami dan kedelai. Larva P chalcites ini berwarna hijau tetapi pola warna sayap ngengatnya berbeda dengan T. orichalcea. Ngengat betina meletakkan telurnya di permukaan bawah daun. Telur berwarna keputihan kemudian berubah kekuningan sebelum menetas. Umur telur 3-4 hari. Larva berwarna hijau dengan garis hijau pucat pada bagian samping tubuhnya, panjang sampai 20 mm lebih. Umur larva 14-19 hari. Pupa berwarna hijau terbentuk dan melekatkan seluruh tubuhnya pada daun yang terselimuti oleh anyaman benang seperti sutra yang disebut kokon. Umur pupa 6-11 hari. Umur ngengat 5-12 hari, aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; 1992; Winarno,2003).
Di alam, parasitoid yang efektif mengendalikan ulat kekilanan antara lain lalat tachinid Macrocentrus homonae (Diptera: Tachinidae), Apanteles taragamae, dan Meteorus sp. (Hymenoptera: Braconidae), tawon tabuhan pinggang ramping Phytodietus spines (Hymenoptera: Ichneumonidae), tabuhan (wasp) Litomastrix truncatella, Brachymeria euploeae (Hymenoptera: Chalcididae), dan Elasmus homonae (Hymenoptera: Encyrtidae). Predatornya adalah kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentatomidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et al.,2004). Jika serangan atau populasi ulat kilan tersebut cukup besar dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan relatif aman.
6. Ulat bulu argina rami-Argina argus (Lepidoptera: Arctiidae)
Larva menyerang daun sehingga sisa daun yang dimakannya menjadi robek-robek. Selain menyerang rami, ulat bulu Argina sp. juga dijumpai menyerang tanaman liar kacang-kacangan (Crotalaria spp.) memakan daun dan polongnya (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986).
Tubuh larva hama ini diselimuti oleh bulu-bulu yang lembut berwarna putih dengan bercak-bercak putih dan kuning. Pada bagian samping tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna jingga. Panjang ulat mencapai 25 mm. Ngengat berwarna jingga tua dengan bercak putih bulat pada sayap depan dan bercak hitam lebih besar pada sayap belakang. Spesies serangga hama ini banyak ditemukan di Asia Tenggara, Cina, dan juga di Australia (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993).
Musuh alami hama ini banyak, jadi secara alami hama ini dapat dikendalikan dengan baik oleh parasitoid dan entomopatogen, yaitu parasitoid tabuhan braconid Apanteles colemani (Hymenoptera: Braconidae), Exorista sorbillans (Diptera: Tachinidae), beberapa cendawan entomopatogen, yaitu Metarhizium sp. dan Beauveria sp. (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
7. Ulat duri rami – pm (Lepidoptera: Nymphalidae)
Ulat duri ini menyerang tanaman rami di dataran tinggi pada ketinggian sekitar 500-1300 mdpl., seperti di daerah Karangploso dan Pujon (Malang), Kalijajar dan Sapuran (Wonosobo). Lebih dari satu jenis yang menyerang rami. Tanaman inangnya selain rami (famili Urticaceae), yaitu kacang panjang, buncis, kacang merah, dadap juga pada tanaman liar seperti tombomala dan krokot-krokotan lain atau jenis portulaca (Kalshoven, 1981; Winarno, 2003).
Larva (ulatnya) merusak tanaman rami dengan memakan daun. Gejala kerusakan berupa daun berlubang melebar dari tengah ke tepi daun, dan daun tersebut ada yang direkatkan dengan arah melipat ke atas. Serangan berat oleh jenis ulat duri rami yang berwarna hitam abu-abu keperakan banyak terjadi pada tanaman muda (Winarno, 2003). Larva yang berwarna abu-abu hitam keperakan memakan daun dan merekatkan daun muda dari seluruh sisi tepi daun dengan semacam benang perekat. Satu larva dapat memakan beberapa daun sambil merekatkan lebih dari 1-3 daun sehingga tinggal sisa daun termakan dan tulang daun (Winarno,2003).
Larva hama ini berbulu jarum (duri), tubuh larva Hypolimnas sp. bercorak warna garis hitam, abuabu keperakan berbulu duri hitam, berbintik putih sampai merah kecokelatan (Kalshoven, 1981). Spesies lainnya yang tubuh larvanya bercorak garis warna cokelat dan kuning pucat berselang-seling sepanjang tubuh dengan warna kepala kuning pucat dan cokelat tua dipisahkan oleh garis-garis sulsi (sutara koronafrontalis).
Bulu durinya berwarna kuning pucat dengan ujung-ujungnya bercabang dan kecokelatan. Ada 4 duri per segmen tubuh dari 11-12 barisan segmen sepanjang tubuh larva (arah anterior-posterior) pada sesi dorsal dan lateral (Winarno, 2003).
Larva berkepompong (menjadi pupa tanpa kokon disebut kristalis) dengan cara menggantungkan kait anal (kremaster) pada daun dan tangkai daun. Pupa tipe obstek tak beraturan, berwarna abu-abu atau keperakan (Amir et al., 2004). Warna dasar tubuh imago (kupu-kupu) abu-abu kecokelatan, ada yang punggungnya dengan warna hitam, caput (kepala) cokelat kehitaman. Corak warna sayap pada sisi dorsal (punggung) ada yang berwarna hitam dan putih (betina, ukuran lebih besar), hitam dan oranye (jantan, ukuran lebih kecil). Di Wonosobo warna sayap imago pada sisi dorsal merah kecokelatan, pada tepi-tepi sayap depan bercorak bercak hitam, dan ada 4 pasang bulatan seperti bulan sabit berwarna hitam dengan
noktah putih dan biru pada kedua sisi sayapnya seperti bulu merak. Kupu-kupunya hidup kosmopolitan, aktif makan, kawin, dan meletakkan telur pada siang hari (Winarno, 2003).
Musuh alami hama ini yaitu parasitoid tawon tabuhan Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae), dan lalat Zygobothria sp. (Hymenoptera: Tachinidae). Sedangkan sebagai predator yaitu kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentanomidae). Pengendalian dilakukan secara mekanis, dan jika perlu disemprot dengan insektisida yang selektif dan aman (Winarno, 2003).
8. Ulat daun pucuk (pupus) – Helicoverpa (Heliothis) spp. (Lepidoptera: Noctuidae)
Gejala kerusakan adalah daun rami berlubang-lubang karena larvanya memakan daun atas atau pupus. Pada saat merusak pupus (daun muda/daun pucuk) kerusakan tidak nampak tetapi setelah daun membesar, lubang-lubang daun menjadi terlihat jelas. Pada pucuk tanaman terserang nampak adanya kotoran larva. Helicoverpa spp. tidak menimbulkan masalah pada tanaman rami, merupakan serangga polifag (Winarno, 2003). Tanaman inang yang lain yaitu tembakau, kapas, kedelai, buncis, gude, kacang hijau, bunga matahari, jagung, cantel, sorgum, lobak, tomat, jarak, dan asparagus (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Anonim, 1992; Subiyakto et al., 1999).
Ada dua jenis Helicoverpa yang menyerang daun, yaitu H. assulta dan H. armigera. Telur diletakkan secara tunggal di permukaan atas daun atau bawah daun muda. Telur berwarna krem atau kuning muda, berbentuk oval, dan menetas pada 3-5 hari. Larva muda berwarna putih kekuningan, dan berbulu, semakin tua bulu semakin jarang. Pada kedua sisi badan terdapat garis memanjang warna krem atau keputihan, ada bintik-bintik hijau di bagian sisi atau punggung. Larva semakin besar, warnanya bervariasi umumnya berwarna hijau atau cokelat. Biasanya pada tanaman terdapat satu larva karena sifatnya yang kanibal. Lama stadium larva 2-3 minggu. Pupa berada di dalam tanah, berwarna cokelat. Lama stadium pupa 9-14 hari.
Ngengat mempunyai sayap depan berwarna kecokelatan, sedangkan sayap belakang berwarna kuning oker, dan di bagian pinggir berwarna hitam. Pada sayap depan terdapat garis melintang rangkap yang tidak teratur agak berombak dan warnanya lebih gelap dari warna dasar sayap depan. Rentang sayap 28-30 mm. Lama stadium ngengat 1-2 minggu (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Subiyakto et al., 1999).
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengumpulan larva dan membunuhnya secara langsung dengan tangan atau dimasukkan ke dalam larutan air sabun atau minyak tanah. Dengan memanfaatkan parasitnya yaitu antara lain trichom Trichogramma spp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae), lalat tachinid Blepharella lateralis, Carcelia spp.,dan Exorista sp. (Diptera: Tachinidae); braconid Chelonus sp., dan Microplitis demolitor (Hymenoptera: Braconidae); dan tabuhan ichneumonid Diadegma sp., Eriborus argenteopilosus, dan Enicospilus dolosus (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et aI., 2004). Penyemprotan dapat dilakukan dengan insektisida yang dianjurkan terhadap hama sasaran yang bersifat selektif dan aman.
9. Ulat grayak litura – Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Ulat grayak ini larvanya memakan daun pada malam hari. Larva-larva instar kecil hidup menggerombol memakan lapisan epidermis daun dan jaringan palisade bagian bawah sehingga daun terlihat transparan, lama kelamaan daun yang terserang menjadi kering. Larva yang lebih besar tidak menggerombol lebih aktif makan daun pada malam hari, semua bagian daun dimakan kecuali tulang daun, dan menyebabkan daun menjadi berlubang-lubang. Serangga ini bukan merupakan serangga utama rami dan bersifat polifag (Winarno, 2003). Tanaman inang lainnya yaitu: kapas, tembakau, kedelai, jarak, jagung, tomat, kacang tanah, bayam, kangkung, buncis, dan beberapa jenis gulma (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Subiyakto et al., 1999).
Telur diletakkan secara berkelompok, satu kelompok telur dapat berisi 25-500 butir telur. Kelompok telur ditutupi semacam beludru berwarna cokelat kekuningan. Telur diletakkan di permukaan bawah daun. Telur menetas 2-4 hari, larva yang masih muda berwarna kehijauan dengan sisi samping hitam kecokelatan, dan mengelompok. Stadium larva lamanya 20-46 hari dengan 5-6 kali ganti kulit. Panjang larva dapat mencapai 40-50 mm. Larva yang tumbuhnya sudah sempurna berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap kehitaman. Menjelang berpupa, larva bergerak ke bawah dan berpupa di dalam tanah selama 10-13 hari, pupa berwarna cokelat kemerahan. Sayap depan ngengat berwarna cokelat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noktah-noktah hitam. Satu ngengat betina mampu bertelur 2.000-3.000 butir telur dengan periode peletakan 2-6 hari kemudian mati (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
Pengendalian secara mekanis sarna dengan serangga Helicoverpa spp. Di alam serangga hama ini telah dikendalikan dengan baik oleh musuh alaminya, antara lain yaitu parasitoid tabuhan Telenomus spodopterae (Hymenoptera: Scelionidae), braconid Apanteles sp., Microplitis similis (Hymenoptera: Braconidae) dan beberapa parasit dari famili Ichneumonidae, juga oleh predator yaitu kepik pembunuh Canthecona javana dan Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai Andralus sp. (Hemiptera: Pentatomidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et al., 2004).
10. Belalang kayu – Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae)
Hama ini dikenal dengan nama belalang kayu, di Malang dan Wonosobo menyerang tanaman rami muda dan tua dengan merusak tanaman pada bagian daun dan pucuk. Kadang-kadang pada musim kering dapat menyebabkan kerusakan parah. Daun yang dimakan menjadi berlubang-lubang, tulang daun dan uraturat daun tidak dimakan (Winarno, 2003). Gejalanya kadang-kadang sulit dibedakan dengan gejala lubanglubang kerusakan daun oleh serangan ulat daun. Lubang akibat serangan belalang tepinya bergerigi kas tidak beraturan, sedangkan akibat serangan ulat lebih halus. Tanaman inang lainnya, antara lain adalah kapas, jati, kelapa, kopi, cokelat, jarak, jagung, wijen, ketela, waru, cemara, kapuk, nangka, karet, pisang, dan kluwih (Kalshoven, 1981; Subiyakto et al., 1999; Subiyakto, 2002).
Spesies belalang kayu Valanga nigricornis mempunyai beberapa jenis yaitu V. nigricornis zehntneri, V. nigricornis melanocornis, V.nigricornis sumatrensis, dan V. nigricornis waiensis. Daerah sebaran belalang kayu di Indonesia, Malaysia, dan Philipina. Di Indonesia meliputi Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Spesies lainnya yaitu V. nigricornis transsiena banyak terdapat di Sulawesi menyerang tanaman kelapa. Telurnya berbentuk bulat panjang yang diletakkan berkelompok dalam tanah. Belalang muda bentuknya seperti belalang dewasa hanya ukurannya lebih kecil mempunyai bakal sayap di punggung. Telur diletakkan pada akhir musim penghujan dan menetas pada musim penghujan berikutnya.
Tempat yang disukai untuk meletakkan telur pada tempat yang tidak terlindung tumbuh-tumbuhan yaitu di pinggir kolam, ladang, pematang sawah, atau di pekarangan penduduk sekitar hutan. Pada tanah lembab penetasan telur setelah 5-7,5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering setelah 4-5 minggu. Belalang betina dapat hidup selama 3-4 bulan, jantan 4-5 bulan. Seekor belalang betina selama hidupnya dapat bertelur beberapa kali. Telurnya diletakkan berkelompok dilindungi oleh busa berwarna putih yang dapat menutupi sampai mulut lubang tempat peneluran. Tiap kelompok telur terdiri dari 50-140 butir. Morfologi tubuh belalang jenis V. nigricornis zehntneri berwarna hijau kecokelatan dengan corak warna terang di belakang femur, kemerahan di belakang tibia, dan pada dasar sayap berwarna merah.
Panjang belalang betina 58-71 mm, belalang jantan 49-63 mm. Sedangkan belalang kayu yang sering dijumpai menyerang tanaman rami yaitu jenis V. nigricornis melanocornis. Ukuran tubuhnya lebih besar, panjang tubuh belalang betina 73-91 mm, belalang jantan 61-68 mm. Warna tubuh kuning atau hijau kekuningan (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Asmaliyah dan Suharti, 1998; Subiyakto et al., 1999).
Pengendalian secara mekanis dan fisik dengan mengumpulkan kelompok-kelompok telur. Penangkapan belalang dewasa serta nimfa-nimfanya dilakukan setelah musim penghujan pada malam hari atau pagi hari dengan pengoboran, menggunakan jaring ikan, dan sapu lidi. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan parasit, yaitu parasit telur Scelia javanica, parasit imago dari famili Sarcophagidae.
Bila pengendalian dengan menggunakan predator yaitu semut, larva Mylabris pustulata dan larva Epicausta ruficep, dapat juga cendawan parasit Metarhizium anisopliae yang menyerang nimfa dan imagonya. Pengendalian dengan penyemprotan insektisida disesuaikan dengan rekomendasi dari Komisi
Pestisida untuk hama belalang. Instar 1-3 dengan knapsack sprayer, mist blower, atau swing fog. Untuk instar 4-5 dengan jaring dan pengusiran dengan asap belerang. Rekomendasi tersebut dilaksanakan jika terjadi serangan berat karena ada migrasi atau wabah serangan belalang besar-besaran (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Asmaliyah dan Suharti, 1998).
11. Ulat tritip/ulat daun (Plutella xylostella)
Ulat tritip memakan bagian bawah daun sehingga tinggal epidermis bagian atas saja. Ulatnya kecil kira-kira 5 mm berwarna hijau. Jika diganggu akan menjatuhkan diri dengan menggunakan benang. Ulat ini cepat sekali kebal terhadap satu jenis insektisida. Pengendalian dapat dilakukan dengn cara “pithesan” yaitu mengambili ulat yang terdapat pada tanaman kubis, kemudian dipencet sampai mati.
12.Ulat krop/jantung kubis (Crocidoomia binotalis)
Sering menyerang titik tumbuh sehingga disebut sebagai ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau lebih besar dari ulat tritip, jika sudah besar garis-garis coklat. Jika diganggu agak malas untuk bergerak. Berbeda dengan ulat tritip yang telurnya dietakkan secara menyebar, ulat jantung kubis meletakkan telurnya dalam satu kelompok. Pengendalian sama dengan ulat tritip.
13.Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon)
Ulat berwarna hitam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan ialah terpotongnya tanaman kubis yang masih kecil. Pengendalian dapat dilakukan dengan membongkar tanah secara berhati-hati disekitar tanaman yang terpotong. Apabila serangan banyak, dapat digunakan karbofuran, furadan atau curater.
Aktivitas serangannya terjadi pada malam hari sedangkan pada siang hari bersembunyi secara kelompok di bagian bawah tanaman. Larva merusak tanaman dengan memakan daun. Larva yang baru menetas dari telur (neonate) memakan daun muda, larva dalam jumlah banyak dapat menyebabkan daundaun tanaman menjadi gundul (defoliasi) (Anonim, 1986).
Di Jateng dan Jatim hama ini sering disebut ulat jambul jaran, rambut jambul tersebut menyebabkan gatal-gatal. Panjang larva sekitar 30-40 mm. Kepala dan tungkai ulat berwarna merah, pada bagian belakang kepalanya terdapat dua berkas bulu hitam dan panjang. Pada sisi kiri dan kanan tubuh ulat tumbuh bulu putih berupa pita berbintik merah. Pupanya berambut, ukuran pupa dan ngengat betina lebih besar dibanding yang jantan. Ngengat jantan sayapnya sempurna sehingga dapat terbang jauh mencari pasangan karena tertarik feromon seks ngengat betina yang tidak bisa terbang setelah kawin, bertelur dalam kokon Perkembangan telur sampai dengan imago (ngengat) kurang lebih 1 bulan (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
Pengendalian hama ulat daun ini dapat dilakukan sebagai berikut: (1) Secara alami oleh beberapa parasitoid, yaitu tabuhan braconid Apanteles mendosae (Hymenoptera: Braconidae), dan lalat tachinid Trycholyga (Exorista) sorbillans dan Carcelia (Modicella) iridipennis (Diptera: Tachinidae) (Kalshoven,
1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993), (2) Menjaga kebersihan lahan dari tanaman. liar yang bisa menjadi tanaman inangnya, dan (3) Pengendalian dengan insektisida jika terjadi serangan berat. dilakukan secara bijaksana dengan insektisida yang relatif aman terhadap musuh alami, misalnya dengan insektisida biologi.
2. Ulat sfingid tengkorak besar – Acherontia lachecis (Lepidotera: Spingidae)
Hama ini ditemukan menyebar di Asia Tenggara dan Jepang. Serangan yang berat menyebabkan tanaman menjadi gundul. Bagian tanaman yang diserang adalah daun dan bunga. Hama ini bersifat polifag, selain menyerang tanaman rami juga menyerang tanaman tembakau, terong, wijen, dan bayam (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986).
Panjang larva antara 100-140 mm, warna hijau dengan garis menyilang kuning dan garis-garis memanjang biru pada sisi kiri dan kanan tubuhnya. Pada bagian belakang tubuh (abdomen terakhir) ada tonjolan semacam ekor berbentuk huruf S. Apabila diganggu ulat ini bersuara dan menggerakkan bagian ujung tubuhnya. Panjang pupa kurang lebih 70 mm, pada punggungnya seperti ada angka delapan. Ngengat berwarna kuning kecokelatan, aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya lampu (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993).
Secara alami ulat ini dikendalikan oleh beberapa parasit yaitu lalat tachinid Zygobothria atropivora. Z. ciliata, dan Palexorista inscollspicuoid (Diptera: Tachinidae) (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993). Pengendalian mekanis dilakukan dengan mengumpulkan larva untuk dimusnahkan. Jika diperlukan secara kimiawi dengan penyemprotan insektisida yang sesuai dan aman terhadap musuh alaminya.
3. Ulat keket mataraksasa-Rhybcholaba acteus (Lepidoptera: Sphingidae)
Larva hama ini menyerang tanaman muda dengan memotong pangkal batang, tangkai, dan daun. Tanaman inang lainnya, antara lain dari famili Convolvulaceae, Araceae, Rubiaceae, Vitaceae, dan Solanaceae (Pracaya, 1993; Winarno, 2003). Larva hama ini sering disebut ulatjedung (Jawa), panjang sampai 100 mm lebih, tubuh halus, silindris, berwarna hijau atau cokelat dengan ditandai bulatan kuning dan hitam pada tengahnya pada setiap spirakel di segmen-segmen tubuhnya. Segmen bagian torak di atas cincin ke-3 dan 4 membesar dengan bulatan seperti mata besar bukan mata sebenarnya, sehingga hama ini disebut juga dengan nama ulat sfingid mataraksasa (famili sphingidae).
Segmen abdomen terakhir bagian ekor seperti ujung panah. Ngengatnya ramping seperti pesawat berwarna cokelat dengan sayap depan panjang menyempit pada ujungnya, sayap belakang lebih pendek. Terbang sangat cepat dan aktifpada malam hari (Pracaya,1993). Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengambil larva dan pupanya selanjutnya dikumpulkan dalam wadah ember yang berisi air sabun atau minyak lalu dimusnahkan.
4. Ulat kekilanan besar rami – Arcte coerulea (Lepidoptera: Noctuidae)
Larva yang baru menetas, instar 1-2 bergerombol memakan daun dengan gejala berlubang-lubang kecil warna putih dan transparan karena banyak hijauan daun yang dimakan. Kerusakan yang berat diakibatkan oleh larva yang lebih besar dengan memakan semua bagian dari daun sehingga tersisa sebagian dari tulang-tulang daunnya (Maiti, 1997; Winarno, 2003).
Serangga hama ini berpotensi sebagai hama utama pada tanaman rami. Penyebaran telah meluas di beberapa negara Asia pengembang rami, antara lain Jepang, Vietnam, Philipina, dan Indonesia (Dempsey, 1975; Petruszka, 1977; Maiti, 1997; Escobin, 2003). Di Indonesia, sebaran ulat kekilanan besar rami ini
bisa dijumpai di Wonosobo, Malang, dan Bengkulu. Di Wonosobo serangan berat terjadi pada akhir musim penghujan pada sekitar bulan April-September (Winarno, 2003).
Telur diletakkan bergerombol berukuran sekitar 1-1,5 mm, warna telur merah muda. Larva yang baru menetas berwarna transparan (jernih), selanjutnya berubah keputihan berbintik-bintik hitam untuk larva instar 2-3. Larva-larva kecil tersebut bergerak cepat seperti ulat kilan (jengkal) sehingga disebut ulat kekilanan (semilooper). Larva kecil bila diganggu akan menjatuhkan diri dari daun tanaman dengan benang-benang sulur.
Larva instar yang lebih besar bercorak garis-garis putih atau hitam arah melintang tubuhnya pada sisi dorsal dan lateral, sedangkan pada samping tubuhnya atau sisi bawah kanan kiri tubuh dekat perutnya (ventral) bercorak garis tebal longitudinal berwarna hitam atau merah kecokelatan dengan warna dasar perut kekuningan, kaki-kakinya berwarna merah kecokelatan dan kepalanya berwarna cokelat tua atau hitam. Larva instar besar (instar 4-6) berukuran sekitar 30-65 mm, tubuhnya gemuk, tidak banyak bergerak seperti umumnya ulat-ulat kekilanan dan selalu menjatuhkan diri jika disentuh.
Pupa berukuran besar berbentuk oval gemuk (tipe obtek), berwarna cokelat tua, berukuran panjang sekitar 25-30 mm, berada di dalam tanah permukaan atau seresah. Ngengatnya aktif pada malam hari, berwarna keabu-abuan gelap bercorak garis-garis hitam tak beraturan. Ukuran ngengat betina lebih besar dari yang jantan dan sering dijumpai diam pada permukaan tanah atau seresah di bawah tanaman ketika menjelang gelap malam (Winarno, 2003).
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengumpulkan larva besar selanjutnya dibunuh pakai air sabun, minyak tanah, atau dibakar. Di alam telah dikendalikan oleh parasit lalat tachinid Zygobothria sp. Predator kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentatomidae). Secara kimiawi dengan melakukan penyemprotan dengan insektisida yang aman dan selektif sehingga musuh alaminya tetap bisa berkembang (Winarno, 2003).
5. Ulat kekilanan hijau – Chrysodeixis (Plusia) chalcites (Lepidoptera:Noctuidae)
Larva yang baru menetas segera memakan daun dengan gejala bercak-bercak putih karena hanya tinggal epidermis dan tulang daunnya saja, memakan daun dari arah pinggir. Jika terjadi serangan berat oleh larva yang lebih besar menyebabkan tanaman menjadi gundul sehingga tinggal tulang-tulang daunnya saja.Tanaman inang utamanya adalah tanaman kedelai. Selain menyerang rami juga dijumpai pada kentang, jagung, tembakau, apel, kacang tanah, kacang tunggak, dan kacang hijau (Anonim, 1992).
Larva hama ini mirip dengan ulat kekilanan (semilooper) pada krotalaria Trichoplusia (Plusia) orichalcea, yang juga dijumpai menyerang pada tanaman rami dan kedelai. Larva P chalcites ini berwarna hijau tetapi pola warna sayap ngengatnya berbeda dengan T. orichalcea. Ngengat betina meletakkan telurnya di permukaan bawah daun. Telur berwarna keputihan kemudian berubah kekuningan sebelum menetas. Umur telur 3-4 hari. Larva berwarna hijau dengan garis hijau pucat pada bagian samping tubuhnya, panjang sampai 20 mm lebih. Umur larva 14-19 hari. Pupa berwarna hijau terbentuk dan melekatkan seluruh tubuhnya pada daun yang terselimuti oleh anyaman benang seperti sutra yang disebut kokon. Umur pupa 6-11 hari. Umur ngengat 5-12 hari, aktif pada malam hari dan tertarik pada cahaya (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; 1992; Winarno,2003).
Di alam, parasitoid yang efektif mengendalikan ulat kekilanan antara lain lalat tachinid Macrocentrus homonae (Diptera: Tachinidae), Apanteles taragamae, dan Meteorus sp. (Hymenoptera: Braconidae), tawon tabuhan pinggang ramping Phytodietus spines (Hymenoptera: Ichneumonidae), tabuhan (wasp) Litomastrix truncatella, Brachymeria euploeae (Hymenoptera: Chalcididae), dan Elasmus homonae (Hymenoptera: Encyrtidae). Predatornya adalah kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentatomidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et al.,2004). Jika serangan atau populasi ulat kilan tersebut cukup besar dapat dilakukan penyemprotan dengan insektisida yang efektif dan relatif aman.
6. Ulat bulu argina rami-Argina argus (Lepidoptera: Arctiidae)
Larva menyerang daun sehingga sisa daun yang dimakannya menjadi robek-robek. Selain menyerang rami, ulat bulu Argina sp. juga dijumpai menyerang tanaman liar kacang-kacangan (Crotalaria spp.) memakan daun dan polongnya (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986).
Tubuh larva hama ini diselimuti oleh bulu-bulu yang lembut berwarna putih dengan bercak-bercak putih dan kuning. Pada bagian samping tubuhnya terdapat bintik-bintik berwarna jingga. Panjang ulat mencapai 25 mm. Ngengat berwarna jingga tua dengan bercak putih bulat pada sayap depan dan bercak hitam lebih besar pada sayap belakang. Spesies serangga hama ini banyak ditemukan di Asia Tenggara, Cina, dan juga di Australia (Kalshoven, 1981; Anonim, 1986; Pracaya, 1993).
Musuh alami hama ini banyak, jadi secara alami hama ini dapat dikendalikan dengan baik oleh parasitoid dan entomopatogen, yaitu parasitoid tabuhan braconid Apanteles colemani (Hymenoptera: Braconidae), Exorista sorbillans (Diptera: Tachinidae), beberapa cendawan entomopatogen, yaitu Metarhizium sp. dan Beauveria sp. (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
7. Ulat duri rami – pm (Lepidoptera: Nymphalidae)
Ulat duri ini menyerang tanaman rami di dataran tinggi pada ketinggian sekitar 500-1300 mdpl., seperti di daerah Karangploso dan Pujon (Malang), Kalijajar dan Sapuran (Wonosobo). Lebih dari satu jenis yang menyerang rami. Tanaman inangnya selain rami (famili Urticaceae), yaitu kacang panjang, buncis, kacang merah, dadap juga pada tanaman liar seperti tombomala dan krokot-krokotan lain atau jenis portulaca (Kalshoven, 1981; Winarno, 2003).
Larva (ulatnya) merusak tanaman rami dengan memakan daun. Gejala kerusakan berupa daun berlubang melebar dari tengah ke tepi daun, dan daun tersebut ada yang direkatkan dengan arah melipat ke atas. Serangan berat oleh jenis ulat duri rami yang berwarna hitam abu-abu keperakan banyak terjadi pada tanaman muda (Winarno, 2003). Larva yang berwarna abu-abu hitam keperakan memakan daun dan merekatkan daun muda dari seluruh sisi tepi daun dengan semacam benang perekat. Satu larva dapat memakan beberapa daun sambil merekatkan lebih dari 1-3 daun sehingga tinggal sisa daun termakan dan tulang daun (Winarno,2003).
Larva hama ini berbulu jarum (duri), tubuh larva Hypolimnas sp. bercorak warna garis hitam, abuabu keperakan berbulu duri hitam, berbintik putih sampai merah kecokelatan (Kalshoven, 1981). Spesies lainnya yang tubuh larvanya bercorak garis warna cokelat dan kuning pucat berselang-seling sepanjang tubuh dengan warna kepala kuning pucat dan cokelat tua dipisahkan oleh garis-garis sulsi (sutara koronafrontalis).
Bulu durinya berwarna kuning pucat dengan ujung-ujungnya bercabang dan kecokelatan. Ada 4 duri per segmen tubuh dari 11-12 barisan segmen sepanjang tubuh larva (arah anterior-posterior) pada sesi dorsal dan lateral (Winarno, 2003).
Larva berkepompong (menjadi pupa tanpa kokon disebut kristalis) dengan cara menggantungkan kait anal (kremaster) pada daun dan tangkai daun. Pupa tipe obstek tak beraturan, berwarna abu-abu atau keperakan (Amir et al., 2004). Warna dasar tubuh imago (kupu-kupu) abu-abu kecokelatan, ada yang punggungnya dengan warna hitam, caput (kepala) cokelat kehitaman. Corak warna sayap pada sisi dorsal (punggung) ada yang berwarna hitam dan putih (betina, ukuran lebih besar), hitam dan oranye (jantan, ukuran lebih kecil). Di Wonosobo warna sayap imago pada sisi dorsal merah kecokelatan, pada tepi-tepi sayap depan bercorak bercak hitam, dan ada 4 pasang bulatan seperti bulan sabit berwarna hitam dengan
noktah putih dan biru pada kedua sisi sayapnya seperti bulu merak. Kupu-kupunya hidup kosmopolitan, aktif makan, kawin, dan meletakkan telur pada siang hari (Winarno, 2003).
Musuh alami hama ini yaitu parasitoid tawon tabuhan Brachymeria sp. (Hymenoptera: Chalcididae), dan lalat Zygobothria sp. (Hymenoptera: Tachinidae). Sedangkan sebagai predator yaitu kepik pembunuh reduviid (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai pentatomid (Hemiptera: Pentanomidae). Pengendalian dilakukan secara mekanis, dan jika perlu disemprot dengan insektisida yang selektif dan aman (Winarno, 2003).
8. Ulat daun pucuk (pupus) – Helicoverpa (Heliothis) spp. (Lepidoptera: Noctuidae)
Gejala kerusakan adalah daun rami berlubang-lubang karena larvanya memakan daun atas atau pupus. Pada saat merusak pupus (daun muda/daun pucuk) kerusakan tidak nampak tetapi setelah daun membesar, lubang-lubang daun menjadi terlihat jelas. Pada pucuk tanaman terserang nampak adanya kotoran larva. Helicoverpa spp. tidak menimbulkan masalah pada tanaman rami, merupakan serangga polifag (Winarno, 2003). Tanaman inang yang lain yaitu tembakau, kapas, kedelai, buncis, gude, kacang hijau, bunga matahari, jagung, cantel, sorgum, lobak, tomat, jarak, dan asparagus (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Anonim, 1992; Subiyakto et al., 1999).
Ada dua jenis Helicoverpa yang menyerang daun, yaitu H. assulta dan H. armigera. Telur diletakkan secara tunggal di permukaan atas daun atau bawah daun muda. Telur berwarna krem atau kuning muda, berbentuk oval, dan menetas pada 3-5 hari. Larva muda berwarna putih kekuningan, dan berbulu, semakin tua bulu semakin jarang. Pada kedua sisi badan terdapat garis memanjang warna krem atau keputihan, ada bintik-bintik hijau di bagian sisi atau punggung. Larva semakin besar, warnanya bervariasi umumnya berwarna hijau atau cokelat. Biasanya pada tanaman terdapat satu larva karena sifatnya yang kanibal. Lama stadium larva 2-3 minggu. Pupa berada di dalam tanah, berwarna cokelat. Lama stadium pupa 9-14 hari.
Ngengat mempunyai sayap depan berwarna kecokelatan, sedangkan sayap belakang berwarna kuning oker, dan di bagian pinggir berwarna hitam. Pada sayap depan terdapat garis melintang rangkap yang tidak teratur agak berombak dan warnanya lebih gelap dari warna dasar sayap depan. Rentang sayap 28-30 mm. Lama stadium ngengat 1-2 minggu (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Subiyakto et al., 1999).
Pengendalian secara mekanis dilakukan dengan mengumpulan larva dan membunuhnya secara langsung dengan tangan atau dimasukkan ke dalam larutan air sabun atau minyak tanah. Dengan memanfaatkan parasitnya yaitu antara lain trichom Trichogramma spp. (Hymenoptera: Trichogrammatidae), lalat tachinid Blepharella lateralis, Carcelia spp.,dan Exorista sp. (Diptera: Tachinidae); braconid Chelonus sp., dan Microplitis demolitor (Hymenoptera: Braconidae); dan tabuhan ichneumonid Diadegma sp., Eriborus argenteopilosus, dan Enicospilus dolosus (Hymenoptera: Ichneumonidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et aI., 2004). Penyemprotan dapat dilakukan dengan insektisida yang dianjurkan terhadap hama sasaran yang bersifat selektif dan aman.
9. Ulat grayak litura – Spodoptera litura (Lepidoptera: Noctuidae)
Ulat grayak ini larvanya memakan daun pada malam hari. Larva-larva instar kecil hidup menggerombol memakan lapisan epidermis daun dan jaringan palisade bagian bawah sehingga daun terlihat transparan, lama kelamaan daun yang terserang menjadi kering. Larva yang lebih besar tidak menggerombol lebih aktif makan daun pada malam hari, semua bagian daun dimakan kecuali tulang daun, dan menyebabkan daun menjadi berlubang-lubang. Serangga ini bukan merupakan serangga utama rami dan bersifat polifag (Winarno, 2003). Tanaman inang lainnya yaitu: kapas, tembakau, kedelai, jarak, jagung, tomat, kacang tanah, bayam, kangkung, buncis, dan beberapa jenis gulma (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Subiyakto et al., 1999).
Telur diletakkan secara berkelompok, satu kelompok telur dapat berisi 25-500 butir telur. Kelompok telur ditutupi semacam beludru berwarna cokelat kekuningan. Telur diletakkan di permukaan bawah daun. Telur menetas 2-4 hari, larva yang masih muda berwarna kehijauan dengan sisi samping hitam kecokelatan, dan mengelompok. Stadium larva lamanya 20-46 hari dengan 5-6 kali ganti kulit. Panjang larva dapat mencapai 40-50 mm. Larva yang tumbuhnya sudah sempurna berwarna hijau gelap dengan garis punggung berwarna gelap kehitaman. Menjelang berpupa, larva bergerak ke bawah dan berpupa di dalam tanah selama 10-13 hari, pupa berwarna cokelat kemerahan. Sayap depan ngengat berwarna cokelat atau keperakan, sedang sayap belakang berwarna keputihan dengan noktah-noktah hitam. Satu ngengat betina mampu bertelur 2.000-3.000 butir telur dengan periode peletakan 2-6 hari kemudian mati (Esguerra dan Gabriel, 1969; Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993).
Pengendalian secara mekanis sarna dengan serangga Helicoverpa spp. Di alam serangga hama ini telah dikendalikan dengan baik oleh musuh alaminya, antara lain yaitu parasitoid tabuhan Telenomus spodopterae (Hymenoptera: Scelionidae), braconid Apanteles sp., Microplitis similis (Hymenoptera: Braconidae) dan beberapa parasit dari famili Ichneumonidae, juga oleh predator yaitu kepik pembunuh Canthecona javana dan Sycanus sp. (Hemiptera: Reduviidae) dan kepik perisai Andralus sp. (Hemiptera: Pentatomidae) (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Setiawati et al., 2004).
10. Belalang kayu – Valanga nigricornis (Orthoptera: Acrididae)
Hama ini dikenal dengan nama belalang kayu, di Malang dan Wonosobo menyerang tanaman rami muda dan tua dengan merusak tanaman pada bagian daun dan pucuk. Kadang-kadang pada musim kering dapat menyebabkan kerusakan parah. Daun yang dimakan menjadi berlubang-lubang, tulang daun dan uraturat daun tidak dimakan (Winarno, 2003). Gejalanya kadang-kadang sulit dibedakan dengan gejala lubanglubang kerusakan daun oleh serangan ulat daun. Lubang akibat serangan belalang tepinya bergerigi kas tidak beraturan, sedangkan akibat serangan ulat lebih halus. Tanaman inang lainnya, antara lain adalah kapas, jati, kelapa, kopi, cokelat, jarak, jagung, wijen, ketela, waru, cemara, kapuk, nangka, karet, pisang, dan kluwih (Kalshoven, 1981; Subiyakto et al., 1999; Subiyakto, 2002).
Spesies belalang kayu Valanga nigricornis mempunyai beberapa jenis yaitu V. nigricornis zehntneri, V. nigricornis melanocornis, V.nigricornis sumatrensis, dan V. nigricornis waiensis. Daerah sebaran belalang kayu di Indonesia, Malaysia, dan Philipina. Di Indonesia meliputi Pulau Jawa, Sumatra, dan Kalimantan. Spesies lainnya yaitu V. nigricornis transsiena banyak terdapat di Sulawesi menyerang tanaman kelapa. Telurnya berbentuk bulat panjang yang diletakkan berkelompok dalam tanah. Belalang muda bentuknya seperti belalang dewasa hanya ukurannya lebih kecil mempunyai bakal sayap di punggung. Telur diletakkan pada akhir musim penghujan dan menetas pada musim penghujan berikutnya.
Tempat yang disukai untuk meletakkan telur pada tempat yang tidak terlindung tumbuh-tumbuhan yaitu di pinggir kolam, ladang, pematang sawah, atau di pekarangan penduduk sekitar hutan. Pada tanah lembab penetasan telur setelah 5-7,5 bulan, sedangkan pada tanah yang kering setelah 4-5 minggu. Belalang betina dapat hidup selama 3-4 bulan, jantan 4-5 bulan. Seekor belalang betina selama hidupnya dapat bertelur beberapa kali. Telurnya diletakkan berkelompok dilindungi oleh busa berwarna putih yang dapat menutupi sampai mulut lubang tempat peneluran. Tiap kelompok telur terdiri dari 50-140 butir. Morfologi tubuh belalang jenis V. nigricornis zehntneri berwarna hijau kecokelatan dengan corak warna terang di belakang femur, kemerahan di belakang tibia, dan pada dasar sayap berwarna merah.
Panjang belalang betina 58-71 mm, belalang jantan 49-63 mm. Sedangkan belalang kayu yang sering dijumpai menyerang tanaman rami yaitu jenis V. nigricornis melanocornis. Ukuran tubuhnya lebih besar, panjang tubuh belalang betina 73-91 mm, belalang jantan 61-68 mm. Warna tubuh kuning atau hijau kekuningan (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Asmaliyah dan Suharti, 1998; Subiyakto et al., 1999).
Pengendalian secara mekanis dan fisik dengan mengumpulkan kelompok-kelompok telur. Penangkapan belalang dewasa serta nimfa-nimfanya dilakukan setelah musim penghujan pada malam hari atau pagi hari dengan pengoboran, menggunakan jaring ikan, dan sapu lidi. Pengendalian secara biologi dengan menggunakan parasit, yaitu parasit telur Scelia javanica, parasit imago dari famili Sarcophagidae.
Bila pengendalian dengan menggunakan predator yaitu semut, larva Mylabris pustulata dan larva Epicausta ruficep, dapat juga cendawan parasit Metarhizium anisopliae yang menyerang nimfa dan imagonya. Pengendalian dengan penyemprotan insektisida disesuaikan dengan rekomendasi dari Komisi
Pestisida untuk hama belalang. Instar 1-3 dengan knapsack sprayer, mist blower, atau swing fog. Untuk instar 4-5 dengan jaring dan pengusiran dengan asap belerang. Rekomendasi tersebut dilaksanakan jika terjadi serangan berat karena ada migrasi atau wabah serangan belalang besar-besaran (Kalshoven, 1981; Pracaya, 1993; Asmaliyah dan Suharti, 1998).
11. Ulat tritip/ulat daun (Plutella xylostella)
Ulat tritip memakan bagian bawah daun sehingga tinggal epidermis bagian atas saja. Ulatnya kecil kira-kira 5 mm berwarna hijau. Jika diganggu akan menjatuhkan diri dengan menggunakan benang. Ulat ini cepat sekali kebal terhadap satu jenis insektisida. Pengendalian dapat dilakukan dengn cara “pithesan” yaitu mengambili ulat yang terdapat pada tanaman kubis, kemudian dipencet sampai mati.
12.Ulat krop/jantung kubis (Crocidoomia binotalis)
Sering menyerang titik tumbuh sehingga disebut sebagai ulat jantung kubis. Ulatnya kecil berwarna hijau lebih besar dari ulat tritip, jika sudah besar garis-garis coklat. Jika diganggu agak malas untuk bergerak. Berbeda dengan ulat tritip yang telurnya dietakkan secara menyebar, ulat jantung kubis meletakkan telurnya dalam satu kelompok. Pengendalian sama dengan ulat tritip.
13.Ulat Tanah (Agrotis Ipsilon)
Ulat berwarna hitam. Gejala kerusakan yang ditimbulkan ialah terpotongnya tanaman kubis yang masih kecil. Pengendalian dapat dilakukan dengan membongkar tanah secara berhati-hati disekitar tanaman yang terpotong. Apabila serangan banyak, dapat digunakan karbofuran, furadan atau curater.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar